salah satu cara mengapresiasi bacaan gratis ini dengan menekan bintang di pojok kiri bawah karena aku menulis ini dengan sepenuh hati seperti malika yang dirawat seperti anak sendiri ♡
❬ ⸙: ✰❛ finding mommy; ❀❜ ❭
Ada kalanya, pagi-pagi sekali, sebelum matahari terbit lebih dulu di ufuk timur, Sebastian akan terbangun menuju dapur sambil mengucek matanya yang setengah terpejam karena masih mengantuk. Rutinitasnya selalu sama, memasak, membangunkan Yasa, mengantarnya ke sekolah, lalu bekerja.
Harinya baru akan selesai pukul 3 atau 5 sore, kadangkala malam sekali, ia baru pulang. Sebastian hampir tidak punya waktu untuk Yasa kecuali pada akhir pekan. Atau saat anak itu tidak mau diajak pergi ke mana-mana, Sebastian hanya akan menghabiskan waktunya untuk terlelap seharian. Setidaknya, memperbaiki pola tidurnya yang sering terpangkas gara-gara bekerja.
Sinar matahari menyelinap dari balik gorden, menembus serat-serat tipis yang pada akhirnya tumpah di pipi dan rambut Sebastian. Laki-laki itu masih terpejam selama beberapa menit, hingga entah pada menit keberapa, laki-laki itu membuka matanya. Cahayanya kini membias selimutnya, membawa hangat saat sinar matahari itu menyentuh kulitnya.
Ditatapnya jam pada sisi kiri tempat tidurnya. Setengah tujuh. Minggu pagi yang lumayan cerah.
Tunggu, sejak kapan kalender di hpnya berubah? Orang gila macam apa yang menanyakan tumpangan di hari minggu seperti ini?
Eh?!
Sialan, nggak ada yang bilang kalau hari ini hari Selasa!
"Yasa!"
Segera, dengan secepat kilat dan melebihi kecepatan cahaya, Sebastian menyambar kaosnya. Melaju ke kamar Yasa dan tidak menemukan anak itu tertidur di ranjangnya. Dengan langkah berdebam yang bisa saja membuat penghuni lantai bawah marah-marah, Sebastian baru menemukan Yasa berada di dapur dan duduk manis di kursi.
Dia udah bangun?
Sebastian kira, dia menemukan maling atau pencuri. Tapi saat laki-laki itu ingat siapa pria yang sedang memasak di dapurnya sekarang, Sebastian urung untuk memukul belakang kepalanya dengan sandal refleksi.
"Lo ngapain di sini?!"
Itu Bintang, si om-om istri satu yang sering melancong ke apartemen Sebastian dengan alibi bosan. Maklum laki-laki itu lagi LDR-an sama istrinya.
"Dad, please don't yell," Yasa menyahut, bocah itu masih sibuk mengolesi rotinya dengan selai stroberi dan memasukannya satu persatu ke kotak bekal.
"Kan gue mau nebeng."
"Nggak, nggak ada nebeng-nebeng."
Sebastian menarik kursi, mencomot satu lembar roti milik Yasa. "Daddy udah sholat?"
"Hah? Belum..."
"Ini udah jam setengah tujuh."
"Iya..."
"Terus mandi, daddy bau."
Sekon selanjutnya, bisa Tian dengar gelakan tawa Bintang. Laki-laki itu kayaknya belum pernah ngerasain gimana gimana rasanya disumpel kaos kaki yang selama 4 bulan belum ia cuci. Bintang yang setengah tertawa kini meletakkan sepiring sandwich isi tuna di depan Yasa.
"Kamu kok udah bangun?"
"Daddy ngarep aku nggak bangun?"
"Tumben jam segini udah wangi."
Sebastian tiba-tiba berulah, mendekati Yasa dan mencoba mencium pipinya. Tapi anak itu memalingkan wajahnya dan menggunakan satu tangannya untuk mendorong bibir bau iler ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding Mommy - Hunsoo ✔
Roman d'amourMan is the only animal that refuses to be what he is - Albert Camus Malam itu jadi alasan kuat kenapa hidup Jane Selena berputar 180 derajat. Lewat cahaya lampu yang bersinar terang, atau pada alkohol yang memabukan, sebuah kisah klise telah diranca...