46-Semua Akan Baik-Baik Saja

15.8K 2.6K 285
                                    

Holaa, selamat malam😚

ENJOY!😎

.

"Ujung dari perpisahan mengarah pada dua sisi; baik dan buruk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ujung dari perpisahan mengarah pada dua sisi; baik dan buruk. Baik untuk mengajarkan arti keikhlasan. Buruk karena meninggalkan bekas menyakitkan dari bayang-bayang kenangan. Maka peliknya kerinduan menjadi konsekuensi yang harus dihadapi."

~Untuk Arjuna~

.

"Udah Jun, cukup."

Suasana tempat latihan sudah lengang. Hanya menyisakan Jean dan Juna saja di ruangan itu. Si pelatih sudah berkali-kali menyuruh Juna untuk berhenti. Namun anak yang dimaksud enggan menurut barang duduk sejenak saja. Juna sibuk melakukan gerakan jurus karate.

Padahal jujur saja tubuhnya sudah lelah bukan kepalang. Keringatnya bercucuran. Kuda-kudanya sudah goyah. Namun bayang-bayang kekalahan entah mengapa selalu menghantuinya. Juna bahkan bisa merasakan bagaimana ototnya menyusut yang berakibat pada penurunan berat badannya. Ia takut itu berdampak pada kemampuan karatenya.

"Juna!"

Juna tersentak kala tangan Jean mencekal lengannya. Juna menoleh untuk mendapati raut tegas pelatihnya yang menatap lurus padanya. Napas Juna terengah hebat. Ia sungguh kelelahan setelah berlatih hampir empat jam non-stop.

"Udah. Kalo gini terus, lo malah gak bakal bisa ikut lomba. Cukup, jangan paksain badan lo," ujar Jean melunak saat menyadari betapa pucat wajah muridnya itu.

Juna mengangguk pelan. Jean benar. Ia sudah terlalu memaksakan tubuhnya kali ini. Sekarang saja kepalanya terasa berat. Jean terkesiap saat tiba-tiba Juna meluruh dan menjatuhkan tubuhnya di atas arena latihan.

"Eh, eh, eh! Jun!" pekiknya seraya mencoba menahan tubuh Juna. Namun usahanya gagal karena anak itu menepisnya.

Juna melambaikan tangannya dalam keadaan berbaring, mengisyaratkan bahwa dirinya baik-baik saja. Menutup mata seraya mengatur napas yang berantakan. Tubuhnya sudah dibanjiri keringat di mana-mana. Bahkan bajunya saja bisa diperas saking basahnya.

"Bang, gue minta tolong," ucap Juna begitu lirih.

Sontak Jean yang tengah berkacak pinggang segera merunduk dan berjongkok. Mengecek kondisi Juna. Raut tegasnya melunak.

"Apaan? Kenapa? Sakit badan lo? Ngomong aja, Jun. Ada apa?" serbu Jean dengan pertanyaan bertubi-tubi.

Juna membuka matanya dan menatap sayu sang pelatih yang diliputi rasa khawatir. Telunjuknya terangkat menunjuk tasnya yang tergeletak di dekat loker.

Untuk Arjuna[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang