01. Adorasi
"Anak-anak Mama pinter banget, bantuin Mama. Makasih ya, sayang-sayangku!" Vera berujar setelah dia kembali dari dalam rumah. Menaruh lagi pot baru ke bumi, Vera mengecup singkat pucuk kepala dua remaja yang sedang membantunya bertanam. "Bisa nggak, nanemnya?"
"Bisa dong, Ma! 'Kan kami dulu pernah diajarin ngurus beginian di mapel prakarya," kata Alva antusias. Ia menyenggol lengan Melvin yang kala itu malah melamun. "Ya gak, Vin?"
Sementara Melvin yang masih membeku sebab diberi kecupan oleh Vera, sontak menganggukkan kepala. Namun responnya itu membuat Alva mencebik.
"Ngelamun mulu, lo! Mikir apa sih?"
Pertanyaan Alva seolah dianggap angin lalu oleh Melvin. Buktinya, cowok itu malah kembali sibuk menanam bibit bunga mawar.
Vera rasanya tenang dan damai hati melihat pemandangan dua remaja itu. Walau mereka mengerjakan tugasnya dengan sedikit gurauan serta adu mulut, tapi bagi Vera, itu pemandangan yang menenangkan. Setelah beberapa tahun lamanya, putra bungsunya tiada, Vera begitu merindukan sosoknya. Namun semua itu seakan sirna saat Alva mengenalkan temannya, yakni Melvin.
Perasaan rindu terhadap putranya, Nava, memang masih selalu ada setiap harinya. Tapi akhir-akhir ini, kehadiran Melvin seolah memusnahkan kerinduan yang terlalu dalam itu dengan tingkah polosnya, dengan kejahilannya pada Alva dan dengan tingkah menggemaskannya yang lain.
Hidup Vera yang semula ada kekosongan, kini kembali dipenuhi dengan kebahagiaan. Ia hanya berharap agar kehidupan di seterusnya juga tetap seperti ini.
"Halo, keluargaku! Ada apa nih, Papa gak diajak?"
Sahutan suara bariton yang tak terdengar asing, sedikit memekakkan telinga. Membuat mereka bertiga yang semula asyik sendiri menoleh serentak ke arah suara itu berasal. Kekompakan mereka itu mampu membuat siapapun mengira kalau Melvin--yang notabenenya bukan siapa-siapa-- juga termasuk darah daging Vera.
Seperti kata orang-orang, "gak perlu tes DNA pun dah jelas kalo itu anaknya."
"Mas, udah pulang?" tanya Vera basa-basi namun juga sekaligus memastikan. Begitu ia mengecek jam di pergelangan tangannya, waktu saat ini masih terlalu siang untuk Vijay--sang suami-- pulang dari pekerjaannya di perusahaan. Sebagai pemiliknya.
Vijay melempar senyum ramah. Ia lantas mengecup pucuk kepala dan pipi Vera. Kemudian membalas salam dari wanita cantik sang pujaan hati.
"Iya, Sayang. Aku pengin holiday kali ini bisa menghabiskan waktu sama kalian."
Alva terekeh pelan. Ia berjalan mendekati orang tuanya. Melupakan tanaman yang tergeletak tak berdaya di atas bumi.
"Ikut! Kasih info mau ke mana?"
Melvin yang melihat hangatnya kebersamaan keluarga dari sahabatnya ikut tersenyum diam-diam. Senyuman bahagia sebab nasib keluarga Alva tak sama sepertinya. Sekaligus senyuman miris yang terpatri sebab Melvin belum pernah merasakan hangatnya keluarga yang demikian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumantara dan Laranya
Novela Juvenil┌──────────────────────────┐ rismarsf ᵕ̈ Bumantara memiliki makna yaitu langit atau bisa juga angkasa. Melalui makna namanya, Melvin jadi memperluas pemahaman bahwa jika ia mencintai langit, ia juga harus menerima segala cuacanya; cerah, terik...