11 | Asrar ✔️

1.2K 131 7
                                    

11

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

11. Asrar

Wajah Alva masih tertekuk hingga ia melakukan makan malam dengan Vera. Suasana menjadi canggung. Terlebih siang tadi, mereka sempat ada perdebatan. Alhasil, malam ini tak ada yang bicara. Vera juga sepertinya enggan memancing obrolan. Sebab dia tahu kalau Alva tak akan antusias bicara padanya.

Hanya dua orang yang makan di satu meja makan itu, yang biasanya diisi tiga orang. Bersama dengan Melvin, tentunya. Pantas saja kini Alva merasa hening yang berbeda.

Padahal Alva itu paling tak suka dengan yang berbau sepi, hening dan diam. Lebih lagi diam-diam begini padahal mestinya ada teman bicara. Namun dia mengingat kalau masih kesal pada Vera.

Setelah menyelesaikan makan malamnya, Alva menjauhkan piring bekasnya. Kemudian menatap Vera dengan helaan napas panjang.

Mau tak mau, harus mau. Alva mengenyahkan seluruh ego untuk Melvin. Dan dia yakin kalau kali ini pasti berhasil.

"Ma," panggilnya. "Boleh aku minta tolong sama Mama?"

Vera yang agak kaget sebab Alva berbicara dengan lembut, berusaha menelan kunyahannya susah payah. Ia tak menyangka kalau Alva akan memaafkannya secepat ini. Cukup sederhana namun bisa membuatnya berbunga-bunga.

Seraya tersenyum singkat, Vera mengangguk. "Boleh. Minta tolong apa?"

"Tolong buat jelasin ke Melvin, kalau semua yang Mama bilang tentang dia tadi itu gak bener."

Vera mengernyitkan dahi. Ia meletakkan sendok dan garpu-nya sambil sedikit menjauhkan piring. Ketika tengah makan namun ada yang mengajak bicara, usahakan jauhkan piring yang letaknya tepat di depan badan. Singkirkan itu sedikit saja, sehingga tidak benar-benar bicara di depan piring.

"Maksud kamu? Kenapa Mama harus melakukan itu?"

Alva mendengkus. Ia mencondongkan badan untuk mendekatkan tatapan mereka yang bertubrukan.

"Dia denger semuanya, Ma!" ucapan penuh penekanan dari Alva mampu membuat Vera terkesiap. Lantas ia diam membeku. "Gara-gara itu, dia gak mau lagi deket sama Alva. Bahkan sekadar dengerin Alva ngomong aja dia gak mau."

Vera bungkam sebab tak tahu harus bereaksi seperti apa. Terkejut? Tentu. Ini bahkan sama sekali bukan menjadi bagian dari niatnya. Dia memang menjelekkan Melvin. Tapi hanya di depan Alva. Bukan pada si empunya langsung.

Namun mengapa Melvin bisa tahu semuanya? Bukankah Alva hanya datang seorang diri saat dia pulang ke rumah?

"Kok bisa? Bukannya kamu pulang sendirian?"

"Iyaa, Ma. Tapi nggak lama setelah itu, dia dateng ke sini cuma buat balikin charger aku yang ketinggalan di tas dia," ujarnya dengan menyugar rambut ke belakang. "Dia jadi denger semuanya. Dia kecewa sama Mama. Dia bahkan udah gak lagi manggil Mama dengan sebutan Mama. Melainkan Tante."

Bumantara dan LaranyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang