04. Hirap
Vera terbangun dari tidurnya tepat saat jam berdenting pada pukul 12 dini hari. Ia merasa tidurnya tak tenang ketika belum mendapatkan kabar sama sekali dari Vijay, suaminya. Pria itu, yang katanya mengurus pekerjaan yang terkendala, belum juga pulang sampai selarut ini.
Alih-alih berpikir negatif seperti yang sudah-sudah, Vera justru mengkhawatirkan sosoknya. Dia sendiri merasa ada yang janggal. Entah hanya perasaannya sebagai seorang Ibu sekaligus istri, atau akan ada sesuatu buruk yang terjadi.
"Mas Vijay nggak angkat telepon aku, pesanku juga belum dibales."
Usai bergumam seperti di atas tadi, Vera kemudian beranjak dari kasur. Dia mengecek kondisi jalan dengan menyibak gorden yang menutupi jendela kaca. Lantas kembali bergeming.
"Mas, kamu di mana, sih?"
Hiruk pikuknya jalanan kota Surabaya semakin dibuat macet pada dini hari saat mobil polisi serta ambulans mulai berdatangan. Kecelakaan beruntun yang terjadi di tengah-tengah kota itu terjadi begitu tiba-tiba. Entah apa penyebab pastinya kecelakaan itu bisa terjadi, biarkan polisi yang bertugas menyelidikinya.
"Lapor, komandan! Masih ada satu korban lagi yang terjepit di mobil hitam ini."
Komandan tersebut bergegas menghampiri. Lantas meminta anak buahnya untuk membantu mengeluarkan orang terakhir yang menjadi korban kecelakaan tersebut dari mobil yang sudah tak berbentuk.
Usai mengetahui identitas orang tersebut tanpa harus melihat KTP atau kartu identitas lain yang dimilikinya, Bapak komandan langsung meminta salah satu anggotanya untuk menghubungi keluarga yang bersangkutan.
"Cari nomor kontaknya di hp saya. Namanya, Vera. Beri kabar pada istrinya, dia akan segera dilarikan ke rumah sakit terdekat."
Si anggota mengangguk patuh. Kemudian lekas melakukan tugasnya.
"Siap, ndan!"
—
Kalau Vera tak dapat tidur dengan nyenyak, maka Alva juga sama. Kalau Vera overthinking, Alva juga.
Seperti sekarang ini. Dua orang pemilik rumah tersebut sama-sama tak dapat tidur nyenyak. Alva memutuskan untuk keluar dari kamar dan duduk di sofa ruang tamu. Tak lama kemudian, Vera juga melakukan hal yang serupa.
"Nak, nggak tidur?"
Alva menggelengkan kepala. Bahkan wajah-wajah ngantuknya tak tampak di wajah tampannya. Tetapi rautnya memang tampak sedikit sayu.
"Mama juga?"
Vera lekas mengangguk. "Mama kebangun. Nggak tau kenapa tiba-tiba kepikiran sama Papa."
"Sama."
Vera menghela napas. Kemudian mendudukkan tubuh di samping tempat putranya.
"Semoga nggak terjadi apa-apa sama Papa, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumantara dan Laranya
Ficção Adolescente┌──────────────────────────┐ rismarsf ᵕ̈ Bumantara memiliki makna yaitu langit atau bisa juga angkasa. Melalui makna namanya, Melvin jadi memperluas pemahaman bahwa jika ia mencintai langit, ia juga harus menerima segala cuacanya; cerah, terik...