23. Malam dan Fakta

5.3K 388 124
                                    

"Diminum dulu!"

Perempuan itu segera menuruti titah suaminya, meminum segelas air putih yang baru saja Tamma ambil dari dapur. Selama kurang lebih satu tahun usia pernikahan mereka, baru kali ini Tamma mendapati istrinya ini mengalami mimpi buruk. Mungkin Ammara memang sudah terbiasa dengan bermimpi di malam hari, mengingat hal berat yang pernah dilalui perempuan ini. Dan tidak mudah mengatasi trauma, mental dan jiwa yang terguncang karena masalah lampau terlalu merasuk hingga ke dasar diri seorang Ammara.

Keringat dingin tampak memenuhi sebagian wajah dan rambutnya. Tamma prihatin disuguhi pemandangan tersebut. Lalu, tangannya bergerak menjangkau remot AC untuk manaikkan suhu ruang kamar.

Tamma membuang napas seraya beranjak berdiri. Berusaha tetap tenang setelah mengetahui fakta lain pada diri sang istri yang baru ia ketahui malam ini. Ammara yang selalu membatasi kontak fisik dengannya, membuatnya tidak begitu peka.

"Sudah lebih baik?" tanya Tamma lirih, sembari menerima gelas kosong dan meletakkan di nakas.

Ammara menjawab dengan anggukan dua kali. Lalu kembali menunduk. Menghindari tatapan lelaki di depannya.

"Apa tadi aku terlalu kasar?" lanjut Tamma dengan nada hati-hati. Ia benar-benar seperti suami bodoh saat melontarkan kalimat tersebut.

Seperti biasa tanggapan Ammara kaget, dan buru-buru menggeleng. "Nggak. Ng ... nggak ada yang memperlakukan aku sebaik kamu, Mas."

Tamma terdiam setelahnya. Bermenit-menit sampai suasana hatinya pulih, kemudian ia menegakkan badan dengan napas terembus panjang. Lelaki itu membenarkan letak duduknya, mundur dan meluruhkan pundak ke tiang kelambu tempat tidur serta bersidekap. Kedua matanya memicing. "Kamu nggak pernah terus terang sama aku. Gimana aku bisa ngerti kalau kamu terlalu tertutup gini?" Tamma sudah tidak tahan lagi menahan unek-unek, meski nada suaranya tetap terkontrol.

"Sebenarnya apa yang ada di pikiranmu saat itu, Ra? Kita kenal bukan setahun dua tahun, bahkan belasan tahun, kamu masih ngeraguin aku?" imbuhnya terheran-heran. Ammara yang Tamma kenal selama ini bukanlah perempuan lemah, baik dulu mau pun sekarang. Terlebih jika menyangkut harga diri. Seharusnya seseorang bisa memperjuangkan nilai dirinya hingga ke titik nadir. Bukannya pasrah oleh keadaan.

Ammara diam. Tidak berniat untuk meresponnya. Kepalanya masih terus menunduk dengan kedua jemari saling bertautan.

"Udah telat kalau mau menyesal, Ra! Kamu nggak percaya sama aku. Asal kamu tahu, bukan cuma aku yang susah ngurusin kamu, Diyana juga ikut pontang-panting berbulan-bulan demi kamu dapat keadilan. Mantanmu itu ngebayar orang buat neror keluargaku. Kamu harus tahu ini." Tamma tidak bermaksud mengungkit-ungkit, toh kejadian yang hampir mencelakai istri dan anaknya sudah berhasil dicegahnya.

"Hampir setiap hari aku ngadepin klien dengan kasus KDRT. Bahkan lebih parah dari yang kamu alami, Ra."

Kesabaran Tamma seperti baru saja dikikis habis. Dan ia tahu berada di posisi satu tahun yang lalu bukanlah sesuatu yang mudah bagi Ammara. Dia hanya perempuan lemah di bawah kuasa lelaki yang memberi banyak kesakitan. Kekerasan verbal dan fisik hampir setiap hari dirasakan.

"Aku nggak mungkin nunjukin apa aja yang dilakukan Regar sama kamu, Mas. Aku nggak mungkin cerita sama kamu setiap kali Regar minta haknya dia selalu masukin alat menjijikkan dan bikin robek. Itu sangat menjijikkan, Mas. Aku nggak pengin ingat-ingat itu lagi."

Sekarang giliran Tamma yang terdiam, merasakan tonjokan tak kasat mata di tengah dadanya. Perempuan itu berkata dengan bibir bergetar dan pipi yang basah.

"Sehari setelah dia dapat surat panggilan. Dia nemuin aku lagi dan mengamuk. Dia mukulin aku habis-habisan. Saat itu aku sendirian, Mas. Aku babak belur, aku telepon Zaki tapi posisi dia lagi di luar kota. Aku nggak bisa kabur karena Regar selalu di dekatku. Ponselku diambil. Emosi dia naik turun setiap kali aku berontak. Sedangkan saat itu aku lagi hamil dan butuh bedrest. Dia nggak paham kondisi aku, Mas. Dia terus-terusan minta aku melayani ...."

Tamma tidak membiarkan perempuan itu menyelesaikan kalimatnya.

-REPOST-
Sudah lengkap di Karyakarsa.

Senapas Tiga Cinta (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang