Sydney, 13 August 2012
"Camilla!"
Aku menoleh mendengar suara penuh semangat itu dan melihat Calum yang sedang berlari ke arahku.
"Hey, Cal." Balasku, sambil melambaikan tangan ke arahnya.
Calum berhenti tepat di hadapanku, "Kau mau kemana?" Tanyanya, sambil mengarahkan dagunya ke arah Paman Jesse yang sedang memanaskan mobil.
"Hanya menjemput kedua orangtuaku di bandara." Aku menaikkan sebelah alisku dengan heran. "Memangnya kenapa?"
Calum mengangguk - angguk. "Tidak. Tadinya aku ingin mengajakmu pergi ke festival musim dingin bersama beberapa temanku."
Aku tersenyum kecut. Bagaimana bisa aku melewatkan kesempatan untuk bertemu dengan teman - teman Calum? Calum sering bercerita tentang teman - temannya, mereka terdengar cukup keren dan membuatku ingin bertemu dengan mereka.
Seolah bisa membaca pikiranku, Calum tersenyum kecil dan memegang kedua bahuku. "Tidak apa, Cam. Santai saja. Tidak usah terlihat kecewa seperti itu, lain kali akan aku kenalkan kau dengan mereka."
"Hanya saja... Oh, maafkan aku. Bagaimana -"
"Apakah itu artinya kau akan segera pulang?" Sela Calum dengan nada cemas.
Hening sejenak, aku bingung harus menjawab apa. Disatu sisi, memang benar masa liburanku akan segera habis dan pulang ke Michigan. Tapi disatu sisi, aku tidak tahu kapan pastinya itu.
"Aku tidak tahu." Balasku pada akhirnya.
Calum mendesah. "Apakah kedatangan orangtuamu untuk berlibur atau hanya menjemputmu saja?"
"Berlibur, sepertinya."
"Berapa lama?"
"Mungkin seminggu atau lebih." Aku mengangkat bahu, merasa tidak yakin dengan jawabanku sendiri. "Lalu kami akan pulang Michigan."
"Kami?" Gumam Calum dan keningnya berkerut samar. Kedua tangannya saling terikat membentuk sebuah simpul. Ia sering melakukan itu jika merasa gugup atau cemas. Membuatku bisa membaca dengan jelas kecemasan yang ia rasakan sekarang.
Aku tersenyum penuh penyesalan, lalu menunduk menatap sepatu yang kukenakan. "Ya. Aku dan kedua orangtuaku."
Aku mendongak dan menatap mata Calum. Ia tidak menjawab, tapi aku bisa melihat sorot matanya yang terlihat sedih dan kecewa.
"Maafkan aku." Gumamku nyaris tak terdengar.
Calum menggeleng - gelengkan kepalanya, kemudian maju selangkah dan memelukku. "Tidak apa. Kita pasti bisa menghadapi ini, Camilla." Bisiknya tepat di telingaku.
***
I'm back. Bentar lagi cerita ini selesai nih, vote + comment nya tetep ditunggu yaa!

KAMU SEDANG MEMBACA
Shooting Star (Calum Hood)
Fiksyen PeminatKarena pada bintang jatuhlah aku selalu berharap untuk bisa bertemu dengannya lagi.