x

441 47 2
                                    

Sydney, 21 August 2012


Aku menatap sekeliling kamar ini sekali lagi. Memastikan tidak ada satupun barangku yang tertinggal disini. Aku tersenyum kecil saat melihat jendela tempatku dan Calum pertama kali bertemu. Di saat - saat seperti ini, rasanya ingin sekali aku mengulang hari itu.

"Sudah siap ?" Tanya bibi Ann sambil menepuk pundakku.

Aku mengangguk kecil dan berjalan mendahuluinya meninggalkan kamar.

"Camilla, kau sudah pamit pada Calum ?" Tanya bibi Ann lagi.

"Sudah kok."

"Lalu," Ia mulai memainkan alisnya dan tersenyum penuh arti. "Apakah dia ikut mengantarmu ke bandara ?"

Aku mengangkat bahu. "Entahlah, bi. Aku bahkan belum bertemu dengannya hari ini."

Bibi Ann hanya tersenyum sekilas sebelum berjalan meninggalkanku untuk berbicara dengan kedua orang tuaku.

Aku melirik rumah Calum yang tepat berada di sisi kanan rumah bibi Ann. Dan satu hal yang langsung membuatku lemas seketika adalah, mobil Calum tidak ada. Calum adalah tipe orang yang tidak pernah mau meminjakan mobilnya pada siapapun, termasuk kakak dan kedua orang tuanya.Itu berarti aku tidak akan bisa bertemu Calum untuk terakhir kalinya, dan mengucapkan kata - kata selamat tinggal seperti di film - film yang sering ku tonton.

"Ayolah, Cam. Cepat masukkan barang - barangmu. Tidak ada waktu untuk menangisi pacarmu itu. Pesawat kita akan berangkat sebentar lagi." Teriak Senna -kakakku sambil tetap memainkan ponselnya.

Aku mendesah lalu menarik kedua koperku. Aku menaikkan satu per satu koperkku sambil melirik rumah Calum. Aku sedikit berharap Calum akan tiba di rumah sebelum aku berangkat, atau setidaknya aku dapat melihat wajahnya untuk terakhir kalinya.

"Lama sekali." Gerutu Senna, saat aku baru saja mendaratkan pantatku disampingnya.

Aku mendengus dan menatap Senna sebal. "Cerewet."

Perlahan, mobil yang dikemudikan paman Jesse mulai berjalan keluar dari pekarangan. Seharusnya, aku sekarang sedang menatap keluar jendela dan menikmati pemandangan daerah ini untuk terakhir kalinya. Bukannya menundukkan kepala dan asyik memandangi sepatu vans yang sedang kukenakan saat ini, sambil terus memikirkan dimana sebenarnya Calum saat ini. Apakah ia tidak ingin bertemu denganku? Atau ada hal lain yang lebih penting dari kepulanganku?

Aku mendongak dan menatap Senna untuk beberapa saat. Ia terlihat sedang memainkan ponselnya sambil tersenyum kecil. Ia pasti sedang bertukar pesan dengan pacarnya yang sok tampan itu. "Apa yang sedang kau lakukan ?"

"Mengirimi Michael pesan." Jawabnya acuh tak acuh, tanpa sedikitpun mengalihkan pandangan dari ponselnya itu.

Aku memutar bola mataku dengan malas saat mendengar jawaban Senna. Baru seminggu berpisah saja sudah seperti itu, bagaimana denganku dan Calum nanti. Apakah kami akan tetap berkirim pes- hei tunggu, kenapa aku tidak mengirimkan Calum pesan saja sekarang dan bertanya maukah ia menemuiku untuk terakhir kalinya.

Aku terus mengetuk - ngetukkan jariku pada kaca sambil terus mencoba menuliskan pesan pada Calum. Aku benar - benar tidak tahu apa yang harus kutulis. Hampir saja aku mengirimkan kata - kata mengerikan yang belakangan menurutku sangat tidak pantas dikondisi seperti ini.

"Duh apasih yang sedang kau lakukan? Bisakah kau tenang sedikit, huh?" Sentak Senna yang merasa terganggu dengan suara ketukkan jariku.

"Berusaha mengirimi Calum pesan."

Senna mengibaskan tangannya di udara, kemudian berkata, "Sudahlah, lupakan saja dia. Kalian akan segera terpisah benua dalam beberapa jam lagi."

Aku mendesah mendengar suara Senna yang bernada mencemooh itu. "Tapi aku benar - benar menyukainya."

Tidak ada jawaban dari Senna. Aku kembali menunduk menatap ponselku, mengetikkan sesuatu yang kurasa pantas dan mengirimnya.


[Semoga kita bisa bertemu lagi nanti. x]


***


Hehe, aku bagi 2 part untuk bagian kepulangan Camilla. Artinya tinggal 2 part lagi termasuk epilog nih. YAY!

Vommentsnya tetap ditunggu ya.

Shooting Star (Calum Hood)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang