Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seakan lupa dengan apa yang ia katakan dan perjanjian mereka sebelumnya.
Jam istirahat yedam hanya ia habiskan dengan satu kotak susu, dan roti selai strawberry, sembari berdiri disudut dengan maniknya tak henti menatap doyoung yang duduk bersama teman teman basketnya.
"Liatin aja mulu dam" celetuk hyunsuk.
Yedam mendelik tak suka, ia sudah menyiapkan syal rajut buatannya karena bentar lagi akan menyambut musim salju.
Ia meninggalkan hyunsuk dan jihoon yang sibuk dengan kegiatan mesra mesra keduanya.
Sedangkan yedam yang berjalan menyusuri koridor sembari meloncat kecil tak menyadari pandangan gemas dari siswa yang melihat.
Ia memasuki kelas haruto yang sekelas dengan doyoung lagi, untung kelasnya sepi hanya ada anak nerd yang tak peduli sekitar kecuali belajar.
Yedam melepas syal yang terikat rapi dilehernya, dan menaruh dengan rapi disana, yedam melihatnya melihatnya beberapa saat, sebelum menutupnya.
BRAK.
Tubuhnya tersentak, bukan tangannya yang menutup pintu loker dengan kekuatan seperti itu.
Yedam membalik tubuhnya, maniknya spontan membuang arah dari pandangan tajam yang doyoung lontarkan.
"A-ah m-maaf" yedam hendak keluar dari kukungan doyoung, tapi doyoung menahannya malah menghimpitkan tubuh keduanya.
"Kenapa masih diem diem? Lo lupa kita itu apa sejak kemarin"
Doyoung memiringkan wajahnya, yedam membuang arah membuat doyoung otomatis dapat menghirup celuk lehernya dalam dalam.
Yedam tak menjawab, tubuhnya meremang. Kaki dan tangannya bergetar, rasanya kelu hanya untuk bicara.
Doyoung menggeser tubuh yedam dan mengambil syal rajut berwarna peach itu, senyumnya mengembang, yedam kira doyoung menyukainya.
Dengan asal ia melingkarkan syal itu pada leher yedam dan memegang masing masing ujung syal didepan dada yedam.
"Manis, ah kayaknya bakal nambah cantik deh. Ayo ikut"
Doyoung menarik tangan yedam yang gugup diperlakukan seperti itu oleh doyoung.
Sangking cepatnya jantung yedam saat ini, ia tak menyadari dirinya sudah sampai sigudang sekolah.
Baru sekarang yedam terpikirkan untuk melepaskan cengkraman doyoung pada pergelangan tangannya.
[WHY]
"Ladida dida ladida didi, sudenlly you call my name, And i lose my brain And i float up to the moon~~"
Alunan merdu lelaki berkulit tan yang berkontaminasi dengan sinar matahari itu, terlihat sangat indah melebihi bunga mawar yang sedang disiraminya.
"Ladida didi ladida diDAAKKHH"
Nadanyaa hancur seketika membalik untuk menyirami bunga selanjutnya, malah harus menyirami lelaki tampan.
Untung jeongwoo kenal lelaki dihadapannya, jika bukan mungkin lelaki ini adalah bunga yang tiba tiba berubah menjadi pangeran tampan.
"A-ah haruto m-maaf" jeongwoo menaruh alat siram tanaman otomatis itu ditanah dan melewati haruto yang sama terkejutnya.
Tapi insting haruto yang tak mau si manis pergi terlalu cepat pun menahannya kembali.
Melihat tak ada respon dari jeongwoo yang seperti menghindari tatapan mata juga seakan tak mau disana bersama haruto berlama lama.
Haruto menarik nafasnya dan menghembuskannya kesal.
"Bisa gak, lo jangan pergi? Lanjutin aja nyiramnya, biar gue yang pergi" haruto melepaskan cengkramannya, hendak melewati jeongwoo yang kelabakan.
Sekarang gantian jeongwoo yang menarik seragam haruto pelan.
"E-engga gak gitu, eumm gue bakal lanjut. Lo silahkan mau ngapain terserah" jeongwoo dengan gelagapan mengambil kembali siraman otomatis dan berusaha mengabaikan haruto dibelakangnya entah melakukan apa.
"Tangan lo udah baikan?" Tanya haruto.
"U-udah. Makasih bantuannya hari itu"
"Coba liat" dengan tidak sopan haruto menarik tangan jeongwoo cukup kasar, menariknya hingga ke siku dan melihat perban yang sepertinya belum pernah diganti.
"Ini gak diganti?"
Jeongwoo menutup kembali lengan seragamnya.
"Lupa"
Melihat respon jeongwoo membuat haruto kesal sendiri, ia tak suka saat jeongwoo dengan wajah seperti tak peduli sama sekali dengan dirinya sendiri.
Haruto menarik tangan jeongwoo tiba tiba yang memberontak dibelakangnya.
"L-lo mau kemana sihh?!! Lepasin, kan tadi gue bilang lakuin apapun jangan ganggu gue!!" Haruto memilih abai.
Sesampainya di uks, jeongwoo didudukkan paksa saat ia berusaha kembali berdiri. Haruto menghipitkan tubuhnya, agar kedua kakinya menjepit salah satu kaki jeongwoo yang duduk dipinggir ranjang.
Tangannya ditarik paksa, saat perban itu dilepas, jeongwoo meringis merasakan kulit dan daging itu ada yang tertempel pada sisi perban.
"Awh"
"Sssstt" mendengar ringisan jeongwoo, haruto dengan lembut meniup luka itu, memberikannya betadine dan membalutinya lagi dengan perban baru.
Tanpa disadari, jeongwoo menggigit bibirnya agar tak mengeluarkan suara aneh apapun.
Detik setelahnya, jeongwoo terdiam saat haruto mengecupi luka terbalut perbannya dan menatapnya dari lirikan mata elangnya.
"Masih sakit?"
"S-sedikit" jujur jeongwoo.
Haruto melanjutkan kegiatannya, mengecupi hampir setiap sisi perban sampai tak sadar jeongwoo dibuat merona akibatnya.
"Gue sayang sama lo woo, gue tau lo gak sayang sama gue"
Jantung jeongwoo seakan berhenti berdetak, apalagi saat pemuda watanabe itu menatapnya dengan lembut sembari mengusap lembut jari jemarinya.
"Tapi seenggaknya lo harus sayang diri lo sendiri"
"Gue tau lo menghindar, gue tau lo menjauh...... gue lelah woo tapi gue gak mau menyerah, Asal lo tau gue masih berharap" haruto menatap manik jeongwoo yang menatapnya lugu.
Jika jeongwoo bukan pacar orang, haruto sudah mengukungnya diranjang uks pasti.
"Hehe maaf ngomong asal, maaf ya udah narik lo tiba tiba. Perbannya jangan lupa diganti,
Kalo gak bisa gantinya, panggil gue aja, gue selalu ada buat lo"
Haruto tertawa canggung, ia juga bingung kenapa bisa mengatakan kata kata cheese itu didepan jeongwoo, jangan sampai jeongwoo semakin menjauh.