17. Ketika Langit Merasa Bersalah

260 28 164
                                    

"Mungkin seperti inilah ketika langit merasa bersalah pada hujan karena telah menjatuhkannya tanpa peduli betapa besarnya rasa sakit yang hujan rasakan. Jika iya maka aku ingin mengatakan pada hujan bahwa rasanya sangat menyakitkan. Hampir sama sakitnya seperti saat hujan jatuh dari ketinggian."

Aiden Wiranugraha

─ Aiden Wiranugraha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading💜

Risa sudah merasakannya selama bertahun-tahun. Dia pikir dia sudah cukup kuat. Namun ternyata tidak. Malam ini saat dia menyaksikan ibunya dipukul oleh ayahnya yang sedang mabuk dia kembali merasakan sakit itu. Sakit yang teramat dalam. Padahal dia pikir tidak akan sesakit ini lagi. Namun sekali lagi ia salah. Rasanya masih sesakit saat pertama kali ia melihat bagaimana ayahnya melampiaskan amarahnya pada sang ibu.

"Ibu!!" Risa menghampiri ibunya kemudian memeluk wanita itu. Hingga kini dialah yang menjadi sasaran sang ayah. Namun dia tidak peduli. Karena yang terpenting baginya adalah ibunya baik-baik saja.

"Minggir anak sialan!" Risa merasakan tubuhnya ditarik oleh sang ayah lalu dilempar keluar dari kamar ibunya. Gadis itu meringis kesakitan saat kepalanya membentur lantai. Namun rasa sakit itu tak seberapa jika dibandingkan dengan rasa sakit saat menyaksikan ibunya disiksa oleh ayahnya sendiri. Dan kini ia melihat sang ayah melepas ikat pinggangnya untuk kemudian hendak mencambuk ibunya. Risa dengan segera bangkit dari posisinya dan memeluk kaki ayahnya.

"Ayah tolong jangan cambuk Ibu. Risa mohon, Ayah." Risa memohon pada sang ayah. Tanpa sadar air matanya telah berjatuhan membasahi pipinya. Namun ayahnya tak juga luluh oleh air matanya. Pria itu justru menendang Risa lalu menyeret putrinya itu menuju kamarnya. Risa berusaha melawan dan itu membuat ayahnya marah hingga pria itu melayangkan pukulan padanya. Sudut bibirnya berdarah akibat pukulan sang ayah. Namun sekali lagi itu tak ada apa-apanya bagi Risa. Karena percayalah, Risa sudah sering merasakan lebih dari sekedar pukulan.

"Jangan ikut campur urusan orang tua!" Itu adalah kalimat terakhir yang Risa dengar sebelum pintu kamarnya dikunci dari luar oleh ayahnya. Dan setelahnya hanya jeritan pilu sang ibu yang ia dengar.

Risa meraung dalam tangisnya. Dia ingin sekali keluar dari kamarnya dan membantu ibunya. Namun apalah daya. Kamarnya dikunci dari luar. Jadi satu-satunya yang dia lakukan hanyalah menangis sembari berusaha membuka pintu kamarnya meski ia tahu bahwa itu tidak ada gunanya. Lalu saat jeritan sang ibu terdengar semakin lemah dan suara cambukan sang ayah terdengar semakin kuat gadis itu mengacak rambutnya sendiri. Jeritan lemah itu terlampau menyayat hati. Dan kenyataan bahwa dia sama sekali tidak bisa menyelamatkan ibunya dari amarah ayahnya membuatnya hampir gila. Oh, Tuhan tolong tunjukkan keajaibanmu. Tolong selamatkan ibunya.

Suara jeritan sang ibu kini tak lagi terdengar. Begitu pula suara cambukan sang ayah. Risa masih menangis sesenggukan. Hingga akhirnya tubuh gadis itu meluruh. Ia terduduk di lantai lalu memukul kepalanya sendiri karena merasa gagal melindungi ibunya. Ya, Risa memang sering gagal. Bahkan dia sering gagal di semua mata pelajaran. Namun kegagalan yang paling menyakitkan baginya adalah kegagalan melindungi ibunya sendiri.

Love Me Right Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang