n

43.1K 4K 5
                                    

Pesta pernikahan Alice dan Andrean pun akhirnya selesai juga, tepat pukul 12 malam. Wow. Lama, bukan?

Sepanjang acara, tepatnya setelah Alice dan aku yang sempat bersitegang, aku hanya duduk di meja kami. Sesekali aku akan ikut bersama dengan Hendrick berkeliling menyapa para koleganya, atau sesekali menjadi seksi repot jika mama Clara membutuhkan bantuan.

Oh iya, saat di pesta aku juga bertemu dengan beberapa sahabat Alice yang lainnya, dan tentu saja mereka tahu bagaimana hubunganku dengan kedua mempelai di masa lalu. Beberapa dari mereka mencelaku yang berani datang ke pesta pernikahan keduanya. Hell, mereka belum tahu saja kalau aku sekarang sudah menjadi bagian dari keluarga mempelai wanita.

Selepas pesta, aku dan Hendrick tidak kembali ke rumah. Kami memutuskan untuk menginap semalam di hotel tempat berlangsungnya acara. Malam itu aku merasa aku dapat tidur dengan sangat nyenyak setelah beberapa minggu belakangan ini harus ikut menjadi seksi repot di pernikahan Alice.

***

Aku tidak tahu sudah berapa lama aku tidur. Saat aku membuka mata, sinar matahari telah memenuhi sesisi kamar hotel tempatku bermalam. Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling dan tidak menemukan Hendrick dimanapun. Bahkan bantal yang digunakannya saat tidur di sofa tadi malam sudah terletak dengan rapi di sisi ranjang yang tidak kugunakan.

"Kemana pria itu?" gumamku.

Karena tak mendapatinya dimanapun akhirnya aku memutuskan untuk segera membasuh diri. Namun sebelumnya aku memesan layanan kamar untuk mengantarkan sarapanku.

***

Setelah berendam selama beberapa menit, aku merasa rileks. Tubuhku yang lelah karena semalaman berada di pesta Alice kini terasa bugar. Setelah selesai membilas tubuh, aku memutuskan untuk segera keluar dan berpakaian.

Namun betapa terkejutnya aku saat keluar dari kamar mandi malah mendapati seseorang yang tak seharusnya berada di kamarku. Berusaha untuk bersikap tidak peduli, aku segera menuju koper dan mengambil pakaian gantiku, kemudian kembali lagi ke kamar mandi untuk memakainya. Dan selama itu, aku merasakan tatapan tajam yang sedari tadi terus mengikuti gerakanku, hingga aku menghilang di balik pintu kamar mandi.

"Sedang apa kau di sini?" Ujarku setelah aku selesai berpakaian.

Aku berharap aku mendapatkan sebuah jawaban, namun ternyata orang yang sedang ku ajak bicara hanya memandangku tanpa mengeluarkan suara barang sepatah kata.

"Baiklah. Terserah jika kau tidak ingin menjawab. Lagipula aku tidak perlu tahu alasanmu. Tapi yang jelas, aku tidak ingin melihatmu di sini. Jadi sebaiknya kau keluar dari kamarku."

Orang itu masih saja diam. Tidak mengeluarkan suara, juga tidak beranjak dari posisinya yang sedang duduk di sofa yang ada di kamar hotelku. Entah apa maunya manusia ini

"Baiklah, jika kau tidak ingin keluar, aku saja yang keluar. Aku muak berada di ruangan yang sama denganmu."

Aku segera mengambil ponselku, kemudian beranjak menuju pintu kamar saat kurasakan seseorang mencekal pergelangan tanganku. Tuhan, sebenarnya apa mau orang ini sih?

Segera saja aku menghempaskan tangan itu kemudian berbalik menghadapnya, bersiap memuntahkan amarah yang seketika memuncak. Berani sekali dia menyentuh tanganku.

"Kau!"

"Ya, aku."

***


"Sebenarnya apa maumu? Dengan tidak sopannya kau menyelinap ke kamarku, dan sekarang kau mencoba menahanku. Dimana akal sehatmu, hah?"

"Sudah kubilang bahwa kita perlu bicara."

"Dan sudah kukatakan bahwa tidak ada yang perlu dibicarakan."

Aku heran dengan makhluk di depanku ini. Semalam baru saja kami merayakan pernikahannya, dan sekarang dengan beraninya dia menyelinap ke kamar hotelku. Sungguh tindakan yang sangat terpuji.

"Lebih baik kau segera kembali ke kamarmu, atau istrimu akan berpikir yang tidak-tidak nanti."

Aku memilih keluar dari ruangan itu. Berada terlalu lama di ruangan sesempit itu bersama orang yang tidak kita sukai membuat dadaku sesak, dan itu rasanya tidak enak.

***

Hey, MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang