m

44.5K 4.3K 12
                                    

Selesai acara dansa, kedua mempelai tidak segera kembali ke singgasana mereka. Keduanya bersama dengan para orangtua mempelai mendatangi meja para tamu satu persatu. Aku yang duduk sendiri di meja kami juga menerima kunjungan dari kedua mempelai. Namun aku tahu bahwa niat mereka bukan untuk menyapa. Ada niat terselubung yang membawa pasangan itu menghampiriku. Aku semakin yakin, apalagi ketika melihat raut wajah yang ditampilkan Alice. Sungguh sangat tidak enak untuk dilihat.

"Sebenarnya apa maumu, Yasmine? Menghancurkan hari pernikahanku?" mulainya dengan suara tertahan. Namun aku tahu jika dia sedang marah. Marah besar. Mungkin jika ini dunia kartun, wajah Alice akan memerah hingga keluar asap yang mengepul dari lubang hidungnya. Ah, jangan lupakan juga dari atas kepalanya akan muncul asap yang sama mengepulnya.

"Kak Alice, memangnya apa yang sudah kulakukan? Aku hanya sedang menikmati pesta pernikahan kakak iparku, itu saja."

Aku menjawab dengan tenang. Menampilkan raut wajah bahagia. Bahagia telah berhasil membuatnya tampak kesal di hari pernikahannya.

"Menikmati katamu? Menikmati karena sudah berhasil mengambil semua atensi para tamu sehingga hanya fokus padamu?" Kali ini kemarahannya dia lampiaskan semuanya. Hal ini berhasil menarik perhatian beberapa tamu di sekitar mejaku.

"Aku tidak mengambil atensi semua tamu darimu. Jika mereka lebih memperhatikanku, itu artinya aku jauh lebih menarik darimu. Wajar sih kak, aku kan jauh lebih cantik darimu. Dan maaf, usahamu yang ingin mempermalukanku harus gagal. Sayang sekali, padahal aku rasa kamu sudah sangat menantikannya. Benar?"

"Sudah sayang. Sebaiknya kita pergi ke meja tamu yang lainnya. Orang-orang sudah mulai memperhatikan kita."

Uh, kenapa suara maskulin yang dibuat lembut itu terdengar menjijikkan di telingaku, ya?

"Ya, sebaiknya kalian pergi. Atau semua orang di ruangan ini akan tahu apa yang melatarbelakangi pernikahan ini."

Wajah pria itu mengeras, dan ketika kulihat ke arah tangannya, tanggannya juga mengepal erat. Baiklah, sepertinya aku sudah memancing kemarahan kedua mempelai. Tidak ingin mempermalukan diri, aku segera berlalu meninggalkan keduanya yang masih berdiri di dekat mejaku.

***

Mungkin kalian bertanya-tanya kenapa Alice menjadi sangat marah padaku. Baiklah, aku akan menjelaskannya secara singkat.

Setelah aku pergi meninggalkan Brenda, aku melihat Hendrick, suamiku yang sangat menyebalkan itu sedang bersenda gurau bersama seorang wanita yang tidak lain adalah adiknya Mbak Sandra. Karina namanya.

Melihatnya aku menjadi kesal. Bukan karena cemburu. Tapi lebih kepada sikapnya yang bisa begitu hangat kepada Karina, sedangkan kepada Baby Al pria itu menjadi begitu dingin. Karena kesal, aku menarik Sean yang saat itu berada tidak jauh dari Hendrick dan membawanya ke lantai dansa. Rasa kesalku membuat gerakanku dan Sean menjadi terlalu lihai dan sedikit liar. Dibanding berdansa romantis, kami - atau lebih tepatnya aku - bisa dibilang sedang menari salsa.

Aku tahu, aku sudah merusak tatanan acara. Aku tahu aku kini menjadi pusat perhatian setelah pasangan-pasangan yang tadinya asik berdansa menyingkir secara perlahan, menyisakan aku, Sean, dan si pemilik acara di sana. Namun aku baru sadar bahwa atensi para tamu hanya berpusat padaku - benar-benar padaku - setelah musik berhenti dan aku selesai menari.

Gemuruh tepuk tangan dari para tamu lay yang akhirnya menyadarkanku. Aku menatap sekeliling. Mendapati raut wajah takjub para tamu, kekesalan mama Clara, wajah datar Hendrick, juga kemarahan Alice. Oh, jangan lupakan tatapan merendahkan Brenda.

Jadi, jika kalian berpikir Alice begitu marah hanya karena aku terlihat lebih cantik darinya di hari pernikahannya. Kalian salah. Karena kemarahan Alice adalah karena secara tidak sengaja, dengan dorongan rasa kesalku pada Hendrick, aku telah menjadi bintang utama di acara pernikahannya.

***

Hey, MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang