b

64.9K 5.7K 25
                                    

Baby Aleandro O'niell. Bayi laki-laki yang sejak lahir sudah kehilangan ibunya. Serta dijadikan objek yang selalu disalahkan atas meninggalnya ibunya. Aku kasihan sekali pada anakku itu. Semua orang membencinya, bahkan suamiku juga.

Saat ini aku sedang mengunjungi rumah mertuaku, dengan Baby Al yang berada dalam gendonganku. Sejujurnya aku tidak terlalu suka berkunjung ke sana, karena mertuaku juga sepertinya tidak terlalu menyukaiku.

Jika saja bukan karena amanat kak Sandra, sudah pasti aku tidak akan menjadi menantunya. Mungkin adik wanita itulah yang akan mereka jadikan menantu.

"Kamu sudah datang?"

Mama mertuaku menatap keberadaan Baby yang berada dalam dekapanku dengan enggan.

"Mama apa kabar?"

"Baik. Kenapa anak itu kamu bawa juga?"

"Baby Al kan anak aku, ma. Lagipula tidak ada yang menjaganya jika aku meninggalkannya di rumah."

Mama Clara mengernyitkan dahinya. Mungkin dia bingung mendengar sebuah nama yang kusebutkan. Sebenarnya akulah yang memberi nama pada bayi laki-laki ini.

"Ya. Namanya Baby Aleandro O'niell, ma. Aku memberinya nama itu karena mas Hendrick tidak mau memberi nama untuknya."

"Baguslah."

Hanya itu, setelahnya mama Clara berlalu pergi. Tanpa melirik sedikitpun ke arah Baby. 'Malang sekali nasibmu, nak' batinku meringis pilu.

Aku segera mengikuti langkah mama Clara memasuki rumah. Tadi pagi mama meneleponku dan menyuruhku datang ke rumahnya lebih awal. Katanya akan ada acara malam ini di kediamannya, dan beliau meminta bantuanku untuk mempersiapkannya.

"Rumah kok sepi, ma? Kak Alice ke mana?"

Alice adalah kakak iparku. Anak pertama dalam keluarga suamiku, sekaligus anak perempuan satu-satunya dalam keluarga besar O'niell.

"Dia pergi bersama calon suaminya. Cepat letakkan anak itu di kamar, banyak yang harus kita kerjakan untuk acara nanti."

"Kak Alice mau lamaran ya, ma?"

"Bukan lamaran, hanya makan malam bersama keluarga Andrean saja. Cepat letakkan anakmu, dan segera datang ke dapur setelahnya."

Aku hanya bisa menganggukkan kepala menyetujui semua perkataan mama Clara. Perkataan mama Clara adalah titah, yang nilainya mutlak. Tidak ada yang bisa menentang perkataan mama Clara. Bahkan papa Alex sekalipun.

Baby Al merengek pelan saat aku meletakkannya di atas ranjang lama milik Hendrick. Bayi itu sepertinya merasa terganggu karena kehilangan kehangatan.

"Baby, mama akan sibuk sekali setelah ini. Kamu jangan nakal ya, sayang."

Aku tahu dia tidak akan mengerti perkataanku, namun mengajaknya berinteraksi sudah menjadi keharusan dalam hubungan kami. Aku hanya ingin membangun ikatan yang kuat antara aku dan anakku.

Setelah memastikan Baby Al aman di atas pembaringannya, aku keluar kamar dan menuju dapur, sesuai dengan yang diminta mama Clara. Di sana kutemui beberapa pelayan sedang membantu ibu mertuaku sibuk menyiapkan hidangan untuk jamuan nanti malam.

"Ma,"

"Kamu bantuin buat hidangan penutupnya."

Aku segera melakukan apa yang mama Clara suruh. Membuat hidangan penutup bukan masalah yang sulit untukku. Kini fokusku hanya pada alat dan bahan yang sudah disediakan oleh para pelayan yang ikut membantu. Baiklah, kutunjukkan skill memasakku yang akan membuat semua orang tercengang. Tunggu dan lihat saja.

***

Hey, MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang