Bagian 01 - Sebuah Prolog

922 109 56
                                    

Happy reading.

***

Lelaki  itu mengembuskan napas berat kala mendengar penuturan dokter bahwa umurnya tidak akan lama lagi. Senyuman yang selalu mengembang kini perlahan meluntur. Ada rasa sakit dalam hati. Ia datang ke rumah sakit sendirian. Orang tuanya tidak ada yang tahu-menahu soal penyakit yang ia alami. Cowok itu begitu pandai menyembunyikan penyakitnya.

“Dua bulan lagi, ya?” lirihnya menatap sebuah kertas putih yang diberikan oleh dokter. Sebisa mungkin lelaki itu menarik sudut bibir agar bisa tersenyum, dokter yang melihatnya pun tidak tega untuk mengatakan hal itu. Tetapi ini semua sudah menjadi kewajibannya untuk menyampaikan informasi pada pasien. Pasien yang sudah lama ia tangani.

“Iya, Kenzo. Kamu hanya memiliki waktu sisa dua bulan lagi untuk menikmati hidup. Saya tahu kabar ini mungkin akan membuatmu kecewa, tapi saya mau bilang sama kamu, kamu hebat dan kamu punya jiwa semangat yang tinggi. Buktinya kamu bisa bertahan sampai sekarang. Terima kasih, ya?” Dokter bernama Arjuna itu selalu memberikan dukungan pada pasiennya yang bernama Kenzo. Pasien yang sudah lama ia tangani dalam sembunyi-sembunyi.

Awalnya dia tidak menyangka bahwa anak sekecil Kenzo sudah menderita penyakit mematikan. Namun ini semua sudah kehendak Tuhan, ia sebagai dokter hanya bisa mengobati bila perlu bisa menyembuhkan, tapi balik lagi ke poin pertama; takdir, rezeki, jodoh, dan kematian sudah diatur oleh Sang Pencipta. Tugas dokter memang mengobati dan menyembuhkan, tetapi semuanya sudah direncanakan oleh Tuhan. Sang Pencipta yang mempunyai segalanya.

“Dok, saya nggak kuat harus menunggu kematian itu datang. Saya—”

“Ngomong apa kamu, Ken? Takdir dan kematian sudah diatur Tuhan. Alur kamu sudah tersimpan rapi dalam skenario Tuhan. Tugas kamu sekarang hanyalah bersemangat. Kamu jangan menyerah, itu semuanya nggak ada gunanya. Percuma kamu menyerah sekarang, coba pikirin ulang, buat apa kamu bertahan sampai sekarang kalau pada akhirnya kamu menyerah juga?”

Kenzo menunduk dengan kedua tangan meremas ujung jaket. Perkataan dokter Arjuna memang ada benarnya, buat apa ia bertahan jika akhirnya menyerah juga? Membuang waktu dan tenaga saja. Dokter Arjuna begitu sabar juga baik padanya, Kenzo bahkan merasakan sosok ayah dalam diri dokter Arjuna.

“Ken, saya tahu kabar ini buat kamu jatuh. Tapi yang harus kamu tahu, di dunia ini nggak ada yang abadi semuanya pasti meninggal. Begitu juga dengan saya dan kamu. Setiap manusia pasti akan meninggal dalam takdir yang sudah ditentukan, dalam tanggal yang sudah ditentukan. Saya bangga kenal kamu, Ken. Hanya kamu yang bisa bertahan sampai sekarang. Melewati rasa sakit yang begitu luar biasa.”

Kenzo perlahan mendongak, melihat Dokter Arjuna dengan senyum tipis. Ia merasa ada penyemangat datang. “Terima kasih, Dok. Kalau begitu saya permisi pulang dulu,” pamitnya sembari berdiri.

“Terima kasih kembali, Ken, sudah bertahan sampai titik sekarang. Jangan melakukan aneh-aneh, ya? Saya percaya kamu kuat untuk menghadapi ini semua.” Dokter Arjuna berkata setelah Kenzo berjabat tangan. Kenzo mengangguk lantas pergi meninggalkan ruangan bercat putih dengan bau obat yang menyengat.
Dokter Arjuna menatap punggung Kenzo yang sudah mulai menjauh. Ia tersenyum kecil melihat pasiennya itu.

Dia hanya berharap pada Tuhan agar tidak menjemput Kenzo sekarang. Lelaki itu masih muda dan butuh kesenangan meski hanya sebentar. Namun saat melihat keadaan Kenzo barusan, membuatnya merasa sakit.

Wajah yang begitu memucat dengan mata yang lelah, dan tubuh lumayan kurus. Sangat memprihatinkan bagi yang melihat.

Dalam perjalanan pulang, Kenzo meneliti setiap jalan yang ia lewati. Udara dingin berembus menerpa kulit tapi tidak memengaruhi dirinya untuk menggunakan kecepatan tinggi. Biarkan saja seperti ini. Kenzo lebih nyaman seperti sekarang.

Kenzo melihat ada rooftop gedung lama tidak jauh dari sana. Dengan segera ia mendatangi danau itu. Sesampainya, ia memandangi danau dan menghirup udara malam. Setelah, dia melihat bintang-bintang bersinar terang. Saat sibuk memandangi bintang, Kenzo tiba-tiba terpikirkan untuk berdoa pada Tuhan agar tidak mengambil nyawanya dalam waktu dekat ini. Kenzo ingin memberikan sebuah hadiah untuk sang ayah. Orang yang paling berjasa dalam hidupnya. Sosok pria yang merawatnya sejak kecil sekaligus memberikan luka begitu dalam.

Selesai. Setelah berdoa Kenzo langsung mengambil batu kerikil dan melemparkannya pelan. Asyik dengan lemparan batu kecil, Kenzo tak sadar bahwa di sebelah Utara terdapat seorang gadis yang hendak terjun ke bawah. Memang rooftop itu terdapat pagar sedada supaya lebih aman. Beberapa detik, Kenzo mengalihkan pandangannya ke segala arah hingga menemukan satu ke ganjalan. Gadis itu sedang apa?

Kenapa tingkahnya mencurigakan?

Kenzo sadar dan langsung mendatangi gadis yang mengenakan jaket hitam itu. Untung saja jarak di antara mereka tak terlalu jauh memungkinkan Kenzo berhasil mencegah. Dapat! Kenzo berhasil menggapai tubuh gadis itu.

“Tolong lepasin gue!” bentak gadis itu dengan isak tangis.

“Enggak. Lo mau apa? Lo jangan aneh-aneh, deh. Gue gak mau lo lakuin tindakan bodoh kaya tadi.”

Gadis itu mencoba mengatur pernapasannya. “Lo jangan sok perhatian. Sekarang gue minta tolong lepasin, biarin gue terjun ke bawah. Gue pengin mengakhiri ini semua! Buat apa gue hidup kalau Tuhan nggak pernah kasih gue kebahagiaan?”

Dalam pelukan belakang, Kenzo menggeleng kencang. Ia tidak akan membiarkan perempuan ini jatuh ke danau. Tidak akan pernah. “Gue gak akan lepasin lo dari pegangan gue. Tolong pikirkan sebelum mengambil keputusan. Semuanya ini masih bisa dibicarakan baik-baik. Gue memang gak tahu apa masalah lo, tapi yang gue harap, lo nggak akan ngelakuin hal bodoh seperti tadi. Tindakan yang lo lakuin tadi nggak ada gunanya, malahan yang ada menambah masalah lo. Percaya atau enggak, Tuhan pasti kasih lo kebahagiaan. Mungkin belum waktunya sekarang, tapi nanti.”

“Bohong. Omongan lo cuma bikin gue tenang supaya nggak jadi bunuh diri, kan? Percuma nggak akan mem-“

“Enggak. Gue beneran ngomong kaya gitu supaya lo tahu, tindakan kaya gini gak ada gunanya. Cuma menyusahkan diri sendiri. Buang pikiran itu jauh-jauh, ya?” Kenzo membalikkan badan perempuan itu, menatap kedua mata gadis berkuncir satu, tulus.

“Buat apa? Tuhan gak pernah kasih gue kebahagiaan. Di dunia ini gue selalu dibuat menderita. Orang satu-satunya yang paling gue cintai sudah pergi meninggalkan gue begitu aja! Jadi buat apa gue hidup?”

Kenzo tersenyum tipis. “Kalau begitu, mau gue bahagiakan?” Entah sadar atau tidak, yang jelas, Kenzo hanya mau perempuan itu tidak melakukan tindakan bodoh seperti tadi. Terdiam cukup lama hingga akhirnya cewek itu mengangguk.
Dan malam itu, kisah mereka dimulai. Tidak terbayang dan tidak sama sekali diduga.

Pertemuan yang tak sengaja malah membuat kisah begitu berarti dalam waktu singkat. Entah apa yang membuat Kenzo berujar seperti tadi, mungkin karena sisa umurnya yang tak akan lama lagi? Atau mungkin karena permasalahan yang tengah dihadapi perempuan itu?

Laut Kelabu [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang