Bagian 12 - Meet again

50 25 2
                                    

Sudah satu Minggu Kenzo menghilang bak ditelan bumi. Renjana sudah mulai mencoba menghubungi lelaki itu, dari mulai pesan hingga telepon semuanya tidak pernah diangkat. Sialnya lagi, Renjana tak pernah diajak ke rumah Kenzo. Jikalau Renjana pernah diajak, mungkin dia akan segera mendatangi rumah pria itu dan menuntutnya penjelasan. Kenapa tiba-tiba menjauhinya? Padahal Kenzo sudah pernah berjanji bahwa akan selalu ada untuknya dalam kondisi apa pun.

Renjana kecewa? Pasti. Perempuan mana yang tidak kecewa saat dibohongi? Apalagi sosok itu sudah kita anggap sebagai orang terdekat kita, tapi malah orang itu membohongi.

Renjana sangat marah.

Namun ia tidak bisa apa-apa, selain menunggu balasan dari Kenzo. Ingin rasanya kalau sudah bertemu, Renjana mencabik-cabik wajah tampan lelaki tersebut. Selama satu Minggu pun, Renjana sering memimpikan Kenzo kalau ternyata— pria yang dia kenal itu— mempunyai suatu riwayat penyakit mematikan.

Renjana sangat takut. Takut kalau mimpi itu beneran terjadi. Ia tidak ingin kehilangan Kenzo. Dia tidak tahu kehidupannya tanpa sosok Kenzo akan seperti apa.

Hampa? Mungkin kata itu lebih cocok. Renjana mengacak rambutnya kasar berulang kali. Sampai detik sekarang pesan yang ia kirimkan pada Kenzo belum dibalas satu pun. Ia mendengkus kesal. “Akh! Kenapa, sih, Ken? Kenapa lo tiba-tiba ngejauh dari gue? Kalau memang gue ada salah dalam perkataan ataupun tindakan yang gue lakuin, seharusnya lo negur. Bukannya ngejauh tanpa bilang sepatah kata pun! Lo terlalu kekanakan!”

Gadis itu mengirimkan sebuah pesan suara pada Kenzo. Biarkan saja image-nya hilang di depan cowok itu karena memarahi. Renjana rindu. Renjana sangat kangen dengan sosok berwajah pucat tersebut.

Rindu perlakuan, rindu senyuman hangat, rindu bau badannya yang sudah menjadi ciri khas, dan wajahnya yang memucat seperti mayat hidup. Gadis itu menoleh pada pintu kontrakannya.
Iya, Renjana memang sudah tidak tinggal satu rumah dengan Bara, dikarenakan kejadian satu Minggu yang lalu. Renjana sudah tidak bisa memaafkan kesalahan pria yang ia anggap sebagai ayah itu.

Banyak kesalahan yang pernah dilakukan secara berulang-ulang, hingga Renjana merasa kata maaf sudah tak pantas didapatkan.

Mungkin selama ini, Renjana selalu merasa dibodohi. Dibodohi karena selalu memaafkan orang yang tidak pernah bisa berubah menjadi pribadi yang lebih baik.

Renjana mengernyit. Penasaran siapa yang datang kemari di pukul delapan pagi ini? Bahkan, ia saja belum mandi. Karena penasaran, gadis itu akhirnya bangkit dan mengintip siapa yang datang. Matanya membola saat menatap wajah pria itu. Raga. Iya, sosok yang menolongnya pada kejadian satu Minggu yang lalu, datang. “Eh, lo?”

“Hai, selamat pagi, Ren,” sapa Raga hangat.

Renjana tersenyum kecil. “Udah lama?”

“Belum.” Renjana mengangguk kecil. “Aku tebak, kamu pasti belum mandi, kan?” lanjut Raga membuat perempuan berambut sebahu itu terkejut bukan main. Apakah bau badannya tercium?

“Kenapa? Bau, ya? Gue memang belum mandi, sih, Ga. Tapi kalau—“

“Enggak, kok. Kamu selalu wangi. Niatnya aku mau ajak kamu jalan-jalan, sekalian habisin waktu bersama. Udah lama juga aku nggak pernah jalan-jalan semenjak kita berpisah,” ungkap Raga.

Renjana menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia merasa bingung dengan ajakan lelaki tersebut. Padahal sudah tahu dirinya belum mandi, masih saja diajak jalan-jalan. Kan, kalau pun diajak jalan-jalan harus mandi dulu. Sedangkan mandinya Renjana saja sudah hampir membutuhkan waktu setengah jam. “Oh, begitu? Tapi gue belum mandi, Ga. Mau nunggu?” Renjana merasa tidak enak.

“Nggak apa-apa, aku tunggu,” balas Raga. Kemudian matanya memandang sebuah kresek hitam yang ia bawa. “Ini ada beberapa camilan sama mie. Siapa tahu kalau kamu tengah malam suka lapar. Memang nggak terlalu banyak, sih, Ren. Kalau kamu merasa kurang nanti aku belikan lagi,” lanjutnya sembari memberikan kresek hitam tersebut.

“Halah, enggak usah repot-repot, Ga. Lo kalau datang ke sini nggak usah bawa apa-apa. Takutnya nanti malah repotin lo. Tapi makasih banget, loh, ya, udah mau beliin ini semua.”

Laut Kelabu [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang