Bagian 13 - The Night's Talk

47 20 2
                                    

Esok hari Kenzo sudah bersiap untuk mencari pekerjaan, dengan setelan kemeja putih dan celana kain hitam. Dia ingin membuktikan pada sang ayah kalau dirinya mampu hidup tanpa biaya dari Baskara. Kenzo suka diremehkan. Dengan begitu ia mempunyai motivasi untuk bangkit dari keterpurukannya. Wajah cowok itu juga lumayan segar, tidak pucat-pucat amat. Meski terkadang nyeri di bagian dada terus menghampiri di waktu tak tepat. Setelah dirasa puas dengan tampilan, cowok itu keluar dari kamar dengan senyum kecilnya. Menyapa sang ayah dan keluarga.

Baru saja mendudukkan diri, Baskara beranjak. Meninggalkan ruang makan. Putri hanya mengembuskan napas kala melihat sikap Baskara barusan, dia sudah berusaha mengembalikan keadaan, tapi tetap saja, lelaki paruh baya itu terlalu gengsi untuk berdamai dengan keadaan. Juan yang berada di samping Kenzo hanya mampu mengelus punggung cowok tersebut. Memberikan ketabahan lebih besar lagi.

“Ayah kecewa sama aku, ya? Gegara menolak pertunangan itu?”

Juan menggeleng pelan begitu juga dengan Putri. Wanita itu bangkit, memberikan pelukan untuk Kenzo. Mungkin dengan pelukan semuanya akan tampak baik-baik saja. Dalam hati, Putri tidak tega melihat ini semua.

Semenjak malam itu— waktu pembicaraan perjodohan Kenzo— dia sudah membicarakan jangan terlalu dipaksa jika anaknya memang tidak mau. “Ayah kamu butuh waktu buat menerima ini semua, Ken. Jangan menyerah. Buktikan kalau kamu bisa hidup tanpa biaya dari dia.”

“Benar, Mas. Ini hidup kamu, kamu yang menjalani. Apa pun yang kamu lakukan pasti aku dan bunda selalu mendukung, kok,” sahut Juan.

Kenzo hanya diam, tak ingin membalas perkataan itu. Suasana hati yang tadinya senang kini malah berbalik. Hanya tersenyum tipis saat mendengar ajakan makan Putri. Saat hendak makan tiba-tiba suara Kenzo menghentikan keduanya. “Apa sebaiknya aku menerima pertunangan ini, Tan? Aku nggak mau lebih jauh dari Ayah lagi.”

“Kalau dari hati kecilmu memang sudah nggak mau, jangan dipaksa, Ken. Lebih baik bilang enggak mau daripada mau tapi terpaksa, itu sama aja kamu menyakiti hati seorang perempuan. Nggak usah mikirin ayah kamu, pikirin aja gimana usaha kamu buat bangkit dari ini semua. Tante percaya kamu pasti bisa, Ken.”

Lagi, Kenzo menunduk mendengar penuturan Putri. Juan yang melihat itu semua pun tidak bisa apa-apa. Ia tidak punya kuasa untuk melawan sang ayah. Juan cukup sadar diri kalau dirinya adalah anak angkat, tidak seharusnya turut campur dalam urusan beginian.

Juan sebenarnya ingin membantu Kenzo keluar dari permasalahan ini, berusaha membantu lelaki itu untuk mencari kebahagiaannya, tapi rasanya sangat sulit.

Juan tak punya kuasa. Dia hanyalah anak panti yang diangkat jadi anak orang berada.

Kenzo mengembuskan napas panjang sebelum beranjak dari duduk. Ia sudah tidak punya mood untuk sarapan. Cowok itu bangkit meninggalkan ruang makan dengan senyum paksa. Bahkan untuk sekadar pamitan saja, Kenzo tidak mengucapkan. Lelaki itu langsung pergi meninggalkan Putri serta Juan yang memandangnya pedih.

Di tengah perjalanan mencari pekerjaan, tiba-tiba bayangan pertemuan kemarin membuatnya teringat kembali. Pertemuan soal acara pertunangannya dengan gadis lain. Gadis yang sama sekali tidak pernah Kenzo kenal. Bahkan rasanya Kenzo tak pernah bertemu dengan sosok itu.

“Sebelumnya, saya ucapkan terima kasih karena Nak Kenzo dan Nak Luna sudah mau datang kemari untuk menghadiri sebuah pertemuan ini. Saya sangat senang sekali saat melihat kalian berdua mau diajak makan bersama dalam acara pembahasan pertunangan kalian,” ujar Abraham. Rekan bisnis Baskara yang hendak melakukan pertunangan sang anak dengan anak rekan bisnisnya, Kenzo.

Sebenarnya, Abraham ingin sekali langsung menikahkan keduanya. Namun, setelah dipikir-pikir lebih matang lagi, pertunangan dulu lebih baik, daripada nantinya rumah tangga anaknya hancur karena belum saling mengenal satu sama lain.
“Pertunangan kita?” beo keduanya, Kenzo dan Luna bersamaan.

Abraham dan Baskara mengangguk semangat, tidak lupa memberikan senyum bahagia saat mendengar respons seperti itu. Baskara melihat Kenzo yang begitu terkejut mendengar kabar ini. “Iya, kalian berdua akan kami pertunangkan. Sebenarnya, Papah sendiri lebih mau kalian langsung menikah. Namun setelah Papah pikir ulang, lebih baik kalian menjalin sebuah pertunangan lebih dulu, agar nantinya kalian bisa saling mengenal pribadi satu sama lain. Kan, nggak lucu kalau kalian sudah menikah belum mengenal pribadi satu sama lain. Iya, nggak?”

Luna langsung menggeleng tegas. Wajahnya menunjukkan tidak suka atas pertunangan ini. “Pah, aku nggak mau tunangan sama orang yang nggak aku kenal! Papah tahu sendiri, kan, kalau aku belum bisa mengikhlaskan Raga! Papah gimana, sih? Pokoknya aku nggak mau dan nggak akan menerima pertunangan ini. Titik!”

Abraham mengangguk pelan. Tidak kaget akan mendapati balasan seperti itu. “Terserah kamu, Luna. Pilih menerima perjodohan ini atau fasilitas yang Papah berikan selama ini disita dan keluar dari rumah tanpa membawa nama Papah. Kamu tinggal pilih mana, semua pilihan ada di tangan kamu, Lun. Anggap saja, Papah adalah orang kejam. Tapi percayalah, Papah melakukan ini semua demi kebaikan kamu.”

“Kebaikan apa, Pah? Kebaikan apa yang aku dapat? Papah egois.” Pandangan gadis itu beralih pada Kenzo yang hanya diam saja. Dia sangat kesal kenapa lelaki di hadapannya tidak melawan ataupun membantah? Jangan-jangan-jangan cowok itu belok terus ketahuan keluarganya, alhasil hanya diam saja saat orang tua meminta untuk melakukan sebuah pertunangan. “Kamu kenapa diam aja, sih? Kamu bantah, dong! Jangan diam aja. Kamu suka dijodohin begini?”

Baskara menatap Kenzo yang ingin menjawab. Memandangnya tajam seakan memberikan peringatan agar tidak membantah. Kenzo menelan saliva susah, ia tidak ingin mengecewakan sang ayah. Namun dia juga tidak bisa menerima pertunangan ini. Kenzo tidak ingin nantinya akan menyakiti gadis itu, perempuan yang bernama Luna itu.

“Luna! Jaga sikap kamu! Jangan bikin Papah malu karena ulah kamu, ya! Tinggal terima pertunangan ini apa susahnya, sih? Toh, kalian berdua juga kelihatannya cocok-cocok aja. Papah lakuin ini semua karena pengin lihat kamu belajar melupakan cowok yang namanya Raga!”

Luna menggeleng dengan isakan pedihnya. Melihat itu semua, Kenzo tidak tega. Haruskah dia angkat bicara perihal pembicaraan pertunangan ini? Akan tetapi, Kenzo sama sekali tidak punya kuasa untuk melawan. Kalau pun dia melawan itu sama saja mengorban dirinya lagi, untuk merasakan bagaimana disiksa kembali.

“Setiap kali Papah selalu melihat kamu ngurung diri di kamar dengan tangisan yang nggak  berguna itu! Kamu kira Papah nggak bosan apa dengar tangisan itu? Kamu itu perempuan, Luna! Seharusnya kamu punya harga diri sebagai perempuan. Kamu harusnya dikejar bukan mengejar! Kamu sengaja bikin malu Papah, iya? Toh, cowok yang namanya Raga nggak seganteng Kenzo, kan? Selalu menyakiti hati kamu, selalu bentak-bentak kamu, selalu memperlakukan kamu sesuka hatinya. Harusnya kamu bersyukur karena bisa menjalin pertunangan sama Nak Kenzo, Lun!”

Laut Kelabu [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang