Bagian 28 - Antara Renjana & Kenzo

34 20 2
                                    

“Sialan. Jaga mulutmu kalau kamu gak pengin menyesal. Saya bisa aja bikin kamu menyesal seumur hidup lewat Renjana.” Kenzo semakin menarik napas panjang, berusaha mengontrol dirinya, tetapi rasa marah itu seolah sudah mengambil alih tubuhnya. Cowok bertubuh kurus dengan wajah pucat terlihat sangat keras memberikan pukulan bertubi-tubi.

“Jangan sekali-kalinya lo memegang tubuh Renjana! Tangan lo kotor, gak pantas pegang tubuh suci Renjana,” emosi Kenzo dengan suara tinggi. Gertakan di giginya seolah menandakan ia tengah dirasuki emosi hebat.

Bara tersenyum miring. Melihat ke arah Renjana tengah menangis. “Yakin? Kalau keperawanannya sudah diambil apa masih bisa dibilang suci? Kamu siapanya, sih? Oh saya tahu, kamu pasti salah satu pelanggan setianya Renjana, kan?” Kini tatapan Baskara kembali pada Renjana, sudut bibirnya terlihat sangat jelas bagaimana ia memberikan senyuman ejekan.

“Jaga mulut lo. Yang jelas gue adalah orang yang bakalan maju saat ada orang yang sudah tega merusak kebahagiaan Renjana. Lo mau main-main sama gue? Ingat, gue bisa aja laporin kasus pelecehan ini pada pihak berwajib dan lo akan mendekam di penjara. Pilihannya ada di lo Bapak tua terhormat. Pergi, atau gue laporin kasus ini!” tegas Kenzo, menaikkan suaranya. Suaranya terlihat sangat menakutkan ditambah pula suasana yang makin mencekam.

“Bajingan, jangan bentak saya!” Bara melihat Renjana yang tengah meringkuk ketakutan. Tatapannya sangat terlihat bahwa ia memendam penuh kebencian. “Renjana, urusan kita belum selesai. Saya pastikan kamu akan menyesal seumur hidup—“

“Pergi, bajingan!” gertak Kenzo.

Bara melirik Kenzo lalu meludah. Ia mengusap sudut bibir lantas pergi begitu saja. Sebelum benar pergi, Bara sempat menendang pintu dengan keras. Hilang. Sosok itu kini telah pergi, Kenzo mengembuskan napas berat kemudian mengusap kepalanya kasar. Frustrasi. Beban yang ditanggung gadis itu ternyata lebih banyak daripada sebelumnya. Bagi semua perempuan, keperawanan itu sebagai simbol mahkota, jika mahkota itu hilang, perempuan tak akan pernah bisa menjadi ratu kembali.

Kenzo merasakan kesedihan luar biasa. Andai dulu ia tidak pernah berpikir bahwa seharusnya dia menjauh, mungkin kejadian itu tidak akan pernah terjadi. Dia akan selalu menjaga Renjana sekuat hatinya. Tak akan pernah membiarkan perempuan itu menangis tersedu, memeluk kedua lututnya seolah ia sendirian di dunia ini.

Kenzo hanya bisa memeluk Renjana sekuat-kuatnya. Memberikan seluruh perasaan dalam hatinya untuk Renjana.

Mendengar Renjana menangis justru semakin membuat Kenzo merasa bersalah. Pelukan di lantai terasa semakin erat. Kenzo menenggelamkan kepalanya di leher Renjana, memejamkan mata— ia tahu bahwa sudut matanya hendak mengeluarkan tangisan. Sungguh tangisan ini begitu menyesakkan hati bagi orang yang mendengarnya. “Jan,” panggil Kenzo menahan isakan.

Renjana masih menangis. Bahkan, kedua bahunya terasa bergetar begitu hebatnya. Pelukan yang erat tak akan pernah bisa menjadi penenang jika pikiran serta hati kita masih terbayang oleh permasalahan yang terjadi.

“Kalau dulu gue pernah bilang jangan pernah keluarin air mata lo, sekarang gue minta tolong, keluarin semua tangisan yang selama ini ini lo pendam sendirian. Jangan pernah malu buat nangis di hadapan gue. Jangan pernah lo merasa tangisan yang lo keluarin itu gak ada gunanya. Semua yang dilakuin pasti ada gunanya, Jan. Tangisan itu bisa bikin lo tenang, kan?”

Masih terisak dengan suara yang pilu. Renjana menangis di pelukan Kenzo. Meskipun pelukan itu terasa erat tetapi tak bisa menghentikan tangisan Renjana.

“Nangis, Jan, kalau memang tangisan itu bisa bikin lo jadi lebih baik. Keluarin semua yang telah lo rasakan semua ini. Jangan pernah lo tahan-tahan lagi, setiap orang punya kekuatan mental yang berbeda-beda. Kalau memang dirasa gak kuat, nangis adalah jalan utamanya, Jan. Lo ingat? Terkadang kepedihan juga harus dilalui sebelum tercapainya kebahagiaan. Gue tahu, Jan. Gak mudah buat jadi orang kuat, tapi lo juga harus berusaha. Jangan pernah menyerah atas apa yang semuanya telah terjadi. Cukup berhenti sejenak, lihat ke belakang, sudah berapa jauh lo melangkah dan bertahan sampai detik sekarang.”

Laut Kelabu [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang