Bagian 03 - Pelukan Hangat Untuk Renjana

238 66 4
                                    

Rasanya Renjana ingin pergi dari dunia ini. Baginya, dunia itu sama sekali tidak adil. Dulu waktu masih kecil, Tuhan sengaja mengambil nyawa orang yang paling berjasa dalam hidupnya, Bunda. Dan sekarang, Tuhan sengaja membuat hidupnya berantakan dengan permasalahan keluarga yang membuatnya merasa lelah. Permasalahan itu membuatnya tekanan batin serta mental. Setiap hari selalu ada saja masalah serta siksaan. Renjana tidak kuat jika harus mengalami ini semua. Apalagi membicarakan masalah semalam, Renjana benar-benar tak mengerti dengan jalan pikiran sang ayah.

Bisa-bisanya seorang ayah kandung hampir melecehkan secara tidak langsung. Renjana takut. Renjana sangat takut kalau sewaktu-waktu Bara mempunyai cara lain untuk menikmati tubuhnya atau menjualnya kepada pria yang haus nafsu. Yang haus akan belaian perempuan.

Renjana berjalan terus tanpa arah. Mengikuti ke mana ia akan pergi. Sebenarnya, dia sudah lelah kalau terus berjalan tanpa tujuan, tapi ia tidak mau kembali pulang. Bila perlu, Renjana ingin pergi sejauh-jauhnya dari gangguan Bara. Meskipun Bara ayah kandungnya namun kalau terus berada di rumah itu sama saja menyerahkan diri ke kandang macan.

Bara diibaratkan macan, dan Renjana diibaratkan sebagai makanan macan. Jika Renjana memasuki kandang itu sama saja mematikan diri sendiri. Renjana tidak ingin hal itu terjadi. Setelah menempuh perjalanan panjang sekitar satu setengah jam, Renjana akhirnya memilih untuk berhenti sebentar. Mengatur pernapasan yang memburu. Keringat sudah bercucuran. Haus. Renjana ingin minum, tapi keadaan sekitar tidak ada yang membuka warung.

Renjana duduk di pinggir jalan, tepat di bawah pohon rindang yang menjulang tinggi. Udara berembus, menerpa kulitnya. Suara perut berbunyi, Renjana memegang perut. Lapar dan haus. Sial! Renjana lupa membawa dompet. Biasanya jika ia melarikan diri, dia tidak lupa untuk membawa dompet, tapi sekarang? Renjana benar-benar lupa. “Ya Tuhan, lapar,” keluhnya. Renjana menatap langit cerah. Berharap Tuhan melihat dirinya dan memberikan rezeki.

Tidak lama suara pesan masuk. Renjana segera membuka. Ternyata, pesan itu dari Kenzo.

Aksara: Hai, Jan. Selamat pagi. Gimana sama hari ini? Lo bahagia? Gue harap lo selalu bahagia, ya. Ada yang perlu diceritain, nggak? Lo punya waktu luang untuk hari ini, Jan?

Bergeming. Renjana tak tahu harus mengekspresikan wajahnya seperti apa. Meskipun baru kenal kemarin, Renjana percaya jika Kenzo adalah orang baik. Bahkan sangat baik. Sebentar, Renjana baru ingat soal pertemuannya dengan Kenzo pertama kali. Kenapa bau Kenzo seperti bau obat-obatan, ya?

Apa Kenzo sedang menyembunyikan sesuatu. Renjana sangat peka perihal obat-obatan, dan yang ia cium bau kemarin itu bukanlah  obat biasa. Dari baunya saja sudah kentara sangat berbeda. Ting. Bunyi sebuah pesan kembali berdering.

Renjana: Untuk saat ini gaada yang mau gue omongin, Sa. Kenapa?

Aksara: Yah, padahal kalo pun ada yang mau lo ceritain, gue mau dengerin. Sekalian kita ketemu hehe, gak tau kenapa gue tiba-tiba kangen sama lo. Mungkin paras lo secantik bidadari hingga akhirnya gue keinget lo terus kali, ya?

Renjana: Haduh, gombal banget. Ketemuan di mana?

Aksara: Eh jangan. Biar gue aja yang jemput. Posisi lo di mana sekarang?

Renjana: Jl. Mawar No 15

Aksara: Siap meluncur, bidadari cantik

Renjana: Haha okayy

Saat melihat pesan yang dikirimkan Kenzo barusan, Renjana terkekeh. Ia merasa bahagia saat dipanggil seperti itu, ya, walaupun dia tidak tahu apa yang diomongkan Kenzo benar atau tidak. Yang jelas, Renjana bahagia sekali. Seumur hidup, baru pertama kali ini ada seseorang yang memanggilnya seperti itu.

Untuk mengenai panggilan Kenzo, Renjana sengaja memanggil lelaki itu dengan sebutan, ‘Sa’. Panggilan itu berasal dari nama pertamanya, Aksara. Waktu ditanya kemarin, Renjana berkata biar beda saja dengan panggilan orang lain. Dan kebetulan sekali, tidak ada yang memanggil Kenzo dengan sebutan, ‘Sa.’

Laut Kelabu [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang