Bab 12

675 73 7
                                    

Dokter mengizinkan Delima pulang setelah dua hari dirawat di rumah sakit, keadaannya sudah jauh membaik, kemarin saat kunjungan, dokter Prasetya bilang kalau kandungan Delima ternyata sudah berjalan 5 minggu. Meskipun setiap pagi ia harus bersusah payah melawan rasa mual, bersyukurnya hari ini perut Delima sudah mau terisi makanan. Sisi keibuannya perlahan mulai muncul. Ia bertekad memaksakan diri untuk tetap makan meskipun mual, demi tumbuh kembang bayi yang ada di rahimnya saat ini.

Setelah mandi, Delima mengemasi baju-baju kotornya ke dalam tas jinjing kecil. Di luar kamar rawat inapnya, ia melihat Sita yang sedang berbincang dengan suster Inge, suster yang bertugas menjaganya selama dua hari ini. Suster itu menjelaskan beberapa aturan minum dari obat-obatan dan vitamin yang harus Delima habiskan selama rawat jalan di rumah. Delima berjalan menghampiri mereka, suster Inge mengingatkan ia untuk makan yang sehat, membatasi aktivitas yang berat dan yang paling penting pikiran Delima harus rileks. Delima tersenyum, mengangguk. Ia dan Sita akhirnya berpamitan setelah semua berkas administrasi diselesaikan. Mereka berjalan menuju pintu keluar, di sana sudah ada Bagas yang sedang menunggu di dalam mobil.

Di perjalanan pulang, Delima hanya diam di kursi belakang, perhatiannya tertuju pada Sita dan Bagas yang saling beradu argumen membahas hal remeh seputar makanan sampai dengan topik berat perihal politik global. Ia iri dengan situasi seperti itu. Ia membayangkan andai ia dan Arkha bisa saling mengobrol seru, berdebat atau sesekali bertengkar kecil ketika sedang berdua di mobil sehabis pulang kencan. Matanya sedikit berair, mengharapkan balasan kasih sayang dari Arkha yang tak kunjung ada sampai detik ini, yang ia rasakan justru saat ini Arkha malah semakin membenci dirinya, terlebih setelah kehadiran Sarah di tengah rumah tangga mereka. Ia menyeka air matanya, meperhatikan dua sahabat di depannya itu sekali lagi, kemudian tersenyum. Di dalam lubuk hati yang dalam, Delima merasa bersyukur dan lega, bahwasannya dia masih punya dua sahabat sebaik Sita dan Bagas. Mereka selalu ada saat Delima membutuhkan bantuan atau tempat bersandar.

Delima dan Sita melambaikan tangan ke Bagas, setelah mobil yang dikendarai Bagas menjauh, mereka berdua masuk ke dalam rumah. Delima menaruh tas jinjing berisi baju kotornya di ruang laudry kemudian ia berjalan ke dapur, ia membuka kulkas, di rak tengah ada satu kotak tupperware berisi bubur kacang hijau buatan bi Nunik, memang, kemarin bi Nunik sempat menelfon Delima, bi Nunik bilang kalau sedang membuat bubur kacang hijau dan akan menaruhnya di kulkas, agar nanti kalau Delima pulang, ia bisa menghangatkannya sebentar sebelum dimakan. Dari belakang Sita menghampiri Delima, kemudian menawarkan bantuan untuk menghangatkan bubur tersebut sementara menyuruh Delima untuk duduk saja di depan TV. Delima menurut kemudian berlalu berjalan ke arah sofa panjang di depan TV, ia merebahkan badannya yang sebenarnya masih terasa lemas dan tidak lama kemudian matanya mulai terpejam. Baru 10 menit terpejam, Sita datang membangunkannya dengan pelan, kedua tangannya membawa dua buah mangkuk berisi bubur kacang hijau panas, ia beringsut duduk kemudian sedikit bergeser mengisyaratkan Sita agar duduk di sampingnya, seharian itu mereka habiskan untuk berbincang kesana- kemari sambil makan bubur kacang hijau buatan bi Nunik.

Selepas maghrib, Bagas datang menjempun Sita, mulanya Sita bersikeras untuk menginap, ia tidak mau meninggalkan Delima sendirian di rumah, tapi setelah Delima bilang kalau malam ini kemungkinan Arkha akan pulang karena ini hari rabu, maka Sita mengurungkan niatnya. Dengan berat hati, Sita melangkah keluar rumah, Delima mengantarnya sampai pintu depan, ia tersenyum melambaikan tangannya ke Sita. Sesaat setelah mobil itu melaju pergi, Delima masuk ke rumah dan kembali merebahkan diri di depan TV. Tertidur.

Delima terbangun karena suara deru mobil Arkha memasuki halaman rumah, ia melirik jam dinding, pukul 11 malam.

Beep

Bunyi suara mobil terkunci, disusul dengan suara pintu depan yang sedang terbuka. Delima melihat Arkha berjalan masuk rumah, ia tampak letih. Belum sempat Arkha menaiki tangga, Delima sudah lebih dulu memanggilnya,

" Mas Arkha..".

Arkha menghentikan langkahnya, ia menoleh ke arah Delima.

" Boleh Delima minta waktunya sebentar untuk bicara? ".

" Apa? ".

" Duduk sini ."

Dengan malas Arkha mendudukkan dirinya di samping Delima. Delima sangat gugup, ia takut kalau memberi tahu Arkha soal kehamilannya akan membuat Arkha semakin membenci Delima. Tapi ia paham betul kalau Arkha berhak tau tentang kehamilannya, karena bayi yang ada di rahim Delima saat ini juga merupakan tanggungjawab Arkha.

" A...aku..., aku hamil ". Delima menunduk takut, suara Delima begitu lirih, tangannya gemetar.

" Lelucon apa lagi yang kamu bikin untuk mencari perhatianku? HA???.. KAMU PEMBOHONG, DAN AKU SAMA SEKALI TAK PERCAYA SOAL ITU !!!". Arkha bangkit berdiri, kakinya beranjak naik tangga dengan perasaan emosi.

Tes
Tes
Tes

Air mata Delima sudah tidak terbendung lagi, ia telah sepenuhnya putus asa.

Tbc >>>>

Minta tolong Bintangnya dipencet ya readers yang baik hati, supaya rasa ngantuk author pas nulis Bab ini bisa terbayar😉. oxoxoxo
BTW kalian tim Delima atau Arkha?

Beautiful LiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang