Bab 20

1K 91 4
                                    

Sudah satu setengah jam Arkha mondar - mandir di depan ruang operasi. Hatinya hancur. Setibanya ia di rumah sakit, dokter mengatakan bahwa Delima mengalami pendarahan hebat dan harus mendapatkan pertolongan darurat melalui operasi. Arkha menangis, merutuki sikapnya terhadap Delima beberapa bulan ini. Ingatannya kembali ke saat-saat mereka baru pertama berkenalan dulu. Ia mengagumi Delima dalam sosok "Dinda". Delima begitu memperhatikan Arkha, sekecil apapun itu. Delima yang dulu ceria, berubah menjadi Delima yang selalu mengalah, ia mendewasa karena perlakuan buruk Arkha sepanjang pernikahan mereka. Dulu Arkha bisa menghabiskan waktu berjam - jam mengobrol bersama Delima. Bercanda. Bahagia. Saling mencintai. Tapi setelah ia bertemu dengan sosok Delima dalam kehidupan yang nyata, ia seperti enggan berbicara terlalu lama dengannya. Oke. Mungkin Arkha berhak kecewa dengan Delima. Tapi Delima sudah mendapatkan balasannya dengan menjadi istri dari orang yang sama sekali tak peduli padanya. Itu lebih menyakitkan ketimbang kebohongan Delima padanya.

Ibu Arkha bersandar lemah di deretan kursi bagian kiri pintu ruang operasi, matanya terpejam, sudut-sudutnya tergenang air mata. Ia menyesal telah begitu egois terhadap menantunya. Betul kata suaminya, bahwa Delima tak seburuk prasangkanya. Delima bahkan tak pernah - tak sopan kepadanya. Delima begitu tulus mencintai Arkha dan keluarganya. Sesekali tangannya menyeka air mata. Dalam hati ia terus berdo'a, memohon agar menantu dan cucunya bisa berjuang, selamat, melewati semua ini. Tangan aira mengelus lengan ibunya. Ia sama sedihnya saat ini. Mereka bertiga tenggelam dalam kesedihan dan penyesalan masing-masing.

Sita berlari sepanjang lorong rumah sakit. Air matanya deras mengalir. Dibelakangnya ada Bagas mengikuti. Tadi siang ia menelfon ke ponsel Delima, tetapi Arkha yang mengangkatnya dan ia menceritakan apa yang terjadi dengan Delima.

Dari kejauhan ia melihat Arkha beserta ibu dan adiknya yang sedang menunggu Delima di luar ruang operasi. Sita menarik Arkha kasar, tangannya mencengkeram kerah baju Arkha. Matanya memandang marah ke dalam mata Arkha.

" KENAPA KAU SANGAT TEGA DENGAN DELIMA ! ". Sita berteriak tepat di depan Arkha. Wajahnya merah padam karena emosi

" KAU TAU, DELIMA ADALAH TEMANKU SEJAK KAMI MASIH KANAK-KANAK. DIA...dia adalah perempuan yang sangat baik ".
Bagas berusaha menenangkan kekasihnya itu. Sita melepaskan cengkraman tangannya kemudian menurunkan nada bicaranya, dan lanjut bercerita soal Delima .

" Delima bukan perempuan seperti yang kau pikirkan. Ia begitu banyak menyimpan luka dihatinya ".

" Kau tau sebesar apa ia mencintaimu? ". Tanya Sita kepada Arkha

Arkha menggeleng lemah, saat ini ia seperti orang yang kehilangan sebagian dari nyawanya, hampa. Sedih.

" Lihatlah ini ! ". Sita mengeluarkan ponselnya dari saku tas, memencet-mencet layarnya, mencari sebuah video. Memutarnya. Kemudian menyodorkannya kepada Arkha. Ia terkejut. Dalam video tersebut nampak Sarah sedang bersama lelaki lain. Mereka terlihat mesra.

" Beberapa waktu lalu, aku dan Delima melihat Sarah bergandengan mesra dengan laki-laki lain di dalam antrian tiket di bioskop. Aku berinisiatif merekamnya sebagai bukti, kalau saja kau tak percaya ".

" Delima punya bukti kalau Sarah mengkhianatimu. Tapi ia enggan memperlihatkan ini padamu. Delima takut kau menderita, dan tak bisa menerima kenyataan bahwa Sarah bukan perempuan baik ". Sita bercerita dengan air mata yang tak terbendung, sesekali ia menyekanya.

" Ia berbohong padamu,....karena ia takut kau pergi kalau saja dulu ia jujur tentang siapa dia. Delima telah jatuh ke dalam lubang yang telah ia gali sendiri ".

Sita menarik napas panjang

" Delima pernah bilang kalau kau adalah impiannya " .

Arkha mengusap wajahnya kasar. Ia marah dengan dirinya sendiri, ia begitu naif. Mementingkan kesenangan diri sendiri. Seakan pernikahan ini begitu menyiksanya. Padahal Delima lah yang seharusnya paling menderita dalam pernikahan ini.

Suasana kembali hening. Masing-masing dari mereka sibuk mendo'akan Delima dan bayinya.

Cklek

Mereka berlima menoleh secara bersamaan, refleks berdiri. Ketika mendengar pintu ruang operasi terbuka. Seorang dokter paruh baya terlihat keluar dari ruangan. Ia menyampaikan bahwa Delima sedang dalam kondisi tak sadarkan diri karena bius, dan perlu waktu bebera jam lagi untuk bisa dipindahkan ke ruang rawat inap. Beruntung ia dan bayinya selamat. Mereka semua tampak lega, mertuanya tak berhenti bersyukur, mengelus dada.

Pukul tiga sore Arkha kembali ke rumah bersama ibunya dan Aira. Ia berencana mengambil baju-baju dan kebutuhan Delima selama rawat inap, kemudian akan kembali lagi ke rumah sakit selepas maghrib. Ia menitipkan istrinya itu kepada Sita selagi ia pulang.

Arkha memasuki kamar Delima dengan membawa sebuah alat pel, membersihkan sisa ceceran darah di lantai. Setelahnya ia memasukkan beberapa helai baju milik Delima ke dalam sebuah tas jinjing sedang berwarna hitam. Arkha mengambil sebuah foto kecil  berpigura putih di atas nakas. Itu adalah foto pernikahan mereka. Begitu berartinya pernikahan mereka bagi Delima. Arkha menghela napas. Ia merebahkan diri ke ranjang milik Delima, menghirup sisa aroma vanilla khas istrinya yang masih tertinggal. Bahkan ia sama sekali tak memikirkan Sarah yang telah menghianatinya. Saat ini yang ada di benaknya hanyalah wajah Delima yang sedang tertidur, pucat dan tak berdaya. Ia sangat menyesal. Menangis. Kemudian tertidur dengan tangannya yang masih memeluk foto pernikahan mereka.

Arkha terbangun tepat saat adzan maghrib berkumandang. Ia mengecek ponselnya. Ada beberapa panggilan tak terjawab dari Sarah yang sengaja ia abaikan. Dan sebuah pesan dari nomor Sita yang mengabarkan kalau Delima telah sadarkan diri dan dipindahkan ke ruang rawat inap. Hati Arkha senang luar biasa. Ia buru-buru mandi. Tak sabar bertemu dengan Delima. Selesai salat, ia bergegas menuju ke rumah sakit setelah sebelumnya berpesan kepada Aira, adiknya untuk menjaga ibunya di rumah.

Sesampainya di depan ruang rawat inap Delima, hati Arkha berdebar. Ia rindu istrinya itu, ntah sejak kapan tepatnya getaran cintanya pada Delima berhasil kembali menyusup ke dalam hati. Rasa yang sama seperti saat pertama kali mereka kenal dulu. Arkha membuka pintu kamar rawat inap Delima dengan pelan, setelah terbuka, ia bisa melihat istrinya yang sedang terbaring lemah menghadap ke pintu, disampingnya ada Sita yang duduk di kursi, tangannya mengelus perut Delima lembut.

Ia berjalan mendekat, tapi Delima justru malah merubah posisi membelakangi Arkha.

" Delima..".

" Aku...".

Tangan Delima menepis kasar tangan Arkha yang sedang menyentuh lengannya.

" Aku sudah memaafkanmu ". Jawab Delima dingin dan singkat, tanpa memandang ke arah Arkha.

" Sudah empat bulan, aku tak akan membuatmu dan Sarah menunggu lebih lama. Setelah kondisiku membaik, aku akan memasukkan gugatanku atas mu ke pengadilan. Kamu boleh memilih untuk pulang bersama ibumu atau aku yang akan mencari tempat tinggal lain ". Air mata Delima mengalir membasahi kedua pipinya.

" Delima..kau.."

" Anak ini adalah anakku, aku sendiri yang akan membesarkannya, tak sudi aku memberikan anak ini padamu dan Sarah ". Delima mengelus perutnya.

" Oh..ya..kau tak perlu lagi datang ke sini ! ".

Lidah Arkha kelu, mendengar setiap kalimat yang diucapkan oleh istrinya saat ini. Hatinya hancur, ia tak mau kehilangan Delima dan anaknya. Ia menangis. Sita hanya menatapnya iba tanpa bisa berbuat apa-apa. Karena ia tau Delima masih dalam kondisi yang tidak stabil. Sita mengajak Arkha untuk keluar ruangan. Membiarkan Delima untuk beristirahat.

Tbc >>>>

Hai readers yang baik, jangan lupa vote ya. Mungkin dua atau tiga Bab lagi cerita ini menemui endingnya. Terimakasih banyak bagi yang sudah membaca. Ya..meskipun ini cerita pertama, bahasa masih acak adut dan typo di mana-mana.
❤❤❤

Beautiful LiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang