Bab 18

930 79 4
                                    

Arkha melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sarah menelfonnya sambil menangis, ia hanya bilang kalau sedang berada di kampus dan ingin Arkha menjemputnya. Ia sangat khawatir, hatinya tak tenang karena takut terjadi sesuatu dengan Sarah.
Mobilnya berbelok ke depan gedung bertingkat dengan warna dominan cokelat, di depan gedung tersebut terdapat tulisan besar " Fakultas Ekonomi dan Bisnis ". Arkha berbelok masuk ke halaman gedung tersebut, dari jarak empat meter ia melihat Sarah, berdiri, melambaikan tangan, tersenyum riang.

" Sarah, kamu gpp kan? ". Tanya Arkha begitu turun dari mobil. Wajahnya sedikit bingung melihat Sarah yang ternyata baik-baik saja bahkan terkesan bahagia, padahal ketika berbicara di telfon tadi, ia menangis sesenggukan. Sarah bergelayut manja di lengan Arkha, ia tertawa,

" Ternyata kamu cinta banget ya sama aku, tadi aku cuma bercanda, pengen tau aja kamu bakal dateng atau engga. Hahahah....".

" Lain kali jangan seperti itu, aku ga suka ! ".

Muka Sarah berubah masam, karena respon Arkha tak sesuai dengan yang ia inginkan. Arkha yang melihatnya cuma bisa menghela napas. Ia memegang kedua pipi Sarah, meminta maaf.

" Ayo makan, kamu mau apa atau kita beli sepatu yang kamu inginkan kemarin, mumpung ga ada ibu ". Arkha mengusap rambut Sarah. Kemudian mencubit pipinya. Sarah kembali tersenyum senang karena Arkha selalu tau apa yang ia mau.

Sore itu Arkha pulang ke rumah pukul setengah 6. Begitu ia sampai, lampu di halaman dan teras depan masih mati. Ia masuk rumah mendapati di dalam gelap gulita, biasanya jam segini Delima sudah menyalakan semua lampu rumah dan ia pasti sedang sibuk di dapur, memasak makan malam. Tapi hari ini rumah tampak sangat sepi. Ke mana Delima?, apa mungkin ia marah karena tadi pagi Arkha pergi begitu saja, padahal Delima sudah terlanjur memasak makanan untuknya, batin Arkha.

Arkha berjalan ke dapur setelah menghidupkan lampu. Ia membuka kulkas, mengambil satu kaleng cola. Ketika menutup pintunya, ia melihat catatan dari Delima yang sengaja ditempel di pintu kulkas.

-- Mas Arkha, Delima pergi sama Sita untuk beberapa hari. Delima sudah bikinkan mas Arkha udang balado, ada di kotak, di rak kedua kulkas, kalau mau makan tinggal dihangatkan saja. Setelah bangun tidur jangan lupa minum air madu. Bajunya mas Arkha sudah Delima setrika, kemejanya Delima gantung di lemari. Kalau cari kaus kaki jangan diacak-acak, karena sudah delima pasangkan sesuai pasangannya. Kalau pulang malam baiknya mandi air hangat agar tidak masuk angin. Oh iya, jangan begadang ! Jangan lupa kunci pintu dan jendela belakang.
Temanmu, Delima -- .

Arkha menghela napas panjang, ia tau kalau Delima sedang marah dengannya karena kejadian pagi tadi.

Hari pertama tanpa Delima, membuat Arkha hampir gila. Pasalnya ia hampir membakar rumah hanya karena ketiduran saat merebus air, beruntung ia terbangun saat asap memenuhi seisi dapur. Ia buru-buru mematikan kompor, kemudian memilih mandi dengan air dingin, esok paginya ia terkena flu berat. Masuk angin.

Hari kedua, ia lupa mengangkat jemuran di pekarangan belakang, alhasil ia harus mencuci ulang bajunya yang basah karena hujan. Malamnya ia menumpahkan udang balado buatan Delima dan berakhir dengan menyantap mie instan yang kematangan.

Hari ketiga kepergian Delima dari rumah, Arkha menelponnya.

" Mas Arkha...". Tanpa sadar Delima sedikit berteriak. Ia terdengar senang karena suaminya menelponnya terlebih dahulu. Kali pertama sepanjang pernikahan.

" Astaga Delima ". Arkha yang terkaget karena lengkingan suara Delima, mengelus telinganya pelan.

" Kamu baik-baik saja kan?, apa ada masalah? Sebenarnya kamu pergi ke mana? "

" Tidak ada...aku hanya merindukan rumah ". Suara Delima melemah

" Mas Arkha sudah makan? "

" Sudah, tadi aku makan mie instan ".

Beautiful LiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang