//dialog italic berarti bahasa asing, ya.
Arunika terpancar indah dalam bentang cakrawala, bias kemerahan muncul bak rona alam yang mengagumkan. Perlahan, sang mentari muncul dari peraduan untuk kembali menjalankan tugasnya — menemani para manusia untuk menjalani aktivitas sehari-hari.
Pagi itu, menjadi pagi yang menegangkan di salah satu mansion mewah yang berada di sisi kota. Rimbunnya pepohonan yang ada bak perisai untuk menutupi sebuah rahasia besar yang tersimpan di dalam sana. Malam yang telah habis menjadi saksi bisu sebuah kejadian besar yang terjadi dalam tempat itu. Letusan senjata api, teriakan-teriakan perlawanan dan barang-barang yang hancur menjadi pengisi suara yang terus berputar sampai pagi menjelang.
Lantai marmer putih kini sudah berubah menjadi danau darah, dengan dihiasi tubuh-tubuh kaku yang bergelimpangan menghalangi jalan. Letusan senjata masih terdengar jelas, disusul suara-suara erangan kesakitan yang menggema.
Sosok itu terduduk santai di atas kursi sembari menopang kaki. Mata tajamnya bak elang itu senantiasa menatap datar pertunjukan yang tengah ia saksikan — dimana para penghianat telah tertangkap dan sedang menjalani konsekuensi atas semua yang mereka lakukan.
"Nakamoto-sama, tolong ampuni saya.." sosok tua yang sudah bersimbah darah itu bersujud sembari menangis. Tanpa memperdulikan bagian tubuhnya yang sudah tak lengkap, ia mengesot pelan untuk menghampiri sang tuan yang masih tenang di depan sana. "Saya tahu saya salah, tolong beri saya kesempatan."
Semua yang berada dalam ruangan itu terdiam sejenak untuk melihat bagaimana reaksi sang tuan yang begitu tenang. Pemimpin mereka adalah sosok yang tak bisa di tebak — dibalik raut wajah datar, tatapan tajam, dan nada suara setenang air itu, tersembunyi sosok menyeramkan yang tak bisa diduga-duga.
Sang tuan pandai mengatur ekspresi. Tak ada yang tahu bagaimana ia marah, senang, ataupun sedih. Semuanya tertutupi oleh topeng palsu yang entah sampai kapan akan ia lepas. Ia sangat kejam, meminta ampun sama saja mempercepat proses kematian karena bagi sang tuan, itu bagaikan sebuah permohonan terakhir untuk bebas.
Sejak awal, bermain-main dengan seorang Nakamoto adalah hal yang salah. Banyak sejarah yang mencatat bagaimana nasib orang-orang yang mempermainkan kepercayaan seorang Nakamoto. Di dunia ini, hal yang paling mahal adalah kepercayaan.
Kepercayaan tak bisa dibeli, tak bisa dibagi. Kepercayaan adalah hal yang langka, yang diberikan kepada orang-orang yang tertentu yang dikehendaki. Mengkhianati kepercayaan yang secara cuma-cuma diberikan adalah hal paling merugikan yang pernah ada.
Terlebih, jika itu adalah kepercayaan yang diberikan oleh seseorang berhati kejam. Itu sama saja seperti masuk ke kandang singa untuk mengumpankan diri.
"Naka-.."
DOR!
Sebuah peluru menembus kepala pria tua itu dan membuatnya tersungkur ke lantai. Isakan tangis memohon ampunan itu kini sudah lenyap tak bersisa, meninggalkan hawa dingin dan sesak di dalam ruangan yang sudah dipenuhi oleh darah itu. Pengkhianat terakhir sudah disingkirkan setelah sekian lama bermain-main dan memberikan pelajaran yang setimpal.
"Sudah ku ampuni." Bisiknya sembari terkekeh kecil. Ia kembali mengantongi revolver yang ia gunakan untuk menyingkirkan hama kecil itu. "Selamat bersenang-senang di neraka, pengkhianat."
Ia sedikit melirik ke arah sepatunya yang terdapat noda darah, lantas ia mendengus kecil seraya bangkit dan merapihkan pakaiannya. Ia berbalik untuk seseorang yang dengan setia berdiri di belakangnya. "Thomas, bereskan semuanya. Hilangkan jejak dan tuntas habis semua keturunannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Yakuza! [Side Story Of Genbrok]
ActionKetika dua anak manis telah berubah menjadi mesin pembunuh yang mengerikan. ••• Side story of Genbrok. Yuzima Nakamoto and Taeho Kim story.