XII

73 18 12
                                    

Malam menjelang dan bulan sudah apik bertengger di langit malam menemani para bintang. Di perbatasan kota yang sedikit terasingkan, tampak sebuah mansion mewah yang terlihat sepi. Tak ada satupun penjaga yang berlalu-lalang seperti biasanya, tak ada pula suasana angker yang terpancar. Di salah satu ruangan darurat medis, berkumpul beberapa orang yang kini tengah menyiapkan beberapa persiapan.

Jam digital yang digunakan oleh Eunwoo menunjukkan pukul 11.30, hampir tengah malam dan ini sudah melewati jam rencana mereka. Persiapan tak semudah yang diperkirakan dikarenakan keamanan yang diretas Minhyun kembali pulih dan kini Minhyun tengah berjuang untuk kembali untuk mendapatkan akses.

"Kalian bergeraklah lebih dulu." Titah Minhyun, dengan atensi yang masih berpaku pada layar laptop.

Zei menatap Eunwoo yang terdiam di dekat pintu. Lantas ia melempar sebuah plastik yang berisi botol kecil obat dan saputangan yang beruntung berhasil Eunwoo tangkap. "Taklukan dulu kaa-san. Kaa-san adalah kunci utama yang harus kita dapatkan. Semuanya bisa menyusul."

"Kau masih ragu?" Tanya Eunsang saat melihat ekspresi wajah sangat kembaran. "Buang keraguan mu, kita sudah terlanjur nekat datang kemari."

"Apa yang membuatmu ragu, nii-san?" Kali ini Ziu bertanya. Ia hanya tidak mengerti mengapa sekembalinya Eunwoo dari dapur, pria itu tampak lebih banyak melamun.

Eunwoo tampak menimang plastik di tangannya lalu menggeleng. "Tidak ada, hanya memikirkan bagaimana headline berita jikalau aku ditemukan tidak bernyawa."

"Media akan memberitahu kau bunuh diri. Yuzima akan membungkam media dan menampilkan berita palsu. Kepolisian pun tidak bisa mempunyai ruang untuk penyelidikan." Balas Eunsang ringan yang membuat Eunwoo mendengus kesal dibuatnya.

"Mulutnya seperti tidak pernah sekolah."

"Sepertinya nii-san harus dikawal." Ucap Minhyun menyela perdebatan yang akan terjadi pada si kembar sulung. "Kaa-san berada di dapur, masih dalam pengawasan dua anak buah Yuzima."

"Semoga saja ini langkah yang benar."

"Obat bius ku masih tersisa banyak. Biar aku saja yang mengawal nii-san." Ucap Zei. Ia lantas berjalan menuju pintu dan membukanya seraya kembali berkata, "mari, percepat langkah kita."

Eunwoo mengangguk dan mengikuti langkah sang adik seraya meneguhkan dirinya tentang apa yang akan terjadi di depan.

"Hati-hati, kalian berdua tidak pandai berkelahi." Pesan Eunsang begitu pintu tertutup bersamaan dengan kedua adiknya pergi. "Astaga, aku khawatir sekali pada mereka. "

°°°
.
.
.

°°°


Di ruang kerjanya, Yuzima tampak tengah menatap serius pada jalur merah yang menghiasi peta. Sebelah jarinya menelusuri garis itu sampai pada akhirnya terhenti pada sebuah titik merah besar. Ia mengernyit lalu mendongak menatap pada sosok laki-laki berambut pirang bernama Rei, salah satu anak buahnya. Wajahnya mungkin terlihat datar, tapi dalam sorot matanya, Yuzima mempertanyakan perihal hal janggal yang baru saja ia dapatkan.

Mengerti maksud dari sang atasan, Rei angkat bicara. "Kochi menjadi tempat sementara kami bersembunyi, Nakamoto-sama. Di sana tidak sesuai dengan dugaan, banyak sekali markas musuh dan lingkaran merah merupakan pusat dari organisasi Ryuu-san."

"Bagaimana dengan pola serangan mereka, sudah bisa diprediksi?"

"Pola serangan mereka adalah melalui serangan cyber disusul penyerangan tak beraturan untuk mengalihkan perhatian kita. Salah satunya adalah penyerangan kemarin, Nakamoto-sama."

Little Yakuza! [Side Story Of Genbrok]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang