IV

232 34 36
                                    

"kaa-sama, sedang apa?"

Siang itu, setelah cukup beristirahat, Yuzima menghampiri Jineul yang tengah berada di halaman belakang mansion — tempat pelatihan para anggota berada. Ibu Nakamoto itu tampak tengah tenang melihat prosesi latihan yang tengah berjalan. Dapat Yuzima lihat raut tenang dan tatapan mata teduh dari sang ibu, yang sudah lama tidak ia lihat langsung.

Jineul menoleh saat si bungsu sudah duduk bersila di samping seraya membawa sebuah nampan berisi peralatan teh. "Kaa-san bosan, tidak apa kan jika melihat mereka latihan?"

"Kaa-sama ikut latihan pun tak apa." Gurau Yuzima, yang dibalas tawa kecil dari sang ibu. Ah, sudah berapa lama ia dan Jineul tidak bercanda seperti ini, rasanya Yuzima rindu sekali.

"Jika kaa-san ikut, mereka akan kalah." Balas Jineul berbangga hati. "Kaa-san kan jawara pada jamannya."

"Kaa-san kan bar-bar. Saat hamil saja malah ikut tawuran." Gumam Yuzima pelan, namun sayangnya hal itu tertangkap pendengaran Jineul yang lantas membuat sang ibu mendelik tajam.

"Kaa-san apa, Yuzi-kun?" Tanya ulang Jineul dengan nada yang lembut, namun tersirat ancaman mematikan.

Yuzima menggeleng panik. "Kaa-san cantik! Ya,.. kaa-san cantik, hehe."

Hening kemudian menyapa, tak ada yang berniat kembali membuka percakapan untuk meruntuhkan tembok kecanggungan itu. Yuzima sibuk meracik teh sedangkan Jineul sibuk melihat para anggota yang latihan. Keduanya tengah terlarut dengan pemikiran masing-masing, dan ragu untuk saling mengungkapkan. Tembok tak kasat mata yang membentengi keduanya setiap hari semakin tinggi, tak mudah untuk ditembus apalagi dihancurkan.

Tak tahan dengan kesunyian yang ada, Yuzima menatap sang ibu dan mulai berbicara. "Kaa-sama."

Jineul menoleh. "Kenapa?"

"Boleh saya bertanya sesuatu?"

Alis wanita yang sudah setengah abad itu terangkat saat mendengar ucapan formal dari sang anak. Tak ada satupun anak buah di dekat mereka yang menjadi alasan Yuzima berkata formal. "Bertanya tentang?"

"Apa yang membuat kaa-sama tiba-tiba berubah pikiran? Apa ada yang anda sembunyikan?"

"Kaa-san yakin, kamu sudah tau dari Roy atau tidak Yakume. Kaa-san tak mau repot-repot menjelaskan lagi." Jawab Jineul dengan mata menyorot tajam ke depan.

Yuzima paham, jika sang ibu tengah menahan amarah. Identitasnya terbongkar dan kehidupan tenangnya terganggu. Walaupun Jineul memang pemberani sejak dulu dan tak perduli dengan bahaya yang menghadang — tapi kali ini ancaman yang datang tidak main-main. Putra bungsunya adalah orang paling berbahaya dan memiliki banyak musuh, dan Jineul tentu saja ikut menjadi incaran mengingat Yuzima sangat lemah jika berhubungan dengannya.

Jineul melunakkan raut wajahnya saat melihat keterdiaman Yuzima. "Tak usah berpikir semua ini salahmu, nak. Semua yang kita perbuat pasti ada konsekuensinya, bukan?"

"Saya hanya takut mengecewakan tou-sama dan jii-sama." Lirih Yuzima dengan mata menatap air teh yang menggenang di cangkir miliknya. "Saya takut, janji yang saya janjikan hanya akan menjadi bualan belaka."

"Saya gagal melindungi kaa-sama.."

"Belum terlambat, masih banyak waktu untuk mewujudkan janji itu." Balas Jineul. Ia mendekat, mendekap lembut bahu kokoh yang menanggung banyak beban itu. "Tou-san akan mengerti dengan posisi mu sekarang."

Little Yakuza! [Side Story Of Genbrok]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang