8~

280 47 0
                                    

Setelah hampir semua sudut mereka datangi, Tanaka yang sudah bosan mulai menarik nafas dalam-dalam. Sungguh dia merasa sangat bosan. Dia sendiri heran pada Abi yang terus menerus memotret.

" Kak Abi! Buat apa sih dari tadi memotret gambar gambar itu, pada hal hanya kepulan asap begitu " bocah ini benar benar tidak mengerti seni begitu pikir Abi.

" Hei, siapa bilang?, ini namanya seni abstrak tau! "

" Iya iya aku tau, aku pernah membacanya, tapi kau telah memotret lukisan itu beberapa kali tau, mending kau ambil foto ku saja yang tampan,gagah dan berkharisma ini" adiknya dengan selfish - nya berpose, seperti hanya ada dia saja manusia di bumi, yang lain nya ikan mungkin dipikirnya.

" Mana mau aku mengambil potret mu, pose mu saja menggelikan begitu" ujar Abi terkekeh melihat aksi Tanaka, kemudian otaknya pun bekerja, jiwa jahilnya bereaksi untuk mengerjai Tan

" Terus bagaimana ??" Tan bingung harus bagaimana, dia meminta diarahkan oleh Abi karena dia sudah memotret banyak model kan?Abi pasti tahu bagaimana cara berpose sebaik mungkin.

" Kesini, lihat kesini, buka matamu sedikit lebih lebar, agar lebih berkharisma" Abi mulai mengarah kan fokus kamera nya ada Tan, membidik sudut terbaik, dengan memberikan arahan yang katanya agar terlihat berkharisma itu.

" Begini???" Tan polos sekali Begitu saja mengikuti arahan dari kakaknya yang sedikit gila itu.

" Iya, iya, tetap seperti itu" kemudian kilatan flash dari kamera Abi berhasil menangkap potret adiknya, dia terkekeh. Melihat ulang gambar itu ingin rasanya tertawa terbahak-bahak sebenarnya. Karena itu terlalu lucu.

" Kak Abi kenapa tertawa?" Tan yang bingung dengan tingkah Abi berpikir apa kakaknya sudah mulai gila? Seberat itukah hidup Abi? Karena penasaran dia mendekati, ikut melihat hasilnya.

" Kak Abi!!! Kenapa jelek begini!!" Teriak Tan yang kesal dengan sikap Abi, seketika mereka menjadi pusat perhatian pengunjung lainnya.

" Maaf maaf kan adik ku dia sedang tantrum" senyum canggung Abi meminta maaf kepada pengunjung yang terganggu oleh teriakan Tan, kemudian menarik Tan keluar pameran.

Sesampainya diluar Abi tertawa terbahak bahak, sampai pipinya sakit. Dia tertawa sepuasnya karena dari tadi dia sudah menahan diri didalam. Bukan hanya pipinya yang sakit tapi juga perutnya. Sedangkan Tanaka melipat kedua tangan dan memanyunkan bibir. Marah begitu maksud nya.

"Tidak mau tau pokoknya hapus!!" ucap Tan tanpa sudi melihat kakaknya yang masih terus menertawai nya

" Hei, jangan, ini seni namanya hahaha" jawab Abi yang masih bisa tertawa, tidak mengerti kondisi seperti nya

" Seni apa nya, begini kah cara Abimanyu Narashima seorang Photografer profesional bekerja? Bahkan hasilnya tidak jauh lebih baik dari ku?" omel Tan yang mulai meragukan kemampuan seorang Abimanyu Narashima

" Oh benar kah? Coba tunjukkan pada ku kkkk" Abi menantang Tan dengan masih mencoba menahan tawanya.

" Sini aku yang mengambil fotomu, kau berdiri lah disana" Tanaka menerima tantangan kakaknya, dia menunjukkan tempat terbaik untuk jadi latarbelakang fotonya, mencoba menunjukkan bakatnya. Abi sih hanya mengikuti saja berpose sebaik mungkin, ingin melihat sejauh mana bakat adiknya itu.

" Sudah-sudah disitu saja" kemudian Tan mengambil gambar dengan kamera Abi, mencoba mengambil dari angle terbaik.

" Nah begini kan bagus" ujarnya Tanaka kembali memeriksa hasilnya. Penasaran dengan hasilnya Abi juga mengeceknya.

"Ini sih memang aku nya saja yang tampan" sombong sekali manusia satu ini batin Tanaka, mendengar ucapan Abi

" Hah sudahlah aku kesal!, Aku bosan!!" Tanaka mengembalikan kamera Abi dan pergi menuju mobil , meninggalkan Abi dibelakang.

Tapi belum sempat kakinya melangkah jauh, tiba tiba dadanya sesak, nafas nya tersendat dan pandangan nya kabur, hampir saja dia mencium tanah, beruntung tangan kekar milik Abi segera menangkap tubuh adiknya itu, Abi yang mengamati jalan Tanaka sedikit goyah pun tidak berpikir panjang hingga berhasil mencegah adiknya terluka.

" Kau tidak apa-apa? Tan!" Abi tampak begitu khawatir menggoyangkan bahu adiknya, agar tetap terjaga.

" Da...daku se...sak, " jawab Tan terbata.

" Sudah naiklah" Abi membungkuk kan badan nya dan menggendong Tanaka dipunggung nya. Kemudian segera merebahkan Tanaka dikursi mobil.

" Ini minum dulu obat mu" memilih obat yang dapat membantu pernafasan Tan, dia tahu karena dia diberi tahu kak Win, seisi rumah juga tau. Agar jika kak win tidak sedang dirumah saat Tan kambuh, mereka bisa menolong Tan. Dengan bantuan air putih Tan menelan obat itu.
" Kau pasti terlalu lelah, lebih baik kita pulang saja ya" tanya Abi

" Tidak mau" jawab pelan Tan. Abi mengusap rambut nya kasar bingung apa yang harus dilakukan.

Lalu dia melihat jam tangannya, ternyata sudah waktunya untuk makan siang, sedikit terlambat sih sebenarnya mungkin itu sebabnya, Tan kambuh. Karena lelah dan belum makan serta minum obat.

" Ya sudah kita makan dulu, direstoran terdekat, kau harus minum obat. Tidur lah dulu, aku akan mencari restoran terdekat"

Sementara Tan mengangguk saja, dia tidak mau mempersulit Abi, dan berakhir pulang ke rumah, yang dia ingin sekarang refreshing.
Abi pun kembali melajukan si kuda besi menuju restoran terdekat.

Dalam perjalanan Tan sudah tertidur. Wajah damai dengan mata terpejam itu membuat abi sedikit lega. Hingga lengkungan keatas terpampang dibibir Abi.


Tanaka TarachandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang