10~

287 44 0
                                    

Hari mulai gelap , temaram lampu taman dapat sedikit membantu mereka penerangan. Hingga sorot  yang menyilaukan mata datang datang dari lampu mobil milik Abi yang memasuki area rumah dan berakhir di garasi .

Mereka turun dari mobil, dan masuk kerumah mewah  dan luas itu. Ketika keduanya masuk ternyata mereka telah ditunggu oleh semua keluarganya mulai dari Halabeoji,Ayah dan Kak Harsa hingga Juna semua telah duduk di kursi sofa seharga belasan juta itu. Dari wajah mereka sudah terlihat jelas, teraut   tatapan dingin dan tajam tertuju pada kedua orang yang baru masuk rumah itu. Tan dan Abi melempar pandang kepada halmeoni, tapi halmeoni hanya menggelengkan kepala seolah memberitahu bahwa semuanya sedang dalam kondisi tidak baik.

Suasana tegang seperti telah mengisi seluruh ruang ini. Tan dan Abi sadar bahwa mereka sedang berada di kondisi yang genting seperti hidup dan mati. Untuk mencairkan suasana Tan tersenyum kepada semua orang dia pikir Semuanya akan melunak. Nyatanya, itu tidak memberi efek apapun.

" Selamat malam semuanya" tawa canggung diberikan Tan.

" Apa apaan ini, Abi?" Tanya ayah membuka suara

" Ahh.. biarkan aku jelaskan ayah" Tan yang merasa ini semua karena dirinya pun mengambil alih pertanyaan itu.

" Diam Tan!" Tegas kak Harsa yang tidak ingin diganggu. Tan tidak bisa berkata lagi. Terlalu takut menatap mereka yang sedang memasang wajah galak

" Jadi begini, Ayah, aku memiliki janji kepada Tan untuk memenuhi segala keinginannya agar dia mau makan saat di rumah sakit kemarin, dan dia yang meminta untuk keluar hari ini. Sebenarnya..."
Belum selesai Abi mengatakan semua, tangan Bara menampar pipi Abi kuat kuat. Abi dan semua orang kaget. Panas dan pedih tepat begitu terasa dipipi Abi kini.

" Kak bara!!" Teriak Tan, mendekati Abi yang masih mematung tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

" Tanaka Tarachandra!!!" Bentak Bara berhasil membuat Tan kaget. Jika bara sudah memanggil nama nya begitu lengkap dan jelas berarti dia benar benar marah.

" Tan, sudah nak"  dada Tan tampak naik turun, seolah benar-benar marah juga, sehingga Halmeoni mencoba menenangkan dengan mengusap punggung Tanaka pelan.

" Kakak tidak seharusnya membentak Tan begitu!" Abi tidak terima, dia bisa terima jika dia harus mendapatkan tamparan keras dari Bara. Semua menatap mereka tanpa berkata-kata.

" Ini juga karena mu, bagaimana kau bisa bertindak seceroboh ini?! Apa kau ingin kondisi Tanaka semakin memburuk, apa kau tidak melihat kondisi nya?? " Bara meluapkan kekesalannya pada Abi yang dianggap bertanggung jawab atas semua ini.

" Aku tahu itu, salah ku! Salahku memberikan janji padanya. Tapi aku rasa kita juga perlu menghibur nya. Bahkan dia berkata dia akan semakin tersiksa jika harus dibiarkan berdiam diri di kamar. Maka dia akan semakin memikirkan kematian papa dan mama. Itu tidak baik untuk psikologi nya!" Abi itu tidak bertindak tanpa berpikir kali ini. Itu semua juga untuk kebaikan Tan.

" Tapi kenapa tidak memberi tahu kami, malah pergi seperti pengecut yang menitip izin kepada halmeoni?! Kau disini hanya memberi pengaruh kepada adikmu" kata kata bara menampar harga diri Abi. Apalagi kalimat terakhir yang bara ucap dengan penuh penekanan.

Terluka sekali harga diri Abi. Hingga rasanya ini hanya mimpi. Dia tidak percaya kakaknya setega ini.

" Begitukah?? Apa kalian mengambil kesimpulan bahwa aku tidak menyayangi Tan?" Tidak ada yang menjawab pertanyaan Abi yang diucapkan dengan menahan emosi.

" Kak Abi, tolong jangan dengarkan kak bara" pinta Tanaka dengan pelan dan air mata telah terjatuh dari mata sipitnya.

" Oke baiklah, aku akan pergi dari rumah ini. Tan maafkan kakak" Abi berucap tanpa pikir panjang, jika kehadiran nya dianggap sebagai pengaruh buruk, siapa yang tidak sakit hati. Kemudian dia melangkah cepat menuju kamarnya.

Tanaka TarachandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang