Cukup menguras waktu sekitar 15 menitan Abi akhirnya menghentikan laju mobil nya, didepan sebuah restoran. Ada rasa tidak tega ketika harus membangun kan tidurnya Tanaka. Tapi dia dan Tan butuh mengisi perut. Agar kondisinya kembali membaik.
" Ta, tata, bangun" Abi menggoyangkan lengan Tan agar segera bangun. Tapi Tanaka tidak kunjung menjawabnya. Bergerak sedikit saja tidak.
" Ta?? Tata??" Abi mulai panik
" Ta bangun!!!" Abi menggoyangkan lengan adiknya semakin kuat. Dia benar-benar sudah Sangat panik
" Kak Abi!! Apa sih?! " Hufft, suara amukan Tanaka membuat Abi menghembuskan nafas lega.
" Kau ini bikin panik aku saja tau! Aku pikir...." Abi tidak jadi melanjutkan perkataannya
" Apa?? Mati?? Biar kalau aku mati kak Abi yang aku hantui terlebih dahulu!" Anak ini berkata dengan gampangnya
" Tanaka Tarachandra! Jaga ucapan mu!" Tegas Abi, dia itu sangat menyayangi Tanaka, dia tidak mau Tan berbicara ngawur begini. Kematian bukan hal yang dapat diucapkan sembarangan. Ingat ucapan adalah doa.
" Habis sih kakak menyebalkan, kan bisa membangun kan aku baik baik, aku itu lelah tau!"
" Ya kau juga sih dibangun kan dengan cara pelan tidak merespon sama sekali" Yap, Abi lupa bahwa Tanaka itu susah di bangunkan.
" Jadi kakak menyalahkan aku??" Tan tidak terima.
" Sudah lah ayo turun, makan dulu" Abi Keluar dari mobil. Tanaka pun ikutan turun, sebelum Abi menarik paksa dirinya keluar dari mobilnya.
Kemudian mereka memesan menu yang disediakan. Menikmati cita rasa makanan favorit yang tersaji di meja. Setelah itu memberikan waktu agar makanan yang baru saja tertelan turun ke usus.
Tanaka mengeluarkan obat obatan nya dan meminum butir butir dari beberapa macam obat yang berbeda. Sementara Abi hanya memandang Tanaka yang mulai menelan obat obatan itu dengan bantuan segelas air minum nya.
Ekspresi wajah Tan yang santai saja seolah memberi tahu bahwa itu hal yang biasa. Abi yang hanya memandang, menelan salivanya , dia sudah bisa membayangkan betapa pahitnya obat obatan itu. Obat semacam itu memang ada yang manis? Entah lah Abi tidak pernah mencobanya, dan tidak akan pernah mau mencobanya.
Mending minum obat sirup seperti anak kecil saja, jelas rasanya enak seperti buah buahan sebagai variasi rasa.
Kemudian hening mutlak tercipta ketika keduanya sama-sama tidak mau angkat bicara. Hanya suara riuh pengunjung lain dengan obrolan mereka.
" Kita pulang saja ya?" Abi mencoba membujuk adiknya
" Tidak" sudah begitu saja tanggapan Tan.
" Kau perlu istirahat, katamu tadi kau lelah"
" Tidak lagi, sudahlah kak Abi. Ayo kita pergi. Kemana kau akan hunting foto setelah ini?" Tan itu keras kepala, jika kalian lupa.
"Kau ini keras kepala sekali, Ya sudah kita ke pantai terdekat saja" Abi pasrah saja dari pada ribut dengan Tan.
" Oke, ayo berangkat sekarang!" Tan berdiri, mengajak Abi dengan Semangat sekali.
" Nanti dulu"
" Kenapa lagi sih kak Abi?" Tan kesal mendengar jawaban Abi padahal dia sudah bersemangat 45.
" Aku harus membayar dulu!, memang kita makan secara cuma cuma dan sehabis itu diteriaki maling begitu?" Abi mengeluarkan credit card nya.
" Oh iya hehehe" oke Tan sekarang benar benar malu.
" Waiters, bill nya" panggil Abi pada seorang wanita berpakaian hitam putih rapi. Dan tak lama dia datang menyerahkan secarik kertas berisi rincian makanan dan total harga yang harus dibayarkan.
Setelah itu Abi meminta alat pembayaran dan menggesek kartu kredit nya. Kemudian dia pergi bersama Tan menuju tempat yang mereka ingin kunjungi tadi.
Tepat sekali pukul 3: 45 mereka sampai ditempat yang menyajikan pemandangan alam dengan deburan ombak, pasir putih dan gazebo yang berada disekitar nya. Setelah memarkirkan mobilnya, perburuan dimulai.
Alam itu menyajikan banyak hal yang istimewa. Menakjubkan dan tak jemu dipandang mata. Kadang kalau dipikir-pikir juga banyak yang menyajikan sesuatu yang sulit diduga atau pun dinalar logika.
Karena itu adalah ciptaan sang Maha Pencipta segala. Sehebat apapun manusia, tidak akan mampu menandingi-Nya.
Mulai dari deburan ombak dipinggir pantai, pohon kelapa yang melambai, hingga warna jingga yang mulai tersirat di langit disambut angin semilir yang membelai.
Tanaka tidak pernah mau melewatkan kesempatan ini, dia tidak perduli lagi dengan apa yang sedang dilakukan oleh Abi. Mungkin dia juga sibuk memotret sana sini.
Karena Tan, dia juga sedang mengisi memori, dengan kenangan indah bersama Abi kini. Agar selalu tersimpan di otak dan tidak pernah hilang ,kekal terpatri.
Kakinya menyusuri pasir putih yang bolak-balik terjamah air laut silih berganti. Sementara Abi tetap menangkap hal yang patut diabadikan sembari mengawasi adiknya sesekali. Langkah nya berada di belakang Tan, membuntuti.
Netranya menangkap Tan yang perlahan tertunduk dengan cairan bening dari mata yang membasahi pipi.
" Ta, ada apa?" Abi mencoba menyamakan langkah dan posisi
" Tidak apa-apa" Tan menghapus air matanya.
Tapi bagaimana pun sorot matanya tidak mampu berbohong. Abi juga kakaknya Tanaka, bukan setahun dua tahun mereka hidup satu atap. Tentu dia sudah mengenal adiknya ini dengan baik.
Seperti yang biasanya mama mereka lakukan, Abi menarik adiknya kedalam pelukannya. Pelukan hangat yang mampu membuat Tan merasa nyaman. Tan tenggelam di dada bidang Abi. Perasaannya yang tidak karuan membuat nya menangis meluapkan emosinya, yang selalu teringat kedua orang tuanya.
Perasaan Abi teriris melihat adiknya menangis di pelukannya dia dapat merasakan luka dan kerinduan Tan yang memeluknya erat. Seolah perasaan mereka telah menuju ke sebuah titik yang sama. Sama-sama merindukan kedua sosok yang mereka belum rela lepaskan.
" Sstt, aku tahu perasaan mu, jangan menangis lagi. Kita merindukan mereka. Tapi tangisan hingga menguras seluruh air mata pun tidak mampu membuat mereka kembali Tan" Abi melepaskan pelukannya dan menangkup kedua pipi Tan dan mengusap air matanya.
" Aku sangat merindukan mereka" Tan berucap sambil sesenggukan.
" Iya kakak juga, kak bara juga. Semua orang. Tapi terpuruk juga tidak akan membuat mereka kembali lagi. Sudah ya. Ini sudah semakin sore kita harus pulang. Nanti kemalaman dimarah kak bara" bujuk Abi yang melihat adiknya pucat dan sangat kelelahan.
Tan hanya menjawab anggukan setuju. Jujur saja dia benar benar lelah. Sebelum dia drop ada baiknya dia menurut saja kali ini. Daripada nanti kena omel dan kembali lagi ke rumah sakit.
Abi dan Tanaka kembali ke mobil dan mereka mulai berjalan ke arah pulang. Jika tidak bukan hanya Omelan kak bara, Halabeoji, ayah, dan seisi rumah bisa membuat kuping mereka berdua ingin terlepas dari tempat nya dan mereka sedang tidak ingin mendengar dongen panjang mereka kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanaka Tarachandra
FanfictionHakikat nya manusia tidak akan pernah puas. Semua kehidupan itu ada kurang dan lebihnya. Tinggal bagaimana cara kita memandang, menjalani dan mengambil sikap untuk nya. Bersyukur dengan segala yang telah menjadi jalan mu, adalah hal yang paling tepa...