13

240 42 2
                                    

Setelah sekian jam duduk di ruang santai dekat kamar Tan, Juna berpikir keras bagaimana cara membujuk Tan. Terakhir kali dia membujuk pun harus disertai janji tidak masuk akal yang belum dia penuhi. Juna mengusak rambut nya kasar, tampak begitu frustasi.

Tapi akhirnya dia begitu saja memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar Tan, untuk menatap wajah orang yang tadi sempat dia sakiti tanpa sadar.

Jika tidak nekat, entah sampai kapan dia duduk disana, membuat masalah berlarut dan pasti ayah akan memarahi nya yang bersikap seperti pengecut itu.

" Tan, ini aku" panggil nya dengan mencoba memutar kenop pintu. Yang dia kira terkunci, nyatanya pintu itu terbuka, padahal dia dari tadi takut Tan mengunci pintu dan tidak mau membuka nya setelah mendengar panggilan nya.
  Tau begitu dia sudah masuk dari tadi, asli, dia merasa sangat bodoh hari ini.

Dia mencoba mengintip ke dalam, karena Tan yang tidak menjawab panggilan nya membuat nya penasaran. Dan dilihat nya Tan yang berbaring memunggungi  pintu. Juna mendekati Tan dengan perlahan, tidak ingin bertindak bodoh lagi, dia takut mengusik Tan jika ia betul-betul tidur.

Ketika berhasil mendekati Tan nampak mata sembab Tan yang terpejam. Untung dia tidak bertindak bodoh lagi tadi dan mengganggu tidurnya Tanaka.

Tan yang tertidur dengan mata sembab, Juna tau pasti dia habis menangis. Apalagi saat melihat nya memeluk foto keluarga nya, aish perasaan Juna kesal, merutuki dirinya sendiri.

Juna tanpa sadar duduk pinggir ranjang tepat disamping Tan. Tangan nya tergerak mengusap rambut Tan, hatinya sakit dan merasa bersalah, telah menyakiti perasaan adik satu-satunya itu.

" Maaf ya Chan,..." Lirihnya, hening kemudian tercipta Juna yang hanya berani memandang wajah Tan yang damai tertidur.

Tiba tiba pintu kamar terbuka. Sontak mengalihkan perhatian Juna ke arah pembuka pintu. Ternyata itu bunda.
Kemudian jari telunjuk Juna dia arahkan ke arah bibir nya seolah mengisyaratkan untuk menjaga ketenangan.

Bunda terhenti langkahnya didepan pintu, setelah melihat isyarat juna.

" Bangunkan Tan, waktu nya makan malam, sebentar lagi kakak dan Halabeoji pulang, cepat turun" ujar bunda pelan setengah berbisik

Juna mengangguk isyarat bahwa dia mengerti, kemudian bunda kembali menutup pintu, meninggalkan Juna dan Tan.

" Tan,bangun. Waktu nya makan malam, ayo turun" Juna mencoba membangun kan dan menggoyangkan bahu Tan pelan.

" Eunghh" Tan perlahan membuka matanya.

" Kak Jun," Tan langsung terduduk mendapati Juna yang ada dikamar nya.

" Tan, aku mau minta maaf. Aku sungguh tidak ada maksud menyakiti perasaan mu, aku hanya bercanda. Mungkin candaan ku keterlaluan hingga membuat mu tersinggung, maafkan aku" Juna tertunduk tak berani menatap mata Tan.

" Ah, iya aku mengerti. Tidak apa-apa. Aku memaafkan kak Juna, sebenarnya kakak tidak perlu meminta maaf, apa yang kakak ucapkan itu benar, aku seharusnya tau batasan dan tidak berlebihan bermanja-manja pada bunda , harusnya aku memikirkan perasaan mu ,kak Win, kak Saga dan kak Harsa." Mata Tan berkaca kaca sudah saat ini

" Hei tidak tidak itu tidak benar, kita itu keluarga, kau sudah kuanggap seperti adik kandung ku, jadi kau bisa mengaggap bunda sebagai ibumu juga kak Harsa, kak Saga dan kak Win juga begitu" ucap Juna panik, dia tidak mau adiknya salah sangka begini.

" Tapi.."

" Kakak mohon jangan berpikir begitu" Juna tertunduk memotong perkataan Tan yang menunjukkan tanda sangkalan.

" Iya, " jawab Tan tersenyum, setelah melihat wajah Juna yang sedih. Jujur saja jawabannya itu hanya untuk melegakan Juna, jauh dihatinya dia masih memegang pesan bahwa dia harus berhenti bermanja-manja dengan bunda dan sadar batasan.

Tanaka TarachandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang