Early-17

15 1 0
                                    

happyreading
-
-
-
-

"Sastra meningal karna sakit, di Rumah Sakit pun dia cuman 1 hari, pagi berangkat besoknya dia pulang dalam keadaan ga bernyawa lagi"jelas Alunan

Mereka sudah beranjak dari makam, dan singgah di salah satu kedai kopi untuk berbincang bersama, dengan raut Lentera yang sangat sendu.

"Waktu Sastra pergi gue schok berat, entah sampe kapan dan gue lupain lo, gue cuman tau sebatas nama lo doang tanpa tau wajah lo kayak gimana, gue lupa buat ngehubungin lo, karna terlalu asik menikmati keterpurukan"lanjutnya lagi

"Sampe sekarang pun, dibilang ikhlas belum, semua itu terpaksa, dan dengan kematian Sastra, gue sadar bahwa kuasa Tuhan tuh jauh di batas angan Manusia"

Lentera masih mendengarkan Alunan dengan matanya yang terus berair, Sahabatanya sudah pergi untuk selama lamanya, dan dirinya baru mengetahuinya sekarang, bahkan kematian sang Sahabat sudah bertahun-tahun.

-
-

Lentera, Sastra, dan Bulan. pertemanan yang mengikat mereka selalu bersama, Lentera si gadis kecil yang kalem nan cantik, Sastra si ceria dan hiperaktif, dan Bulan si sensitif, ketiganya berteman dekat dan tumbuh bersama di masa kanak-kanak.

"Bulan kamu mau ikut aku samperin Lentera?"tanya Sastra

"Kamu aja aku males"

Mendengar jawaban Bulan tanpa membujuknya lagi Sastra lebih memilih melangkah meninggalkan Bulan, mencari sesosok manusia yang amat di sayanginya.

"LENTERAA!"teriak Sastra dari kejauhan

Merasa terpanggil Lentera mencari sumber suara, dan terlihat Sastra dengan senyum manis melambaikan tanganya, kemudian berjalan riang menghampiri Lentera.

"Lentera ngapain di sini, Sastra denger-denger disini banyak hantunya"serunya berbisik

Lentera tertawa kecil mendengar celotehan Sastra"Tadi ada Sakala di sini, tapi dia pergi"ucap Lentera

Sastra mendengus kesal kala mendengar nama Sakala, Sakala itu teman Lelaki yang sangat dekat dengan dirinya dan Lentera, tapi Sakala dan Sastra itu bagai kucing dan tikus, tentu saja Sakala tikusnya, mana mau Sastra menjadi tikus.

Sakala sering sekali mendekati Lentera dan Sastra tidak menyukai itu, tapi dirinya tak pernah menyerukan kegundahannya, dia lebih suka diam, dan selalu menjadi obat nyamuk, sungguh menyedihkan.

"Ayo Lentera kita pergi, disini ga enak nanti kita di culik hantu"seru Sastra sembari menarik pergelangan tangan Lentera.

Lentera menghentikan tarikan itu"Sastra, Sakala bilang dia bakal balik lagi, kita tunggu ya"

Sastra menghela nafasnya dan menganggukan kepalanya.

Tak lama kemudia bocah Lelaki datang menghampiri mereka sembari menenteng sesuatu di tangannya.

"Nih buat Lentera"ucap bocah Lelaki saat menjulurkan sebuah cup cake coklak, dia mengambilnya dari kantong yang dia tenteng tadi.

"Buat Sastra mana?"ujar Sastra mengadahkan tanganya.

Anak Lelaki itu menatap Sastra jenang"Nih buat Sastra bilang apa sama Sakala"Sakala mengucap kata itu dengan nada sengit.

"Biasa aja dong ngomongnya, Makasih Sakala"ucap Sastra dengan nada tak ikhlas.

Sakala menghiraukan Sastra dirinya kembali fokus dengan Lentera yang sendari tadi menyimak keduanya sembari tertawa kecil.

Sakala tersenyum"Lentera mau ga jadi pacar Sakala"ucapnya terang-terangan

Sastra membulatkan mata mendengar prakata dari mulut Sakala, lain halnya Lentera, dirinya menampakan wajah bingung.

Sastra mendekat kesamping Sakala, mengangkat tanganya dan meraih rambut hitam legam milik Sakala untuk dirinya jambak, Sakala membulatkan matanya dan berteriak histeris karna rasa sakit di kepalanya.

"Istigfar Sakala, biar hantunya keluar, Sakala kemasukan hantu karna ga pernah beriman sih, Ibu guru!, ibu guru!, Sakala kemasukan hantu ibu guru!"teriak Sastra sembari memperkuat tarikannya di rambut Sakala

"Sastra stop, itu Sakalanya kesakitan" seru Lentera khawatir

"Lentera jangan gerak, Sastra pawang hantu, Lentera jangan deket-deket nanti hantunya pindah ke badan Lentera, biar Sastra yang nanganin ini, Ibu guru!"Ujarnya dengan garang

"Sastra lepasin hiks, kepala Sakala sakit Sastra" air mata Sakala mulai berderai, melihat itu Sastra mengendurkan tikamannya, dan mulai melepaskan tangannya dari kepala Sakala.

Dari belakang terlihat Guru mereka yang berlari tergepoh-gepoh mendengar teriakan Sastra"Ini kenapa Sakalanya nangis Sastra, Lentera"tanya Ibu guru

Sastra dan Lentera sama sama menundukan kepalanya"Ibu guru, tadi Sastra jambak rambut Sakala"pengutaraan yang di buat Sastra membuat guru itu memasang raut membingungkan.

"Sastra tadi jambak rambut Sakala karna Sakala kesurupan ibu guru, Sakala ga pernah beriman sih jadi di masukin hantu, kalo terus-terus ga beriman Sakala masuk neraka Jahaman" nasihat Sastra

"Sakala kan cowok kok di jambak doang nangis sih harus cowok gitu"lanjutnya

Yang menjadi korban masih terus menangis sembari memandang Sastra, Lentera menatap Sakala sendu, merasa iba melihat Sakala menjadi korban Sastra untuk kesekian kalinya.

"Sastra ga boleh gitu sama temennya ya, sekarang minta maaf sama Sakala, bilang kalo Sastra gak akan jambak Sakala lagi"Ucap ibu guru

"Sakala, Sastra minta maaf, tapi Sastra ga janji buat ga jambak Sakala lagi"seru Sastra dengan menjulurkan tanganya meminta berjabat tangan.

Sakala menghapus air matanya dan menerima uluran tangan Sastra"Jangan jambak rambut Sakala lagi Sastra, sakit"

"Ga janji tapi Sastranya"Sastra

--

Secarik moment lucu yang membuat Lentera tertawa sembari menangis, Sastra terlalu cepat meninggalkannya, tapi dirinya tak bisa berbuat apa apa, Lentera sekarang terlalu takut melihat takdirnya kedepan, akankah sesuai dengan apa yang dirinya ingin. Kehilangan pengaruh besar dalam hidupnya yang Ia tunggu-tunggu kehadirannya membuat lukanya sangat dalam, hingga tak tau bagaimana cara menyembuhkannya.

---

Early Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang