happyreading
-
-
-
-Cermin berdiameter besar memantulkan bayangan Alunan di dalamnya, Alunan yang mengenakan gamis berwarna biru tua dengan kain panjang berada pada tanganya.
Menatap dirinya sendiri dalam pantulan cermin, pertemuannya kemarin dengan Lentera membuat Alunan tersadar akan sesuatu.
--
Azan dzuhur berkumandang, Lentera dan Alunan masih berada pada tempatnya sampai dengan sekarang, mendengar panggilan beribadah Lentera bangkit dari duduknya ingin menanyakan keberadaan tempat sholat di kaffe ini.
"Alunan kamu muslim?" tanya Lentera
Alunan mendengar penyeturuan sedikit tertegu memilih menganggukan kepala dengan sedikit berjeda.
Keduanya melangkah menuju pesholatan, menunaikan ibadah yang seharusnya tak bisa di tinggalkan, namun begitu mudah meninggalkannya, bagai tak takut dengan dosa dan siksa neraka.
Salam terakhir telah di laksanakan, melanjutkanya dengan doa, menyelesaikan doanya Lentera menghadap Alunan yang tak terlalu berada di sampingnya, menatap Alunan dengan lembut tak lupa senyuman yang menghiasi raut wajah nya.
"Aku tau Alunan kamu ragu dengan apa yang kamu lakukan sekarang"ucap Lentera tiba tiba
"Dan aku yakin, Sastra ga mungkin biarin Sahabatnya berjalan di jalan yang salah"
"Yang kita kejar bukan kesuksesan dunia Alunan, kesuksesan Akhirat yang kita dambakan dan harus kita kejar, mau kamu menata serapih apapun dunia mu itu akan hancur"
"Yakin lah, sebelum semuanya terlambat dan kamu menyesal"
Alunan terdiam mendengar setiap kata yang Lentera utarakan.
--
Hingga saat ini dirinya tersadar, kehidupanya jauh dari Tuhan, kenikmatan dunia tak selamanya dia rasakan, berjalan di jalan yang salah, tapi surga yang dia inginkan, Alunan sudah terlalu jauh dengan jalan Tuhannya, sendari dulu Sastra sudah mengingatkan nya dengan cara yang sangat halus namun dia tak menyadarinya, malah asik berada pada jalannya sendiri.
--
"Kamu bisa ya, berhijab ditengah lautan orang yang berlomba-lomba mempercantik rambutnya"seru Alunan.
Sastra dan Alunan menduduki bangku Sekolah Menengah Pertama di salah satu sekolah swasta dengan Akriditas yang bagus, dan seragam yang berbeda, hanya Sastra yang berhijab seorang diri sebagai murid, ada beberapa guru yang memakai hijab, namun sekolahnya tidak mewajibkan, tapi memperbolehkan siswinya yang ingin memakai hijab.
"Hijab itu bukan sekedar kain yang dibentuk untuk menutupi rambut, kegunaanya jauh lebih dari itu"jawab Sastra
"Hijab itu, kain yang menunjukan bahwa kita itu muslim, tanpa harus berkata menggunakan lisan"
"Lagi pula hijab adalah kewajiban, perkaranya wajib di lakukan, tidak ada Alasan untuk tidak melalukan sebuah kewajiban bukan"
"Kecantikan seorang muslim di lihat dari bagaimana dia memakai hijab, maka waktu kamu memakainya pakailah dengan benar, jangan membuatnya jadi ladang dosa padahal seharusnya menjadi pahala bagi kita"
Alunan masih setia dengan diamnya sembari menatap Sastra yang sedang menatap kearah depan.
"Sebuah kewajiban memang harus di laksanakan Alunan, kalau kamu tidak menjalankanya, tersesat adalah hal yang pasti akan diterima, dan jangan sampai kamu menyesal karna telat menuju jalan yang benar dan akan tersesat selama-lamanya"
--
Alunan menetapkan hatinya, memulai berjalan di jalan yang benar, selama ini dia sudah cukup tersesat dalam jalan yang salah, dan tidak mau menyesal di kemudian harinya.
Dengan telaten, Alunan mulai memasang kain panjang di kepalanya yang sudah terbalut ciput yang menutup ramput hingga lehernya, mengaitkan beberapa jarum pentul untuk membentuk hijabnya agar rapih, selesai bergelut dengan kain panjang berwarna senada dengan gamisnya Alunan melangkah menggapai Blazer berwarna hitam untuk di kenakan, dan mulai menelisik lagi penampilannya, ini rampih dan cocok.
menghembuskan nafas dan mulai melangkah keluar dari kamarnya."Pagi semua"seru Alunan saat mendekat ke meja makan yang sudah ada sang ibu dan adiknya.
"Pagi ka-"Raya menghentikan ucapannya saat melihat sang Kakak dengan penampilan berbeda.
"Kenapa liat Alunannya begitu, jelek ya?"tanya Alunan.
Raya dan sang ibu saling bertatapan dan langsung menggelengkan kepalanya.
"Engga kok anak Mama cantik banget pake hijab, yang istiqomah ya Alunan"seru sang Ibu dengan lemah lembutnya dan disambut dengan anggukan kepala sang Adik.
"Kakak cantik banget, Raya jadi pengen pake hijab"
Alunan tersenyum hangat mendengar seruan Adiknya, Alunan tumbuh dari 2 keluarga yang berbeda, Ayah dan Ibunya memilih berpisah entah mengapa, namun sang Ayah masih tetap membiayai pendidikannya dan sang Adik, tumbuh dalam dua agama yang berbeda, Ayahnya seorang Nasrani, dan sang Ibu yang muslim, sempat bingung memilih agama, dan pilihanya jatuh kepada agama yang di anut sang Ibunda, karna dirinya ikut Ibundanya, Alunan tak mau tinggal bersama sang Ayah entah mengapa dan karna apa.
Setelah rutinitas di rumahnya usai, Alunan menuju kantor dimana dia berkerja dengan penampilan barunya, masih terbilang pagi, belum terlalu banyak karyawan yang berada di kantor, saat melihat Alunan yang notabennya adalah seorang CEO mereka pasti menyapa, kali ini menyapanya di tambah dengan raut terkejut melihat CEO mereka, berpenampilan baru yang benar-baner mengedentitaskan bahwa dirinya muslim.
Alunan memasukin ruanganya santai, saat sebelum memasuki ruangan, Alunan sempat melihat ruangan di sebelahnya yang di huni oleh Sekretarisnya yang dipagi hari sudah sibuk dengan komputernya, waktu Alunan menyapanya pun dia menjawab tanpa mengalihkan pandanganya dari layar itu, tingkah laku Aulin membuat Alunan geleng-geleng kepala sendiri.
--
Alunan yang sendari tadi fokus akan berkasnya terpelanjat kaget saat pintu ruanganya terbuka secara kasar yang menimbulkan suara menggelegar.
"Puji tuhan Alunan, lo jadi kaya bunda maria"ujar Aulin
Alunan menatap Aulin jenang"Bunda maria yang mana maksud lo"
"Itu yang biasanya di gereja tempat gue ibadah"serunya santai sembari mendudukan diri
"Beda Aulin, gue bukan orang nasrani, lo ngajak gue berantem"Alunan dengan emosi
Aulin menanggapinya dengan kekehan kecil "Canda, just kidding breh. Hamdallah Alunan cantik banget"
"Serah lo aja deh Aulin, gue pusing" seru Alunan sembari memijat pelipisnya, dengan Aulin yang masih tertawa.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
Early
Teen Fictionbulir air mata ku tak tertahan saat mengetahui semuanya. kau yang selalu menganggap ku berharga yang nyatanya terlihat tidak sama sekali di mata ku. ketika ucapmu berjanji kan bersama tapi kau lebih memilih janji kehidupan takdir. yang di mana aku t...