Early-30

4 0 0
                                    

happyreading
-
-
-
-

Waktu, jam, hari, bulan, dan tahun berganting, terhitung sudah 2 tahun lamanya sejak terakhir kali Utara mengutarakan perasaannya, selama ini dia masih setia memandang Sastra dari jauh, mengintainya bagai penguntit, beruntungnya dia satu sekolah dengan Sastra memudahkannya untuk berintraksi dengan Sastra, walau tidak secara spesifik.

--

11 Januari 2020, tanggal Sastra pergi dari bumi, semuanya dilanda ketidak percayaan meninggalnya secara tiba-tiba, mereka lupa bahwa Tuhan yang maha kuasa.

Utara dan Ayahnya sedang berziarah di makam sang Kakak yang meninggal sewaktu kecil, dirinya baru saja pulang dari rumah Neneknya yang berada di kota yang berbeda, tanpa pulang kerumah Utara dan sang Ayah langsung menuju ke makam mendiang Kakak Utara.

Utara sudah menyelesaikan ziarahnya, dirinya berbalik badan, ada beberapa orang yang berada tak jauh darinya, Utara menyipitkan matanya, meneliti seseorang yang di sana, sepertinya dia mengenali orang itu.

"Kenapa Utara?"tanya Ayahnya

"Engga kenapa yah, Ayah duluan pulang aja, Utara mau nyamperin temen"jawab Utara

"Nanti pulangnya bagaimana"

"Utara pulang sendiri yah, orang deket kok"ayah Utara menganggukan kepala dan melangkah meninggalkan Utara yang masih asik memandang segerombolan orang yang berada tak jauh darinya.

Utara melangkah sedikit dari tempatnya yang tadi, mendekati segerombolan orang itu, Utara masih tetap berjarak, dia takut salah mengira orang yang berada di depan itu.

"Keilan"panggil Utara

Orang itu menoleh dan benar saja, itu Keilan yang sedang menatap Utara, Utara mendekat ke arah Keilan, melihat Keilan yang matanya memerah dan di genangi air.

"Siapa yang meninggal Keil?"tanya Utara

Keilan tak menjawab pertanyaan Utara, dia hanya mengarahkan matanya ke arah gundukan yang di kerumuni orang-orang.

Utara heran dia melangkah mendekat, dirinya terheran lagi menatap Alunan yang sangat kacau, mukanya memerah, air mata yang memenuhi pipinya terlihat jelas.

Utara mengarahkan pandangannya ke gundukan yang baru saja di buat, jantungnya seakan-akan berhenti berdetak, lututnya lemas tak berdaya, ini mimpi bukan.

Sastranya telah tiada, Perempuan yang di cinta pergi untuk selama-lamanya.

"Sas-tra"peluh di tenggorokannya saat menyebut nama itu.

"Kenapa hiks, bangun Sastra hiks, bilang kalau ini cuman bercanda, BANGUN!"Utara terisak

Utara memeluk makam Sastra dengan air mata yang membanjiri wajahnya.

"Sastra hiks, Sastra, SASTRA!, kamu janji hiks, kamu janji nunggu hiks aku sukses, jadi jangan pergi Sastra hiks, jangan hiks, jangan!"ucap Utara sembari menggelengkan kepalanya.

Utara menghapus air matanya"Sastra, aku di sini, aku disini Sastra, ayo bangun, ayo bangun Sastra, bangun!hiks hiks"

"Hiks bangun hiks, bangun"lirih Utara

Early Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang