Senyuman Pertama

17.1K 931 1
                                    

Apakah dengan keanehanku itu bisa membuatmu nyaman? Jika ya, jangan pernah nyaman ketika kau berada didekatku. Karena aku tidak mau kau berharap lebih.

Bug!

Tubuh mungil itu terjatuh. Ia baru saja bangun dari tidur panjangnya. Sudah setiap hari ia selalu saja bermimpi yang sama. Memimpikan seseorang yang sudah lama ia kagumi. Rena sedang jatuh cinta, ya memang. Karena itu, jantungnya selalu berdebaran saat berjumpa dengan lelaki itu. Tidak banyak yang ia inginkan, setidaknya ia bisa mengenal lelaki itu.

Gadis berkacamata itu masih terlelap di dalam mimpi indahnya.

"Rena Zakilah, bangun! "Teriak Giya -Mama Rena- yang berada di depan pintu kamar dengan mengetuk-ngetuk.

Gadis itu menguncir rambutnya dengan ikatan ponytail. "Iya, Ma. Ini juga udah bangun"Balasnya dengan suara kencang.

"Kalau begitu cepat mandi dan bersiap-siap ke sekolah. Udah siang nanti macet kalau udah macet kalo kamu kesiangan gimana?"

Rena tertawa singkat."Ya nunggu macetnya selesai, Ma. Lagian palingan nanti juga dihukum"Kata Rena yang masih belum berdiri kasurnya.

"Mau sampai kapan sih kamu dihukum terus? Setiap hari senin selalu aja di hukum"sindir Giya dengan sengaja.

Memang, setiap hari Senin ia selalu saja telat untuk datang ke sekolah. Banyak sekali alasan yang ia berikan kepada guru piket dengan berdusta.

"Udah takdir, Ma"sahut nya yang kemudian bersiap-siap.

Tak lama, Rena sudah siap untuk berangkat ke sekolah. Ia melihat wajahnya ada di depan cermin. Rena kemudian tersenyum dengan manis.

Tidak perlu berdandan terlalu berlebih, cukup menjadi diri dia saja.
Kini ia tampak cantik dengan seragam kebanggaannya. Meskipun ia tidak sepopuler teman-temannya yang lain. Namun, Rena selalu saja dikenal orang karena keanehan yang ia miliki. Dan baginya ia juga tidak terlalu memperdulikannya. Ia mengambil tas merah nya dan bersiap untuk sarapan pagi.

Bug!

"Aw!" Pekiknya saat tersandung kaki meja dengan keras.

Rena berusaha bangun dan menyadari keningnya terluka. Ia pun melihat dirinya di cermin seraya menutupi lukanya dengan plester. Ia juga mengoleskan luka nya dengan obat merah. Ia melihat jam tangan di tangannya dan siap untuk berangkat karena hari sudah mulai siang.

"Ini namanya selalu ceroboh!"Pikirnya dengan lirih.
Rena beranjak dari kamar yang bernuansa biru itu. Ia menuruni tangga dengan berlari. Tidak peduli dengan apa yang akan terjadi. Rena sudah tau kalau ia akan terlambat untuk kesian kalinya. Mau bagaimanapun semua sudah menjadi takdirnya.

Ruang makan sudah terisikan oleh keluarga kecilnya. Beruntung saat ini Papanya bisa ikut sarapan pagi bersama. Hal ini sangat jarang terjadi. Papa-nya selalu sibuk dengan pekerjaan dia di kantor. Rena ingin sekali menghabiskan waktu bersama Papanya, namun ia sudah terlambat untuk datang ke sekolah.

"Rena seneng deh bisa lihat Papa makan pagi di rumah. Biasanya tidak sama sekali."Lirih Rena dengan tersenyum.

Rendra berubah menjadi diam. "Iya, Rena. Papa lagi ada waktu kosong jadi bisa sarapan di rumah. Kamu engga sarapan, sayang?"

"Rena sudah hampir terlambat, Pa. Tapi Rena nanti mau makan malam sama Papa ya. Bisa kan?"

Rendra tersenyum kearah anaknya itu. "Silahkan. Tidak ada yang melarang."

"Yaudah, Rena jalan dulu ya. Rena kangen banget sama Papa"Ucapnya seraya mencium kedua tangan orang tuanya.

"Hati-hati. Jangan sampai kena hukuman lagi"sahut Mama Giya dengan berteriak.

ANGLOCITA  [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang