Hari-hari berlalu begitu dengan cepat.
Rena mencari nama nya yang berada di Mading sekolah. Satu persatu ia lihat nama lengkapnya ada atau tidak di lembar kelulusan siswa. Mata nya memancarkan kebahagiaan ketika ia melihat nama lengkap nya tercantum di dalam sana.
Tidak hanya itu ia juga mencari nama lengkap seseorang. Riyan Mahendra. Ia mencari nama itu di lembaran yang terpajang di mading. Ketemu! Rena menemukan nama itu. Riyan lulus dengan nilai yang memuaskan sama seperti dirinya.
"Rena! Ren, gue lulus!"teriak Deas dengan kegirangan karena berhasil menuntaskan ujian dengan baik
.
Rena memeluk sahabatnya itu dengan erat. "Pengumuman kelulusan udah keluar, itu artinya gue akan segera ke Amsterdam."
"Gue juga akan menetap di Surabaya. Gue bakalan kangen banget sama lo, Rena."Rena menghapus air matanya yang menetes begitu saja. "Jangan pernah lupain semua kenangan kita di sekolah ini ya?"
"Rena! Jangan gitu dong, gue kan jadi baperan."
Rena tertawa simpul. Matanya menatap seseorang yang kini ada disebelahnya. Orang itu menggunakan kemeja berwarna hitam dengan celana panjangnya itu. Rena langsung menggenggam tangan orang itu.
"Kak Revan! Terima Kasih sudah mau direpotkan karena mengajar les saya dan juga Deas. Oh ya satu lagi, sebentar... "Rena kemudian mengeluarkan sesuatu dari tasnya itu. "Ini ada coklat buat Kakak!"
"Wah... Terima Kasih Rena. Saya jadi dapet coklat deh."Kata Revan dengan tersenyum."Sama-sama, Pak."
Revan memperhatikan coklat pemberian Rena itu. "Rena, bisa kita bicara berdua?""Boleh, Kak."
Revan mengajak Rena berbicara jauh dari keramaian. Ia akan membicarakan tentang Riyan. Akhir-akhir ini ia melihat Riyan terlihat berbeda. Riyan mulai beradaptasi dengan keluarga barunya itu termasuk dirinya.
"Tentang Riyan, apakah kamu akan meninggalkannya?"Revan bertanya secara langsung dengan Rena.
Rena mengangguk mengerti. "Saya akan pergi ke Amsterdam, Kak. Cepat atau lambat Riyan akan tau itu semua.""Kamu sudah memikirkan apa resiko nya jika kamu tetap pergi?"
Rena mengangguk kembali. Ia sudah yakin dengan keputusannya. "Riyan bisa menjaga dirinya sendiri. Lagipula ia juga melakukan apapun sendirian."
"Kamu tidak akan menghadiri pertandingan terakhir Riyan melawan sekolah lain?"
Rena menggeleng dengan cepat. "Sepertinya tidak. Dia bisa bertanding tanpa kehadiran saya. Karena ada saya atau tidak saya tetap saja sendiri."
"Pikirkan segala keputusan kamu, Rena. Karena waktu tidak akan pernah terulang."
***
Bisik-bisik orang tentang dirinya terkadang membuat Riyan terdiam. Ia tidak bisa melakukan apapun karena tidak memiliki bukti yang akurat untuk menuduh orang lain atau membebaskan dirinya dari fitnah itu. Riyan memperhatikan sekeliling nya. Kini tidak ada seorang pun yang ingin berdekatan dengannya.
Riyan bahkan tidak bersemangat untuk melihat hasil nilai kelulusannya.
"Riyan kok masih nampakin wajah lo aja ya di sekolah ini? Kasian jadi dia."sindir seorang lelaki yang dengan sengaja ingin memancing amarah Riyan.
Riyan beralih menatap orang yang berbicara itu dengan tajam. Sudah beribu kali ia katakan kalau bukan dia adalah pelaku nya.
"Bukan gue yang ngelakuin itu. Jangan asal ngomong."Kata Riyan dengan datar."Alasan! Mana sih maling yang mau ngaku? Haha"Sahut yang lainnya dengan keras.
Riyan mulai tersurut emosi. "Bukan gue yang melakukan semua itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGLOCITA [selesai]
Teen FictionCan you love me ganti judul menjadi Anglocita. Diambil dari bahasa Sanskerta yang berarti mengeluarkan isi hati. *** Bagi Rena menjadi kekasih sang ketua PMR sekaligus kapten futsal disekolahnya itu adalah hal yang terindah. Namun hal itu berbandi...