Yang sider bisulan;v
Happy reading ^_^
San terbangun karena suara ponselnya yang berbunyi. Ternyata itu Arsya yang memintanya untuk datang ke tempat biasa mereka melakukan balap liar. Cowok itu meletakan ponselnya di tempat tidur dan segera membersihkan diri.Setelah rapi San langsung mengambil kunci motor dan segera keluar. San menutup pintu kamarnya, namun saat ia berbalik tiba-tiba saja mendapati Aidan, adiknya yang beberapa menit lebih muda darinya tengah berdiri menyenderkan punggungnya di depan kamarnya, lebih tepatnya kamar kakaknya. San berjalan acuh melewati Aidan tanpa memperhatikannya.
"Heh! Berhenti," refleks San memberhentikan langkahnya.
"Apa?"
Aidan berjalan mendekat kearah kakaknya. "Mau kemana lo kak?"
Masih di posisi yang sama, "pergi kemanapun gue, lo nggak perlu tau," San menjawab tanpa melihat kearah Aidan.
Aidan atau yang akrab dipanggil David saat disekolah sudah terbiasa dengan perlakuan San terhadapnya. Ia tidak menyalahkan San atas perlakuannya itu, ia juga tidak menyalahkan kedua orangtuanya yang telah membuat San seperti orang asing walaupun dirumahnya sendiri. Ia juga tidak bisa menyalahkan takdir yang membuat semua ini menjadi semakin rumit.
"Kan Ai cuma nanya kak."
Sang lawan bicara tidak menjawab namun melanjutkan langkahnya meninggalkan Aidan yang tersenyum miris. Aidan menghela nafas dan masuk ke kamarnya yang berada di samping kamar San.
Cowok itu menghempaskan tubuhnya di atas kasur dan menatap langit-langit. Ia mengingat momen dimana saat dirinya dan San masih dekat. Saking dekatnya bahkan San membuat nama panggilan khusus untuk Aidan. "Ai" adalah nama panggilan yang San berikan pada adik kesayangannya, dulu.
Mereka berdua dulu sangat dekat, bahkan mereka berbagi kamar dan sering main bersama. Namun suatu kejadian yang membuat San harus pindah kamar dan menutup diri.
"Ai pengin kita kaya dulu lagi kak, sama bang Bagas juga."
Tanpa disadari ternyata air matanya turun mengingat momen saat ia dan San bersama. Dan itu membuatnya tertidur.
San berjalan ke dapur untuk mengambil minum, namun di ruang makan ia malah bertemu dengan kedua orangtuanya yang sedang makan malam dengan Bagas, abangnya.
"Ehh San udah makan?" Tanya Bagas saat melihat adiknya memasuki dapur.
San mengisi gelas dengan air galon, "belum."
"Sini makan dulu," ajak Bagas.
"Nggak."
Tak ingin berlama-lama di situ, San bergegas untuk keluar dan pergi ke tujuan awal. Sedangkan Bagas hanya menatap punggung San yang hampir menghilang di balik tembok.
--Bryan San--
Adel terbangun dari tidurnya karena alarm yang berbunyi. Sebenarnya malas banget buat bangun, tapi ia harus melaksanakan tugasnya sebagai seorang pelajar.
Mendengar alarm yang terus berbunyi, akhirnya Adel bangun dan mematikannya. Alangkah terkejutnya ia saat melihat pukul yang tertera pada jam bekernya. 06.40, itu sebenarnya jamnya yang kecepatan atau Adel yang terlambat bangun? Bodo amat, ia harus cepat-cepat mandi dan berangkat sekolah karena hari ini ada ulangan fisika.
Pukul 06.53 Adel sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Waktu terus berjalan dan ia harus sampai di sekolah sebelum bel berbunyi.
Bundanya sudah berangkat dan Adel harus berangkat dengan siapa? Motor? Bannya bocor dan belum sempat di bawa ke bengkel. Satu nama yang terlintas di otaknya saat ini adalah Fajar, ya. Ia harus berangkat dengan Fajar. Adel langsung meluncur ke rumah Fajar, berdoa saja semoga sepupu tiangnya itu belum berangkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRYAN SAN || Choi San
Fiksi Remaja. . . "Hai, gue San." "Gimana rasanya dapet kasih sayang dari orangtua?" "Gimana rasanya jadi anak indigo? Apa orang-orang menerima lo dengan keadaan lo yang bisa melihat sesuatu yang tidak semua orang bisa lihat? Apa orangtua lo menerima kelebihan...