Happy reading
Typo dimana-mana***
Pagi ini Kara sudah di hadapkan dengan gerutuan seorang Bryan San yang jongkok di dekat motornya. Anaknya sudah rapi pakai seragam sekolah lengkap dengan tas di punggungnya. Bahkan sudah pegang helm, tapi malah menggerutu di dekat motor.
"Ngapain lo?"
San melihat ke belakang dimana ada Kara berdiri di belakangnya. "Bannya bocor. Padahal semalam nggak apa-apa tapi paginya gini."
Kara mendekat, mengecek benar atau tidaknya. Bisa jadi San ngeprank dirinya. Tapi yang ia temui benar. Ban belakang motor San kempes, nggak ada anginnya.
"Coba bawa ke bengkel yang di depan," Kara menyarankan buat membawa motor San ke bengkel yang berada di dekat rumah. Cuma berjarak lima rumah dari rumahnya.
San menyetujui saran Kara. Ia akan membawanya nanti pulang sekolah. Padahal sekarang juga bisa. Tapi ya terserah San mau bagaimana.
"Kenapa belum berangkat?"
Suara berat itu mengagetkan mereka berdua yang sedang berdebat tentang membawa motor San sekarang atau pulang sekolah. Di pintu depan garasi ada Rama -ayah Kara- yang memakai pakaian santai. Sepertinya beliau sedang cuti dari kerjaan. Menghampiri anak dan keponakannya yang jongkok di depan motor San.
"Ini ban motor San bocor, yah. Kara saranin langsung bawa ke bengkel tapi nih anak malah bilang pulang sekolah saja," kata Kara sambil menunjuk San.
"Nanti gue bawa ke bengkel pulang sekolah. Jadi kalau udah selesai langsung gue ambil," bela San.
Kara dan San terus saja berdebat tanpa ada yang mau mengalah. Bahkan mereka lupa kalau jam hampir menunjukkan pukul tujuh pagi. Sebentar lagi bel masuk pasti berbunyi. Rama menghela nafas, lalu menyuruh mereka berdua segera berangkat.
"Udah diem! Mending kalian berangkat saja. Nanti motornya San, om yang bawa ke bengkel. Sana berangkat sekolah."
Kara melempar kunci motornya pada San. Hap! Tangkapan yang sempurna. Kara mengambil dua helm dan menyalami tangan ayahnya. San melakukan hal yang sama, menyalami tangan omnya. Lalu mereka berdua berangkat menuju sekolah dengan mengendarai motor Kara. Kara duduk di belakang San, San yang menyetir. Mana mau Kara menyetir, jika San bisa menyetir kenapa nggak nyuruh anak itu saja.
***
Tok tok tok"San!"
Tok tok tok
"SAN!"
Brak brak brak
"Woy Santoso! Bangun lo!"
Ia terus menggedor-gedor pintu kamar yang sebenarnya tidak ada orangnya. Tapi biarkan ia lelah dengan yang ia lakukan.
Ceklek..
"Ngapain lo disitu?"
Ia menoleh dan mendapati kakaknya yang sudah siap berangkat sekolah mendekat padanya.
"Ini anak nggak keluar-keluar dari kamarnya," ucapnya dengan menunjuk pintu kamar saudaranya. "Setidaknya kan bisa bukain pintu buat gue yang dari tadi gedor-gedor. Tapi gue nggak mendengar tanda-tanda kehidupan di dalam."
"Emang pintunya di kunci? Kalau nggak lo bisa buka pintunya."
Dirinya terdiam. Kenapa ia tidak terpikirkan itu sebelumnya. Merutuki kebodohannya sendiri, lalu membuka pintu kamar saudaranya dengan tidak santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRYAN SAN || Choi San
Fiksi Remaja. . . "Hai, gue San." "Gimana rasanya dapet kasih sayang dari orangtua?" "Gimana rasanya jadi anak indigo? Apa orang-orang menerima lo dengan keadaan lo yang bisa melihat sesuatu yang tidak semua orang bisa lihat? Apa orangtua lo menerima kelebihan...