Yang sider bisulan;v
Happy reading ^_^
San memarkirkan motor sport hitamnya di area parkiran SMA CAKRAWALA. Sejak memasuki area sekolah, San sudah menjadi pusat perhatian para murid yang berada di sekitar parkiran dan juga koridor lantai bawah, menatap San kagum dan memuja. Dan itu terjadi setiap hari.
Siapa sih yang nggak kenal San? Bryan San Rahmana yang berstatus sebagai anak salah satu donatur sekolah. San, lelaki misterius yang awal kedatangannya ke SMA CAKRAWALA sebagai murid baru sudah membuat siswi dari berbagai kelas ribut karena ketampanannya. Tubuh tinggi, wajah tampan, tatapan tajam, rahang tegas, hidung mancung dan jangan lupakan tubuh atletisnya, siapa yang nggak mau?
San melepas helm full facenya lalu meletakkan helmnya di atas motor. Berjalan santai meninggalkan parkiran dan menuju kelasnya, XI MIPA 2.
"Wehhh... masuk juga lo, San! Gue kira lo bolos lagi hari ini," cerocos Arsya saat San baru saja memasuki kelasnya. Arsya Danendra, sahabat San dari SMP yang tidak bisa diam dan selalu membuat ulah atau candaan.
"Hmm."
Singkat, padat, jelas, dan cuek.
San melanjutkan langkahnya menuju tempat duduknya yang berada di baris kedua dari belakang. Di sana sudah ada Fajar, teman satu bangkunya sekaligus sahabatnya yang sedang memainkan game di ponselnya.
"YO WHATSUP GUYS, HILAL IS BACK," suara yang di duga milik Hilal itu menggelegar di dalam kelas saat si pemilik suara baru saja menginjakkan kakinya di pintu masuk kelas. Hilal Abi Fauzan, nggak beda jauh dengan Arsya, nggak bisa diam dan pecicilan kesana kemari.
"Brisik lo," Arsya melempar kertas yang ia remas kepada Hilal setelah ia merecoki Fajar yang sedang main game.
"Lo juga brisik Sa," ujar Fajar, Rizky Fajar Aziz atau yang akrab di sapa Fajar yang kalah main game gara-gara Arsya. Dan si Arsya hanya nyengir kuda.
"Hehe."
Fajar menghela nafas dan mengalihkan pandangannya ke arah samping kirinya yang terdapat San yang sedang merebahkan kepalanya di atas meja.
"Kemana aja lo selama dua hari kemarin?" Fajar bertanya dengan menopang dagunya menggunakan tangan.
"Ya bolos lah," jawab Hilal dengan wajah tanpa dosanya.
"Gue nggak nanya sama lo ya mulut toa."
"Heh!!" Hilal tiba-tiba menggebrak meja yang ada di depannya membuat seluruh teman kelasnya melihat ke arahnya. "Siapa yang lo sebut mulut toa?" Hilal bertanya kepada Fajar dengan jari telunjuk yang mengarah pada Fajar.
"Ya lo lah. Siapa lagi?" Celetuk Arsya yang sedang merobek-robek kertas hasil mencuri dari bukunya Fajar. Tentu saja tanpa sepengetahuan pemiliknya.
"Heh! Mulut gue tuh nggak toa."
Arsya masih setia merobek kertas itu menjadi sampah kecil-kecil. "Iya, nggak toa tapi cerewet. Suara lo itu merdu, merusak dunia. Ya nggak Jar?"
"Yoi."
Lalu mereka berdua bertos ria ala persahabatan mereka. Meninggalkan Hilal yang melongo melihat itu dan San yang masih mengamati mereka.
"Asal lo berdua tau, suara gue itu seksi kaya Rose Blackpink," Hilal menjawab dengan pedenya. Bahkan ia melipat kedua tangannya di depan dada dan tersenyum bangga.
Hening.
Arsya dan Fajar saling tukar pandang dan seketika suara tawa terdengar dari Arsya dan Fajar.
"BWAHAHAHAHA." / "BWAHAHAHAHA."
Sekitar dua menit mereka berdua masih tertawa. Bahkan Fajar sampai mengeluarkan air matanya sambil memegangi perutnya dan Arsya yang sudah sujud di bawah sambil memukul-mukul lantai keramik yang tak bersalah. San terkekeh ringan dan Hilal yang memandang datar ketiga sahabatnya itu.
Sampai tiga menit lamanya mereka bertiga masih melakukan hal yang sama. Hilal menghela nafas dan mencari kursi terdekat. Capek Hilal tuh dari tadi berdiri.
"Hahah... anjir.. haha.. perut gue sakit," Arsya masih setia di lantai, bahkan ia tidak bisa berdiri. Apa segitu lucunya menurut Arsya?
Sedangkan Fajar sedang menetralkan tawanya. Dan San yang sudah kembali ke posisi awal.
"Okeh, lanjut. Selama dua hari lo kemana, San?" Arsya melanjutkan pertanyaan dari Fajar yang belum sempat terjawab.
"Psikiater," jawab San singkat.
Arsya, Fajar dan Hilal saling pandang satu sama lain. Hilal mengernyitkan dahi dan bertanya, "kenapa?"
San menghela nafas panjang. Ketiga sahabatnya masih menunggu San melanjutkan perkataannya. "Kalian tahu orangtua gue kaya gimana kan?" Mereka bertiga mengangguk mengerti.
"Emang itu masih berlanjut?" Arsya bertanya dengan hati-hati, takut kalau tiba-tiba ia di banting San.
"Masih," San terkekeh miris. "Mereka nggak akan berhenti kalau gue masih bisa lihat Alexa."
--Bryan San--
Terdapat seorang gadis yang sedang memasukkan buku-buku pelajarannya ke dalam tas dan berlari keluar kelas untuk menyusul sahabatnya yang sudah berjalan terlebih dahulu meninggalkannya.
"Kara..! Tungguin gue!" Gadis itu berteriak di koridor lantai satu dengan berlari. Sesekali ia tidak sengaja menabrak beberapa orang yang ia temui.
"Kara!," teriak gadis itu saat sudah di hadapan Kara.
"Apaan sih Del? Gue lagi makan nih," jawab Kara dengan memperlihatkan satu porsi bakso yang sudah ia makan kepada sahabatnya yang benama Adel.
Adelia Elsa Virani, gadis yang menjabat sebagai seksi kebersihan kelas XI MIPA 2 itu duduk dan menyantap bekal yang ia bawa. "Lo kenapa nggak nungguin gue Kar?"
Kara Darmaya, sahabat kecil Adel yang sekarang di pertemukan kembali. "Tadi lo lagi nulis, jadi gue nggak mau ganggu. Lagian kelompok lo nggak ada yang nulis?"
Adel meminum es teh milik Kara, Kara melotot melihat itu. "Es teh gue!"
"Nanti beli lagi elah."
Kara menghela nafas. "Jadi?"
"Jadi..." Adel menjeda perkataannya, "jadi apa?"
Bukannya menjawab pertanyaan Kara, Adel malah balik bertanya. Untung teman, kalau bukan sudah di pastikan kuah bakso milik Kara sudah membasahi wajah Adel.
"Jadi... kelompok lo nggak ada yang nulis?"
"Ada. Gue," jawab Adel enteng dan Kara membuang nafas kasar.
"Selain lo?"
"Aisyah."
"Sudah?"
Adel menjawabnya dengan menganggukkan kepala.
"Yang lain?"
"Berli? Nggak berangkat. Arsya? Nggak mungkin dia mau nulis kalau kelompok. San? Kutub es itu tidurlah. Lagian kenapa gue harus satu kelompok sama mereka berdua sih? Arsya itu kalau kerkom nggak pernah serius, pasti bercanda. San? Lu mau ngomong sama es?" Adel menjelaskan panjang x lebar x tinggi.
"Mungkin takdir lo kaya gitu Del. Udah mendingan lo bersyukur," Kara berkata dengan terkekeh. Dan Adel hanya memandang datar sahabatnya itu.
To be continue...
Book kedua berjudul Bryan San. Gimana?
Jangan lupa tinggalkan vote dan komen kalian. Karena sesungguhnya vote itu berharga dan memberi semangat pada authornya.
Dan jangan lupa masukan cerita ini di library kalian.
See you👋👋
![](https://img.wattpad.com/cover/277255237-288-k541556.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BRYAN SAN || Choi San
Novela Juvenil. . . "Hai, gue San." "Gimana rasanya dapet kasih sayang dari orangtua?" "Gimana rasanya jadi anak indigo? Apa orang-orang menerima lo dengan keadaan lo yang bisa melihat sesuatu yang tidak semua orang bisa lihat? Apa orangtua lo menerima kelebihan...