Happy reading..
Awas! Ada typo***
Setelah berpisah dengan beberapa teman kelasnya di parkiran motor, Hilal segera pergi menuju Sanggar Pramuka. Ada orang yang tiba-tiba mau bertemu dengannya. Hmm kira-kira siapa ya?
Hilal duduk di bangku yang tersedia sambil menunggu orang yang akan menemuinya. Lima belas menit menunggu akhirnya orang yang ditunggu datang juga, tapi bukan dari dalam Sanggar Pramuka melainkan dari arah Hilal datang tadi. Hilal kesal saat orang itu dengan santainya berdiri di depannya, hampir saja Hilal diusir oleh anak Pramuka gara-gara menunggu orang ini.
"Kenapa lo minta gue nunggu di Sanggar Pramuka? sedangkan lo anak seni yang biasanya nongkrong di UKS yang lebih dekat dari kelas gue!" Hilal mengeluarkan kalimat yang sudah ia tahan dari tadi.
Orang itu malah terkekeh saat melihat Hilal sedang kesal. "Sekali-kali gitu main ke Sanggar Pramuka."
Hilal mendengus mendengarnya, "yang ada gue diusir. Tadi aja ada yang mau ngusir gue. Kalau aja dia nggak lihat badge kelas di baju gue. Songong! Baru aja kelas sepuluh!"
Lawan bicaranya panik saat Hilal benar-benar meledak dan marah pada adik kelas yang berusaha mengusir Hilal tadi buru-buru ia menarik Hilal menjauh dari Sanggar Pramuka. Bisa diusir beneran kalau masih disitu.
Hilal yang tangannya ditarik tambah kesal. Ia sedang tidak mau berdebat, tapi orang yang menariknya malah memancing. "Andra! Ngapain lo narik-narik gue?!"
"Buset nih bocah. Pelanin suara lo bisa? Kuping gue sakit dengernya."
Akhirnya Hilal bisa melepaskan tangannya dari orang yang berani menarik dirinya saat akan membicarakan adik kelas songongnya itu. "Cepet. To the point lo mau apa tiba-tiba ngajakin ketemuan? Tumben-tumbenan nih. Biasanya juga pura-pura nggak lihat kalau ketemu gue dijalan."
Jleb.
Andra menelan ludahnya mendengar perkataan Hilal. Pedas banget tuh anak kalau ngomong, tapi memang benar sih. Dan itu fakta. "Kalau yang itu sorry. Gue kira lo yang pura-pura nggak lihat," jawabnya santai.
"Sembarangan lo. Cepet lo mau ngomong apa?! Pegel nih kaki gue."
Sejenak Andra berfikir. Lalu ia berjalan kembali meninggalkan Hilal yang penuh dengan tanda tanya. "Heh! Mau kemana lo?"
"Pulang."
Seketika Hilal seperti orang linglung. Dia masih berdiri ditempatnya memandang Andra yang masih berjalan. "Anjir! Gimana ceritanya lo mau pulang?! Terus tujuan lo tiba-tiba minta ketemu sama gue apa?!" Hilal berlari mengejar Andra.
Hmm macam film India saja main lari-lari.
"Ya tadinya emang gue mau bicara sesuatu. Tapi nggak jadi," lagi-lagi jawabnya terlalu santai. Nggak tau aja kalau Hilal hampir melempar tempat sampah yang dilaluinya tadi.
"ANDRA! GUE SLEDING KEPALA LO!"
Andra masih berjalan dengan santai menuju parkiran motor. Dia tidak peduli dengan yang dikatakan Hilal barusan. Hilal mana berani.
***
Adel sampai ditempat tujuan, toko buku. Begitu masuk bau khas buku langsung menyambutnya. Dengan semangat Adel langsung mencari buku yang ia cari. Sebuah novel yang sedang ramai dibicarakan.
Beberapa rak sudah ia susuri namun belum menemukan juga. Bahkan ia sudah muter-muter di toko buku itu sampai dilihatin yang keja disana tetap saja tidak ketemu. Sampai Adel mendengar ada beberapa orang yang sedang membicarakan novel yang ia cari. Adel mendatanginya dan melihat ada sekitar empat perempuan yang memakai almamater, sepertinya mahasiswa dan disalah satu orang tersebut memegang novel yang ia cari. Adel mendatangi orang itu dan bertanya dimana letak novel yang sedang dipegangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRYAN SAN || Choi San
Teen Fiction. . . "Hai, gue San." "Gimana rasanya dapet kasih sayang dari orangtua?" "Gimana rasanya jadi anak indigo? Apa orang-orang menerima lo dengan keadaan lo yang bisa melihat sesuatu yang tidak semua orang bisa lihat? Apa orangtua lo menerima kelebihan...