9. [Menginap]

14 6 7
                                        

Happy reading..
Warn! Typo dimana-mana
Harap bijak dalam membaca.




"Adel!"

"Adel!"

"ADEL!"

"Ngapain teriak-teriak?!" Ucap mamanya marah. Ya gimana nggak marah, mamanya ini sedang menonton sinetron yang lagi rame banget tapi tiba-tiba anaknya itu teriak seenak jidat.

"Maaf mah. Ini si Adel. Masa ngeringin rambut di depan Fajar dan airnya kena Fajar semua," adunya.

"Maaf jar. Nggak bermaksud sumpah. Lagian kan kipas anginnya disini."

"Kan bisa dipindah Adel."

Adel hanya nyengir mendengarnya. Ia kembali meminta maaf pada Fajar. Lalu ia memindahkan kipas anginnya menjauh dari Fajar agar tidak terjadi hal yang sama. Aneh banget sebenarnya, jam segini biasanya ia sudah berbaring di kamar sambil menonton drama korea namun sekarang ia malah baru selesai mandi. Salahkan Fajar yang mandinya lama, walaupun ada beberapa kamar mandi di rumah omnya ini tapi hanya satu yang benar, lainnya tidak bisa di gunakan.

Ngomong-ngomong saat ini Adel harus menginap di rumah omnya (re:ayahnya Fajar) karena bundanya tadi sore baru saja berangkat keluar kota untuk bekerja kembali dan kali ini ia benar-benar harus menginap sampai bundanya pulang. Alasannya ia tidak berani sendirian di rumah apalagi malam-malam setelah kejadian kemarin. Ada suara orang tertawa malam-malam dan malam itu juga ia harus tidur dengan bundanya. Walaupun sebelumnya ia biasa sendirian dirumah, tapi sepertinya setelah kejadian itu ia benar-benar tidak berani.

Pukul sepuluh lebih lima belas malam Adel tidak bisa tidur. Biasanya kalau tidak bisa tidur dirinya akan menonton drama apapun tapi saat ini sepertinya tidak bisa, laptopnya ketinggalan dirumah dan tidak mungkin ia kembali kerumah jam segini hanya untuk mengambil laptop. Besok ia harus mengambilnya dan mengambil beberapa barang penting yang tertinggal juga.

***

"Gimana?"

"Tenang. Udah gue selesaikan anak itu," jawabnya.

Lawan bicaranya tersenyum bangga, "bagus. Ini bayarannya."

Ia menerima amplop yang di sodorkan lawan bicaranya dan tersenyum. "Thanks."

"Ngomong-ngomong apa dia mau mundur?"

"Gue nggak yakin kalau dia bakal mundur. Karena yang gue tau, dia orangnya kalau mau sesuatu itu harus terlaksana. Termasuk yang satu ini," jawabnya.

"Okeh. Terimakasih bantuannya."

"Iya. Tapi kenapa lo nggak bilang langsung sama orangnya?"

"Gue nggak bisa. Dan kayaknya dia udah tau siapa yang nyuruh lo nyerang dia."

"Lo nggak nyesel?"

"Nggak. Kalaupun karma berlaku, gue siap nerimanya."

"Termasuk kalau lo nggak terpilih?"

"Iya."

Lalu ia pergi meninggalkan orang itu.

"Kalau lo siap nerima konsekuensinya, kenapa lo minta gue ngelakuin ini dra?"

***

"Jangan lupa nanti tvnya di matiin bang," ucap Reyhan yang masih fokus pada ponselnya yang sudah tak bernyawa alias 0 persen. Lalu ia beranjak dan pergi kedapur untuk mengambil air minum.

"Bang," panggilnya.

"Hm?" Guman San yang sedang makan mie dengan ditemani film barat yang tidak tau apa judulnya.

BRYAN SAN || Choi SanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang