BAB 30 - Problem

339 22 0
                                    

USBN sudah berjalan selama 4 hari lamanya. Dan selama 4 hari juga Sheryl tetap diam tak berniat memberitahukan hal ini kepada Ansell.

"Lo kenapa?" Tanya Ansell yang melihat Sheryl sedikit pendiam akhir-akhir ini.

"Gapapa kok," jawab Sheryl.

"Ini kayak bukan lo, ada apa hm?" Tanya Ansell.

"Kenapa lo gak kasih tau ke gue, kalau lo dapat tawaran beasiswa ke Jerman?"

Ansell langsung terdiam mendengar pertanyaan Sheryl, ia terkejut bukan main. Niat untuk menyembunyikan hal ini dari Sheryl sudah lenyap. Darimana Sheryl mengetahui hal ini?

"Lo tau darimana?"

"Bahkan hal ini aja gue harus tau dari murid lain bukan dari lo sendiri," ujar Sheryl dengan senyum miris.

"Itu masih gue pertimbangkan."

"Kenapa masih dipertimbangkan? Bukannya itu yang lo mau sejak lama?" Tanya Sheryl.

Sheryl benar! Ini adalah hal yang ia inginkan sejak lama. Tetapi berat rasanya untuk menerimanya sekarang.

"Apa karena gue?" Tanya Sheryl sembari menunjuk dirinya sendiri.

"Gak gitu," lirih Ansell.

"Kalau emang gue yang jadi penghalang, gue bisa pergi kok," ucap Sheryl sambil menahan air matanya agar tak keluar.

"Lo bukan penghalang, inget itu! Gue gak pernah anggap lo sebagai penghalang di hidup gue!" Tegas Ansell.

Ansell dengan segera merengkuh tubuh Sheryl membiarkan gadis itu menangis. Untung saja saat ini mereka sedang berada di rooftop. Jadi tidak banyak siswa yang berada disana.

"Jadi Sheryl tau?" Tanya Gerald yang diangguki oleh Ansell. "Terus sekarang lo mau gimana?" Lanjutnya.

"Gue .. gatau," lirih Ansell.

"Gabisa gitu bro, lo harus tentuin sekarang. Dapat tawaran beasiswa bukan main-main loh, lo mau relain beasiswa lo?" Tanya Devon berusaha memberi pengertian.

Devon tentu saja tau semua perjuangan Ansell dari nol. Sejak SD Ansell selalu berusaha mendapatkan beasiswa, tetapi gagal. Saat SMP pun Ansell gagal mendapatkan beasiswa entah karena nilainya kurang atau kuota beasiswa habis. Akhirnya saat SMA ini, keinginan Ansell terwujud tetapi ia malah bimbang.

"Kasih gue waktu 3 hari. Bakal gue tentuin semuanya," ucap Ansell lalu beranjak pergi dari ruang musik.

"Menurut lo dia bakal terima tawaran beasiswa gak?" Tanya Gerald.

"Dia bakal terima," jawab Devon penuh keyakinan.

Ia tahu Ansell bukan tipe seseorang yang merelakan sesuatu hanya untuk kepentingannya. Dan Ansell bukanlah seseorang yang akan melupakan segala perjuangannya dan impiannya.

"Gue denger dari Devon katanya lo bertengkar sama Ansell. Kenapa??" Tanya Lia.

"Li," panggil Sheryl. "Kalau misalkan Devon dapat tawaran beasiswa ke luar negeri dan dia gak kasih tau lo, gimana?" Imbuhnya.

"Bakal kecewa sih gue, beda lagi kalau dia kasih tau ke gue langsung," jawab Lia, ia pun tersadar. "Jangan bilang Ansell dapat tawaran beasiswa ke luar negeri? Dan dia gak kasih tau lo!" Tebak Lia.

Sheryl mengangguk kecil membuat Lia melongo.

"Dia dapat tawaran sejak kapan?" Tanya Lia.

"Minggu lalu"

Lia hanya menghela nafas lalu mengangguk mengerti. Mungkin nanti ia akan menanyakan masalah ini ke Devon.

***

Hari ini setelah pulang sekolah, Sheryl langsung menuju cafe Sabrina. Mungkin untuk membantu ibunya sedikit sekaligus menghilangkan penat.

Tringg!

Suara bel cafe berbunyi membuat Sabrina yang sedang melayani pembeli mendongak dan tersenyum.

"Kenapa, Sher?" Tanya Sabrina sembari meletakkan minuman kesukaan Sheryl yaitu es leci yakult. "Oh iya gimana ujian kamu? Lancar kan?" Lanjutnya.

"Lancar, ma," jawab Sheryl lesu.

"Ada masalah sama pacar?" Tanya Sabrina dan Sheryl mengangguk. "Kalau ada masalah selesaikan baik-baik ya? Jangan tiba-tiba menghilang atau pergi seperti anak kecil." Nasehatnya.

"Iya, ma."

Sheryl meminum es leci yakult miliknya sambil menatap ke arah jalanan yang padat akan kendaraan. Sedangkan Sabrina melanjutkan pekerjaannya.

***

Saat ini Ansell masih berada di sekolah tepatnya di parkiran bersama Devon. Gerald sudah pulang terlebih dahulu untuk latihan.

"Gue pulang dulu bro!" Ucap Devon sambil menutup helm nya.

"Oke."

Devon pun berlalu dengan motor miliknya. Sedangkan Ansell masih mencari kunci motornya yang berada di dalam tas.

Tiba-tiba datanglah seorang gadis yang bernama Gina. Gina adalah seorang gadis dari kelas 12 IPS 2.

"Sell, boleh gue pulang bareng lo? Kan searah," Tanya Gina.

Ansell terdiam sejenak lalu menatap Gina.

"Sorry, tapi gue udah punya pacar," ucap Ansell.

"Tapi kan gue cuma nebeng lo, lagian disini gak ada pacar lo," ucap Gina.

"Gue mau jaga perasaan dia, gue gamau ngecewain dia lagi," jelas Ansell membuat Gina terdiam.

Gina pun hanya bisa mengangguk lalu menghela nafas.

"Yaudah deh, gapapa kalau gitu gue cari temen lain aja," ucap Gina.

"Sorry," ucap Ansell.

"It's okey! Lo bener! Emang seharusnya lo jaga perasaan pacar lo. Gue yang harusnya minta maaf, bahkan gue gatau lo udah punya pacar," ucap Gina sambil tersenyum.

Ansell mengangguk lalu mengenakan helm nya, menaiki motornya lalu mulai menginjak gas meninggalkan Gina seorang diri.

"Untung gue udah gak ada rasa sama lo lagi, Sell."

Gimana part kali ini? Jangan lupa vote and comments yaa 🤗 supaya aku bisa cepetan upload!

Follow Instagram :

@Marysay_CS
@Literasimary_

DANDELION [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang