FLUSTERN 7

2 0 0
                                    


Ya, Wanita yang duduk dikamar itu adalah ibu Lorraine, Nona Grace yang terhormat. Mata Ibu Lorraine langsung menajam melihat putrinya yang berdiri di pintu kamar.
"Duduklah, putriku ter sa yang" ucap Nyonya Grace sambil menekankan kata kata terakhirnya.
Lorraine meneguk ludahnya, meskipun ayahnya sering memarahinya, aura Ibunya ini benar benar berbeda. Sepertinya kemarahan seorang ibu tidak bisa diremehkan.
Perlahan tapi pasti Lorraine mendekati ibunya, dan duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan ibunya. Gadis itu menatap langsung mata ibunya, bagaimanapun takutnya Lorraine, ia tidak boleh terlihat menyedihkan di depan ibu yang baru ditemui ibunya.

"Benar-benar gadis yang berani" ujar Ibu Lorraine mengawali omelannya.
"Kenapa kau sangat bodoh? Bahkan aku tidak percaya bahwa kau adalah putriku saking bodohnya. Di kelas tadi kau bertanya pada Sir Ravel apa kedudukanmu? Tidak bisakah kau bertanya pada pelayanmu? Kau benar benar membuatku malu Lorraine. Dan apa yang kau lakukan tadi? Kau akan kabur saat kakekmu akan memanggilmu. Kau kira kau bisa dengan mudah lepas dari pengawasanku setelah masuk ke rumah ini? Jangan bermimpi Lorraine, dan jangan membangkang. Bukankah sudah kuberi tahu dari awal?" Sambung Ibu Lorraine.

Lorraine menundukkan wajahnya beberapa saat. Ia tidak marah, sungguh tidak. Malah seperti ada kupu-kupu memenuhi perutnya
"Akhirnya aku tahu bagaimana rasanya diomeli seorang ibu" Itulah perkataan hati kecil Lorraine. Rasanya hatinya seperti digelitiki. Namun, setelahnya ia kembali menatap ibunya yang baru saja mengomel itu.
"Ternyata ibu cerewet juga" Ujar Lorraine
Grace tampak akan menjawab perkataan putrinya, namun Lorraine sudah memotongnya terlebih dahulu.
"Aku punya tujuan sendiri bu" ucapnya mendung, kejadian malam itu kembali menyadarkan Lorraine. Ia tidak boleh terlena dengan kehadiran ibu yang baru muncul dalam kehidupannya. Tujuannya adalah balas dendam, Lorraine tidak boleh lupa akan hal itu.

"Jangan sangka aku tidak tahu tujuanmu putriku yang bodoh. Aku sudah tahu tujuanmu bahkan sejak kau menginjakkan kaki di kediaman ini." Ujar Grace tajam.
Lorraine menatap ibunya dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan. Ibunya tahu? Lalu kenapa ibunya masih membiarkannya?. Tapi, belum sempat Lorraine bertanya, Ibu Lorraine bangkit dari duduknya, melangkah keluar dari kamar putrinya. Namun sebelum benar benar keluar, Grace berkata.
"Jangan lupa bahwa Ayahmu itu adalah suamiku Lorraine. Aku adalah cinta pertamanya bukan kamu. Jangan terlalu percaya diri bahwa hanya kamu wanita yang dicintainya. Jika butuh sesuatu pergi saja ke kamarku. Jangan bertindak seolah kamu tidak butuh siapapun Lorraine. Jangan sampai kamu mengulangi kesalahan Ayahmu yang bodoh itu. Astaga aku terlalu banyak bicara hari ini. Satulagi Lorraine, ingatlah, kamu satu-satunya putri dan penerus keluarga ini. Jangan sampai aku melihat kamu tertindas dan tidak berdaya, Lorraine. Jika terjadi, aku tidak akan bicara lagi padamu" kata Ibu Lorraine sebelum benar-benar keluar kamar.

Namun saat diluar pun, wanita itu kembali mengomel, cukup keras untuk didengar Lorraine.
"Astaga jadi seorang ibu memang merepotkan" omelnya.
Lorraine tertawa, tawa pertamanya sejak kejadian berdarah malam itu. Padahal ia menyangka bahwa ibunya tidak akan memedulikannya, atau bahkan akan menyiksanya selama ia tinggal di kediaman ini. Gadis itu tertawa lagi sambil menatap ke arah jendela yang langsung memperlihatkan langit berbintang malam itu.
"Ayah, terimakasih, terimakasih karena kamu menikahi ibu. Setidaknya, sekarang putrimu tidak sendiri Ayah" ujar Lorraine
Tanpa sadar, air mata Lorraine jatuh. "Air mata sialan, sudah kubilang aku tidak akan menangisi pria tua itu" Lorraine menghapus kasar air matanya. Namun, sayang sekali air mata asin itu tetap keluar.
"Hiks...berhentilah aku tidak mau menangis...hiks..."
"Hiks....Ayah sialan, siapa yang menyuruhmu pergi secepat ini..."
"Bahkan aku belum pernah mengatakan bahwa aku menyayangimu....hiks..."
"Kenapa menyelamatkanku, dasar pria tua, kenapa tidak membawaku bersa denganmu...hiks..."
Tangisan Lorraine menjadi pengisi keheningan malam itu. Padahal Lorraine berpikir dirinya akan baik-baik saja, namun air matanya malam itu menjelaskan segalanya. Bagaimanapun, ternyata Lorraine tidak sekuat itu, ternyata ia hanya berusaha tegar dengan segala hal yang menyakitinya.
Tanpa Lorraine sadari, seseorang mendengar semuanya malam itu. Semua perkataannya terekam jelas malam itu.

Keesokan paginya, kesibukan Lorraine kembali dimulai. Madam Shannon datang pagi-pagi sekali, kelas Lorraine dimajukan hari ini. "Aku punya jadwal jam sebelas nanti" itulah alasan Madam Shannon. Lorraine tidak bisa protes apalagi permintaan Madam Shannon untuk memajukan kelas sudah disetujui oleh ibunya. Kelas etiket merepotkan itu kembali dimulai.
"Tegakkan badanmu Lorraine"
"Jangan berjalan seperti itu, tegapkan badanmu. Berapa kali harus kuulangi"
"Jangan menunduk, Astaga Lorraine aku juga tidak menyuruhmu mendongak seperti itu Lorraine, jangan berlebihan"
"Tetap tersenyum Lorraine, jangan memasang muka masam seperti itu. Wajahmu sangat kusut, seperti seseorang yang diomeli sepanjang hari"
"Kuulangi tegakkan badanmu Lorraine, atur posisi punggungmu dengan baik"
"Lorraine"
"Lorraine-......"
Begitulah kelas dengan Madam Shannon berlalu, menghadapi kelas etiket berjam-jam benar benar menyebalkan. Ingin rasanya menyumpal mulut Madam Shannon, pikiran itulah yang muncul selama kelas itu berjalan. Namun, alangkah sabarnya Lorraine hingga bisa melewati kelas itu tanpa membuat masalah. Wajah ibunya yang akan mengomelinya lagi membuat Lorraine sedikit jera.

Tentu saja, Lorraine amat menantikan kelas ini berakhir, namun ada yang lebih dinantikannya selain itu. Jika kelasnya selesai jam sebelas, ia mempunyai waktu dua jam sebelum makan siang. Itu benar-benar waktu yang amat berguna baginya. Namun, ada satu hal yang harus ia tanyakan pada Madam Shannon
"Madam, bagaimana cara marah yang elegan?" tanya Lorraine
Madam Shannnon menatap Lorraine bingung, dan melontarkan pertanyaan kembali pada Lorraine.
"Marah bukan cara yang elegan nona, bagaimana jika saya ajarkan cara merendahkan dan menekan seseorang dengan elegan saja?" tanya Madam Shannon
Lorraine mengangguk cepat, sepertinya gurunya tahu apa yang benar-benar yang ia butuhkan.

Saat kelas benar benar berakhir dan Madam Lorraine keluar dari kamarnya, Lorraine segera memanggil Charty, ada hal penting yang harus ia tanyakan pada pelayan itu.
"Charty siapa nama nenek glamor kemarin?" tanya Lorraine
"Namanya Rosette nona, Rosette Eudevora" jawab Charty
"Dia tidak punya nama tengah?" tanya Lorraine
"Hanya keluarga utama yang punya nama tengah nona" jelas Charty
"Tapi Sir Ravel punya" kata Lorraine
"Itu karena Sir Ravel juga Keluarga Bangsawan nona, walaupun bukan Klan Atas, Kelas bangsawan juga punya beberapa pembagian tingkatan dan aturan yang mirip dengan Klan Atas nona" jelas Charty lagi.

Lorraine hanya mengangguk-angguk mendengar penjelasan pelayannya. Ah, ada satu hal lagi yang perlu ia katakan.
"Dimana Rosette sekarang?" tanya Lorraine
"Jam segini biasanya Nona Rosette sedang berkumpul dengan nona lain di taman bunga nona" jawab Charty
"Bawa aku kesana, Charty" ujar Lorraine sambil tersenyum miring.

Taman itu tidak terlalu jauh dari Istana Avolyn, hanya berjarak lima menit dari sana. Saat sampai disana Lorraine disuguhi pemandangan menarik. Semua nona keluarga Eudevora berkumpul disana, itulah penjelasan Eleanor dan Charty. Lorraine mengernyitkan alisnya, jika sesuai yang dipelajarinya, nona yang duduk di tengah pada sisi pendek meja adalah nona yang paling dihormati. Sepertinya Rosette sudah merasa bahwa ia pemiliknya sejak lama, Lorraine hanya ingin meluruskan itu, tidak lebih.
Dengan perlahan tapi pasti Lorraine mendekati meja itu sambil tersenyum manis. Saat ia sampai, gadis itu berkata dengan tenang.
"Astaga, apa hanya aku yang tidak diundang disini?"

FlusternTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang