FLUSTERN 11

2 0 0
                                    


Lorraine kembali terbangun di kamarnya, mulai hari ini jadwal kelasnya. Hal ini diputuskan oleh Grace, karena cukup puas dengan penampilan Lorraine ketika di pesta. Ini sudah hari ketiga sejak pesta berlalu. Lorraine menatap ibukota dari kejauhan, sekarang ia sangat ingin keluar dari kediaman. Rasanya sudah cukup lama ia terkurung disini, dan menjalani hidup sebagai nona muda. Jauh di lubuk hari Lorraine, ia amat takut kalau sampai kehilangan jati diri. Ia takut terlena dengan kehidupannya saat ini, takut ia gagal membalaskan dendamnya.

Kelas Madam Shannon sudah selesai satu jam yang lalu, hari ini Sir Ravel memiliki urusan sendiri ke akademi, sepertinya Lorraine memiliki banyak waktu hingga sore. Setelah memantapka niatnya, Lorraine menemui ibunya. Daripada kabur seperti yang ia lakukan kemarin, sepertinya meminta izin adalah hal yang lebih baik.
"Aku ingin melihat ibukota, Ibu" kata Lorraine, ketika sudah di kamar Grace
"Pergilah" ujar Grace pendek
"Haaaa?" bingung Lorraine, ia tidak salah dengarkan, apakah semudah itu meminta izin untuk keluar kediaman.
"Aku bilang, jika mau pergi ya pergi saja. Bahkan jjika kau minta izin kemarin aku akan membiarkanmu pergi" ucap Grace enteng
Lorraine menyesalinya, tentu saja. Akan lebih baik jika sejak kemarin ia sudah keluar dari kediaman ini.

Ketika Lorraine akan keluar, pelayannya mengusulkan Lorraine untuk menggunakan kerata kuda, juga mengusulkan untuk ikut dengan Lorraine ke ibukota. Ibunya tadi juga sempat mengusulkan untuk membawa pengawal ataupun pelayan. Namun, Lorraine menolak semua itu mentah-mentah, apalagi ketika mereka menyuruh Lorraine membawa pengawal, Lorraine tidak suka dikekang, ia suka hidup dengan bebas. Ia akan pergi bersama Verhatte, itulah keputusannya. Dari awal Lorraine juga sudah mengenakan baju yang nyaman serta jubah untuk menutupi mukanya. Setelah pesta kemarin tentu saja banyak orang yang sudah mengenali wajah Lorraine. Diperhatikan secara terang-terangan bukanlah hal yang disukai oleh Lorraine. Ia lebih nyaman pergi seakan tidak terlihat, itulah harapan Lorraine.
Saat sampai diluar gerbang, Lorraine pu bersiul memanggil Verhatte. Kuda itu datang cepat sekali, kondisinya baik, tentu saja. Bagaimanapun Verhatte adalah kuda liar, ia bisa bertahan hidup dengan mudah. Ia hanya akan patuh pada Lorraine, jika orang lain mendekatinya tentu saja ia akan menolak, kabur atau bahkan menerjang orang itu.
"Saatnya melihat keadaan ibukota, Verhatte" ujar Lorraine

Kediaman Eudevora dan ibukota hanya berjarak lima belas menit, bukan jarak yang akan menyusahkan Lorraine. Kini Lorraine sudah berada di tengah kota, Lorraine pun melepas Verhatte, membebaskan kudanya untuk pergi kemanapun yang ia mau. Lorraine pun mulai mengelilingi kota seorang diri, banyak hal menarik dimatanya.

Semua baik-baik saja hingga ia menyenggol seorang nona Bangsawan di depan butik yang dilewatinya.
"Kau tidak punya mata, hah?" tanya nona itu tajam pada Lorraine, Lorraine tersenyum miring di balik jubahnya.
"Sepertinya pandangan saya terhalang jubah, nona" jawab Lorraine tenang
Nona itu sempat terkesiap sebentar setelah mendengar suara Lorraine, itu tata cara bicara seorang bangsawan. Namun, sayang sekali nona yang ditemui Lorraine amat keras kepala. Ia menyuruh mengawalnya menghukum Lorraine. Pengawal itu pun memukul wajah Lorraine dan menendang perutnya.
"Aaarghh" erang Lorraine.
"Sepertinya anda nona yang amat berani" ujar Lorraine, sambil menanamkan wajah gadis itu ke dalam ingatannya. Ia tidak akan membuatnya lepas dengan mudah.
Pengawal itu akan menyerang Lorraine lagi. Namun, itu sudah terlambat, Lorraine sudah berdiri setelah perutnya ditendang tadi. Dengan ringan, ia melangkah ke samping pengawal itu, menghindari serangan itu. Saat tepat disampingnya Lorraine pun berbisik.
"Kembali saja ke tuanmu, Anj*ng penurut" itulah perintahnya. Pengawal itu pun kembali ke sisi nona tadi. Nona itu tampak memarahi pengawalnya tadi. Namun, tak ada yang terjadi. Pengawal itu hanya diam tak bergerak di samping nonanya. Bahkan walau nona itu mengguncang tubuh pengawal itu. Tak ada respon sedikitpun.

Nona itu memandang marah Lorraine, ia pun dengan cepat berjalan ke arah Lorraine dan menamparnya. Sayang sekali, tangan nona itu berhasil ditangkap oleh Lorraine. Lorraine meremasnya erat-erat hingga nona itu memekik kesakitan.
"Aaarghh, lepaskan tanganku, Rakyat Pekerja sial*n!" kesalnya
"Ooouh, baiklah nona bangsawan yang terhormat. Lain kali jangan berbuat seenaknya, satu lagi pesan saya nona, jangan sampai nona melupakan suara saya" ucap Lorraine dingin
Ia pun menghempaskan tangan nona itu, lalu pergi dari sana. Sepertinya, hanya kelas bangsawan, pikir Lorraine. Hal itu bisa dilihat dari jumlah pengawalnya, jika hanya satu orang kemungkinan ia hanya berasal dari kelas bangsawan, atauu yang lebih parah dari keluarga lanjutan kelas bangsawan. Jika itu benar, maka gadis itu memilih lawan yang salah.

Namun, lagi-lagi saat sibuk memikirkan nona tadi, Lorraine kembali menabrak seseorang.
"Sial, berapa kali aku harus menabrak seseorang" kata Lorraine kesal
"Nona Lorraine?" tanya seseorang yang ditabrak Lorraine
Gadis itu menegakkan kepalanya, melihat siapa yang sudah ia tabrak tadi. Mata keduanya bertubrukan, Lorraine jelas tahu siapa pemilik mata biru, seindah langit itu.
"Allan?" tanya Lorraine
Disinilah akhirnya mereka sekarang, Allan mengajak Lorraine untuk makan siang bersamanya. Lorraine ingin sekali menolaknya, namun ketika melihat wajah penuh harap Allah gadis itu luluh. Lorraine akhirnya menerima ajakan Allan.
"Kenapa anda berada disini, Lorraine?" tanya Allan
"Aah, aku hanya mencari udara segar Allan, bagaimana denganmu, apa yang membuatmu berada disini Allan?"tanya Lorraine
"Astaga, maafkan saya, saya belum terlalu terbiasa menggunakan bahasa formal, Allan" kata Lorraine sambil menutup mulutnya, sungguh jika Madam Shannon tau, wanita itu akan mengoceh tanpa henti untuk menegurnya
"Tak apa nona, lagipula lebih nyaman bicara tanpa menggunakan bahasa formal. Ah iya, saya sedang mencari pedang baru nona" jawab Allan lagi. Setelahnya, Allan tampak akan mengakatan sesuatu lagi, namun sepertinya pemuda itu menahan dirinya agar tidak menanyakannya. Melihat itu Lorraine memutuskan untuk bertanya.
"Ada apa Allan? Tanya Lorraine bingung, terlebih melihat wajah pemuda di depannya yang sudah sedikit memerah.
"Anu, apa anda mau menemani saya mencari pedang baru?" tanya Allan ragu.
Lorraine rasanya hendak tertawa melihat wajah malu-malu Allan, tampak lucu di mata Lorraine
"Tentu saja Allan, dengan senang hati, ah satulagi, aku harap kamu bisa bicara informal denganku" pinta Lorraine. Menerima ajakan Allan juga tidak ada salahnya,lagipula tidak terlalu menyenangkan berkeliaran sendiri di pasar.

Allan dan Lorraine pun keluar dari restoran itu, mereka awalnya tampak canggung satu sama lain.
"Kenapa kamu pergi sendirian, Lorraine?" tanya Allan
"Ah, aku tidak terlalu suka diawasi Allan, lagipula sebelumnya aku hidup bebas di perdesaan" jawab Lorraine
"Tentu amat menyenangkan jika bisa hidup seperti itu" kata Allan
"Ya, Aku juga sangat merindukannya" ujar Lorraine
"Apa anda seorang ahli pedang?" tanya Lorraine
Allan mengangguk sebagai jawabannya.
"Waah itu sangat luar biasa, padahal saya dengar keluarga anda adalah keluarga yang mengurus hukum, tapi anda juga bisa berpedang?" tanya Lorraine antusias
Allan kembali mengangguk, sambil mati-matian menahan rona merah wajahnya yang kembali muncul. Bersama dengan Lorraine mungkin akan membuat wajahnya memerah sepanjang hari. Tanpa Lorraine ketahui, Allan juga sedari tadi mencoba mencuri pandang ke arah wajah Lorraine yang tertutup jubah.

Namun, tiba-tiba sebuah kereta kuda melaju kencang ke arah mereka. Allan dengan sigap memeluk Lorraine dan menariknya ke pinggir jalanan. Mata mereka beradu, mata berwarna biru pekat itu bertemu kembali dengan mata secerah langit biru itu,

FlusternTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang