BAB 10

4.4K 82 0
                                    

Perempuan itu mengibaskan rambut panjangnya yang tergerai. Ia merapikan anak rambutnya yang sedikit berserakan di dahi. Lalu memasang kacamata hitamnya. Sinar matahari sore menyilaukan matanya. Ia tersenyum melihat seseorang yang sedari ia tunggu tiba. Laki - laki itu sudah tiba lebih dulu di kota ini sehari sebelum dirinya. Laki - laki itu melambai sambil tersenyum ke arahnya. Memamerkan lesung pipinya. Ia langsung menggenggam tangan milik perempuan cantik tersebut. Mengecup punggung tangannya pelan.

"Udah lama nunggu?" tanya laki- laki itu khawatir.

"Nggak juga, aku baru aja nyampe kok." kata perempuan itu sambil menggeleng pelan.

"Peri cantikku udah makan?" tanyanya pada kekasihnya.

"Udah, sebelum naik pesawat aku makan siang sama Laura."

"Mau nemenin aku makan lagi nggak?" 

"Gimana kalau aku aja yang masakin?" tanya Shanin 

Azka mengangguk kencang. Ia dengan bersemangat mengangkat koper Shanin ke dalam bagasi dan buru - buru membukakan pintu untuk Shanin. Azka melajukan mobilnya menuju salah satu villa nya yang berada di Yogyakarta. Shanin memandang bangunan yang mereka lewati dengan mata berbinar. Kota ini tidak pernah membuatnya bosan.

Sedangkan, untuk Azka. Kota ini menyimpan kenangan manis dan pahit. Di kota ini ia berpisah dengan papinya. Ia sudah mengunjungi pusara papinya kemarin. Rasanya masih terasa getir setiap kali ia mengunjungi makam papinya, walau sudah bertahun-tahun waktu berlalu. Ia bukan lagi anak remaja tanggung yang baru saja kehilangan ayahnya. Ia sudah cukup berumur kini.

Shanin mengusap pelan rambut Azka yang sedikit berantakan. Kali ini rambut Azka tidak ditata seperti biasanya. Rambutnya dibiarkan jatuh bebas. Membuat wajah Azka tampak sedikit imut di mata Shanin. Azka tersenyum ke arah Shanin. Lagi - lagi jantungnya berdegup kencang saat melihat Azka tersenyum. Nafasnya bahkan tertahan. Ia belum juga terbiasa dengan pesona Azka.

Mereka dua sejoli yang saling mengagumi di dalam hati. Azka bahkan tidak henti - hentinya memuji kencantikan Shanin di dalam hati. Setiap Shanin menatap ke arah matanya ia terasa seperti dibius oleh keindahan mata berwarna hazel terang tersebut. Tutur katanya yang lembut serta perhatian - perhatian kecilnya yang membuat hati Azka tersentuh.

Mobil milik Azka memasuki halaman villa tempat ia menginap. Villa ini milik keluarganya.  Sudah lama sekali ia tidak kemari. Kota ini masih menjadi kota haram untuk maminya. Maminya tidak pernah lagi menginjakkan kakinya di kota ini setelah papinya meninggal. Terlalu banyak luka yang membuatnya ingin melupakan semua kenangan pahit di kota ini. 

Azka menggenggam tangan Shanin lalu mereka berjalan memasuki villa tersebut. Asisten rumah tangga sudah pulang. Mereka hanya bertugas membersihkan villa ini sampai siang. Entah, sudah jadi kebiasaan untuk keluarga Azka kalau para asisten rumah tangganya hanya bertugas sampai siang. Baik itu di rumahnya maupun rumah maminya. Keluarga mereka seakan risih dengan kehadiran orang lain di tengah - tengah mereka.

Shanin membuka kulkas dan mendapati bahan makanan sudah terisi lengkap di dalamnya. Shanin mulai mengambil bahan - bahan yang akan dimasaknya. Sedangkan Azka memandangi dari kursi meja makan. Ia menangkupkan wajahnya ke kedua belah tangannya. Sibuk memandangi Shanin. Sesekali Shanin melempar senyum ke arah Azka. Hidup seperti ini lah yang ia impikan. Azka bukan tipe lelaki yang superior ingin selalu dilayani dan dihargai. Ia hanya butuh kasih sayang dan perhatian. Jika saja Bianca lebih perhatian dan peduli padanya mungkin ceritanya akan berbeda. 

Jemari lentik itu menghidupkan kompor dan mulai memasak dengan cekatan. Gerakan Shanin saat mengangkat wajannya tampak seksi di mata Azka. Ia berkali - kali lipat tampak lebih cantik saat sedang sibuk memasak. Gerakan jemarinya menaburi garam dan bumbu tampak sangat indah. Dia adalah istri paket komplit. 

An AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang