BAB 13

3K 75 0
                                    

Author POV

Perempuan itu membuka matanya. Ia mendapati asisten pribadi kakaknya sedang berbaring di sofa. Andrea, nama laki - laki itu. Seseorang baru saja keluar dari toilet. Mata Shanin menangkap sosok Azka. Laki- laki itu berjalan menghampirinya. "Kamu udah sadar? Apa yang terasa sakit?" tanya Azka khawatir.

Shanin menggeleng lemah, ia hanya merasa sedikit pusing. Ia memandang tangannya yang dipasangi infus dan melihat ke sekeliling sekali lagi. Orangtuanya sedang di Kanada saat ini sedangkan kakaknya sekeluarga sedang berlibur ke London. Hanya ada Azka dan Andrea yang menemaninya. Andrea baru saja bangun dari tidurnya. Ia memanggil dokter jaga untuk memberitahu bahwa Shanin sudah sadar.

Dokter datang untuk memeriksa keadaan Shanin. "Responnya baik. Tidak ada gejala yang serius. Sepertinya ia hanya terkejut tadi." kata dokter menjelaskan. Azka mengangguk paham dan berterima kasih kepada dokter sebelum dokter itu pergi.

Shanin menabrak pembatas jalan. Untungnya tidak ada luka serius hanya berupa lecet kecil karena ia tidak mengendarai mobilnya dengan kencang. Airbag-nya mengembang dengan sempurna sehingga tidak menyebabkan cedera pada kepala Shanin.

"Sepertinya kamu butuh istirahat, Sha." kata Andrea pada Shanin. "Jadwalmu cukup padat akhir - akhir ini. Apa kamu yakin kamu tidak mabuk tadi?" tanya Andrea mengintrogasi Shanin.

"Aku ketiduran sebentar. Tau - tau sudah terbangun di rumah sakit." kata Shanin sambil tersenyum.

"Kamu masih bisa tersenyum setelah semua ini. Aku khawatir, Sha. Sampai hampir mati rasanya." kata Azka kesal.

"Tapi, nggak mati kan? Buktinya kamu masih hidup sekarang." kata Shanin masih mencoba berkelakar.

"Aku pulang! Sudah ada dia yang menjagamu. Aku tidak akan bilang siapa - siapa soal masalah ini. Aku tidak ingin orangtua dan kakakmu khawatir." kata Andrea berpamitan pada Shanin. "Tolong jaga dia ya. Kalau dia tidak mau makan pukul saja kepalanya." kata Andrea lagi dari balik pintu pada Azka.

Azka hanya mengangguk pada Andrea. "Siapa dia?" tanya Azka penasaran.

"Andrea, asisten pribadi Kak Gian. Dia sudah seperti keluarga bagi kami." kata Shanin menjelaskan.

"Kamu yakin dia nggak pernah suka sama kamu?" tanya Azka curiga.

"Are you kidding me? Andrea sudah seperti Gian bagiku. Aku juga seperti adik baginya. Rasanya tidak mungkin." kata Shanin sambil tertawa.

"Oh, syukurlah." kata Azka sambil menghela nafas lega. Shanin menepuk bagian kanan ranjangnya. Meminta Azka untuk berbaring disebelahnya. Azka berbaring di sebelah Shanin. Ia memeluk Shanin dan mengecup keningnya dengan sayang.

"Tadi aku sempat panik, saat Richard tiba - tiba memberitahu kamu kecelakaan. Kupikir aku nggak bisa lagi ketemu kamu. Apalagi tadi, waktu aku menunggu kamu sadar dari pingsanmu. Aku berusaha menenangkan diri. Perempuan cantik biasanya berumur panjang." kata Azka pada Shanin. Shanin tertawa kecil mendengar perkataan Azka yang masih sempat menggodanya di saat ia tengah terbaring di ranjang rumah sakit.

Mereka tenggelam dalam pikiran mereka masing - masing. Jujur Azka takut sekali kehilangan Shanin. Sungguh ia tidak ingin kembali kehilangan seseorang yang ia sayang. Hampir setengah jam mereka diam membisu. Shanin berusaha untuk memejamkan matanya. Lalu tiba - tiba Azka membuka suara.

"Mau dengar kisah hidupku? Aku takut tidak sempat menceritakannya padamu." kata Azka membunuh keheningan di antara mereka. Azka memalingkan wajahnya ke arah Shanin dan memandang wajah Shanin lekat - lekat.

"Duniaku terasa terhenti ketika papi meninggal. Otomatis menjadikanku pewaris di usia yang masih sangat muda. Aku kehilangan ayah dan juga diriku sendiri, Sha" kata Azka sambil menerawang ke langit - langit seolah menggali kenangan pahitnya.

An AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang