"Bos Revan, selamat menempuh hidup baru, ya," ucap Hardian—karyawan terbaikku di perusahaan, ia adalah bendahara paling cerdik di antara yang lainnya.
Menyentuh tangannya seraya memandang greget, aku membalas ucapan itu. "Terima kasih, Dian ...."
"Besok masuk kerja, 'kan, Bos. Jangan terlalu ngegas entar malam, kasihan masih buka dasar," lanjutnya dengan wajah penuh kemenangan.
"Ha ha ha ... resek lu, Dian. Lu yang buruan, nunggu apa lagi?" ledekku seraya mengedarkan tawa kecil.
Satu persatu para tamu undangan beranjak pergi meninggalkan lokasi pesta. Sementara di samping kanan, masih ada sang istri yang setia menemani hingga jalannya acara tuntas tengah malam. Arloji menunjuk, 'kan pukul 24:00 malam. Karena satu orang pun tak ada lagi di lokasi, akhirnya kami berdua turun dari pelaminan dan bergegas menuju rumah.
Rasa kantuk juga menyergap, embusan angin malam membuat aku kehilangan fokus menyetir mobil. Masih mengenakan pakaian pengantin, kami berdua tak henti-hentinya bercengkerama seraya membuang rasa kantuk yang tak kunjung mau pergi.
Kini, aku telah memiliki Siska seutuhnya. Dan janin yang ia kandung telah hampir berusia dua minggu. Seketika membuat jiwa seorang ayah dalam diri ini bangkit, aku seakan merasa menjadi lelaki sempurna karena telah memiliki seorang belahan jiwa.
Beberapa menit di perjalanan, akhirnya kami sampai rumah. Memakan waktu sekitar dua puluh lima menit lebih kurang, kami memasuki gerbang yang telah terbuka lebar. Rupanya—Diman—penjaga pos keamanan di rumahku masih stay dan tidak tertidur lebih awal, ia malah memainkan ponsel-nya seraya mendengarkan lagu-lagu.
Memasuki pintu dengan langkah lebar, aku bersama istri baru dengan bergandengan tangan. Seketika kami memasuki ruang kamar di lantai dua. Tempat tidur bekas aku dan Marrisa ketika masih bersama dulu. Fasilitas di dalam ruangan tersebut sangatlah lengkap.
Aku menggendong tubuh mungil Siska dan meletakkannya di atas ranjang bernuansa serba putih, untuk malam ini aku sengaja mengajak istri untuk melakukan malam pertama.
Kami menikmati suasana malam hari dengan penuh cinta, berkeringat bersama hingga tercipta benih cinta yang nantinya dapat membuat indah kehidupan sebagai orang tua.
Mendengar desahan sang istri, membuat adrenaline-ku memuncak dan klimaks. Kami mengunci pintu seraya memadu kasih hingga esok hari. Sebelum melakukan hubungan ranjang, aku membaca sebuah surah agar benih cinta nantinya menjadi anak yang dapat membanggakan orang tua, agama, nusa dan bangsa.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
بِسْمِ اللهِ اَللّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
Tulisan latin:
"Bismillah, Allahumma jannibnaassyyaithaana wa jannibi syaithoona maarazaqtanaa".Artinya:
"Dengan menyebut nama Allah. Ya, Allah jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari anak yang hendak Engkau berikan sebagai rezeki bagi kami."Sungguh jika Allah menakdirkan mereka dikaruniai putra dari hubungan tersebut, selamanya setan tidak bisa mencelakainya.
(HR Bukhari dan Muslim).***
Pagi telah tiba. Dalam samar, aku mencoba untuk membuka kedua bola mata secara perlahan. Posisi—Siska—istriku tidur dalam dekapan pelukan, ia betah berada di atas tubuh ini. Arloji menunjukkan pukul 07:00 pagi. Dari arah luar balkon, terik matahari bersinar membawa—cahaya terang masuk melalui horden.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasung Suami Kejam
General FictionIni adalah cerita tentang wanita yang dianggap gila oleh suaminya. Kematian ketiga anaknya yang secara berturut-turut, membuat wanita berusia dua puluh tujuh tahun itu nekat untuk mengiris tangannya dan meminum darah yang keluar bercucuran. Ketika d...