Siska POV
Momen indah akan segera tiba, tepat di hari ini aku akan diajak Revan membeli pakaian pengantin. Resepsi pernikahan yang sebentar lagi digelar besar-besaran. Seiring berjalannya waktu, kehadiran sosok pemuda tampan sebagai mantan kekasih ketika SMA sekarang kembali.
CEO di tempat aku bekerja, sekaligus menjadi suami untuk selamanya. Ternyata keinginan dulu dapat tersampaikan, bukan hanya khayalan semu karena Marissa berhasil menikahi Revan sejak lulus kuliah. Pagi ini, aku memilih pakaian gaun merah di dalam sebuah lemari yang masih tersusun sangat rapi.
Tanpa membuang banyak waktu, aku memakai gaun itu lengkap dengan sepatu hak tinggi. Karena penampilan sudah sangat pas, aku bergegas meninggalkan kamar dan keluar menuju lantai satu. Kedua bola mata menatap mantap menuju sosok siluet yang sedang duduk di kursi sofa, seperti seorang pria mengenakan jas warna hitam.
Langkah kaki yang menapak penuh hati-hati, membawaku menemui pemuda itu. Setelah menoleh sedikit, rupanya ia adalah Revan.
"Mas," panggilku singkat seraya menadakan kepala.
Ia pun menoleh sedikit. Dengan menggunakan tangan kanan, ia membuka kacamatanya. "Eh, Sayang. Udah siap kamu?" tanyanya sambil meringis dan menggigit bibir bawah.
Tak mau membalas ucapannya, aku hanya mengangguk dua kali. Rupanya ia paham benar kalau anggukan itu adalah sebuah bahasa tubuh yang banyak dipakai ketika wanita tak mampu berkata. Kemudian, ia beranjak dari sofa dan berdiri di samping kanan.
Pemuda berkumis tipis itu memberikan tangan kanannya, aku meraih sodorannya dan bersanding di samping kiri.
"Siska!" teriak seseorang dari belakang badan.
Karena sangat penasaran, kutoleh sedikit seraya memastikan siapa yang berteriak seperti itu. Ia adalah sang ibu, wanita super kepo dan sok suci keluar dari dalam kamarnya. Karena aku menjaga immage pada Revan, seketika kaki melangkah menuju posisinya.
"Mas, tunggu di sini sebentar, ya. Ibu saya manggil," celetukku sambil melepas tangan pemuda di samping kanan.
"Iya, Sayang," responsnya singkat.
Berjalan sangat cepat, aku menuju kamar tempat sang ibu berteriak tadi. Ia pun mengernyitkan kedua alis dan melipat kedua tangan. Sesampainya di hadapan wanita paruh baya itu, ia menarik tanganku erat dan kami masuk ke dalam ruang kamar.
Sang ibu menutup pintu sangat rapat, ia pun menarik napas panjang. "Siska! Berapa kali ibu bilang sama kamu, kalau Revan masih punya istri. Kamu jangan merusak rumah tangganya, pakai otak kamu." Wanita paruh baya itu menunjuk wajahku dengan jemarinya.
"Bu! Bisa enggak kalau kita jangan bahas ini mulu, Siska muak dengan semua larangan yang Ibu ucapakan setiap hari," tukasku menaikkan nada suara, setelah melawan perkataannya, aku menatap kanan dan kiri ruang kamar.
Wanita paruh baya itu pun menyentuh wajahku beberapa kali. "Siska, berapa kali ibu nasihati ke kamu. Jangan jadi pelakor, kita sama-sama perempuan, kalau kelak suami kamu selingkuh lagi dengan orang bagaimana?"
"Bu! Pikiran Ibu terlalu jauh tau enggak, mana ada pemuda yang sudah masuk dalam genggaman Siska bisa keluar begitu aja."
"Kamu bisa jamin dengan ucapan kamu?" sambarnya seraya membuang pertanyaan.
Aku pun terdiam seribu bahasa, karena ke depannya aku memang enggak bisa memastikan kalau Revan setia seperti saat ini.
"Kenapa kamu diam? Ingat omongan ibu sekarang Siska, suatu saat nanti kamu bakal dicampakkan sama Revan. Pelakor enggak bakal bisa bertahan lama, bukan begini cara ibu mendidik anak, paham kamu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasung Suami Kejam
General FictionIni adalah cerita tentang wanita yang dianggap gila oleh suaminya. Kematian ketiga anaknya yang secara berturut-turut, membuat wanita berusia dua puluh tujuh tahun itu nekat untuk mengiris tangannya dan meminum darah yang keluar bercucuran. Ketika d...