Suara tangisan seorang bocah laki-laki membuat perhatian Thalita tertuju padanya. Gadis berumur tujuh tahun itu bangkit dari kursinya.
"Mau kemana?" tanya Eca, tugas kelompok mereka tentang hewan-hewan herbivora masih belum selesai, Eca menempelkan kertas-kertas berisi gambar pada kertas karton dan Thalita memotong kertas.
"Itu, Rakai nangis." ucap gadis itu langsung mendekati bocah laki-laki yang saat ini tangisannya makin keras.
"Rakai kenapa?" Thalita mengelus Puncak kepala laki-laki itu.
Rakai langsung berhambur pada pelukan gadis itu, menangis makin kuat. "I-itu Mail sama Dava nendang aku." isaknya.
Thalita mengusap punggung Rakai lembut, matanya mencari keberadaan dua bocah yang di sebutkan bocah itu.
"Kenapa kalian tendang Rakai?" Mail dan Dava berada tidak jauh dari sana, asik bermain pasir.
Dava, adik kandung Thalita itu hanya mencebikkan bibir. "Dia yang salah! Dia nendang pasir, mata aku sama Mail jadi perih!"
"Iya! Dia yang salah!" Mail mendukung argumen Dava.
Thalita kini menatap Rakai yang masih menangis. "Kenapa kamu ngelakuin itu, Rakai?"
"H-habis, mereka nggak mau main sama aku." tangis Rakai makin kuat.
"Tapi dia-," Dava hendak bicara lagi, namun Thalita menyuruhnya diam. Gadis itu menenangkan Rakai dengan lembut. "Jangan nangis lagi, ya? Nggak boleh cengeng."
Rakai masih terisak-isak. Thalita mengusap wajah Rakai yang basah. "Fuh! Nangisnya ilang!" gadis itu menghembus angin, lalu mengecup pipi bocah itu, membuat Rakai benar-benar diam.
Thalita tersenyum. Gadis itu masih tujuh tahun, namun begitu dewasa secara pemikiran dan sikapnya. "Nah, pintar. Sana Rakai saling maaf-maafan sama Dava juga Mail, kakak temenin-,"
"Nggak mau," Rakai memeluk lengan gadis itu. "Mau sama kakak." ucapnya dengan mata sembab.
Thalita tersenyum sambil mencubit pipi laki-laki itu gemas. Tinggi Rakai baru sebahunya. "Yaudah, ayo, tapi jangan ganggu kakak, ya, kakak lagi ngerjain tugas."
Rakai mengangguk patuh.
Thalita selalu merasa laki-laki itu lucu, dia membiarkan Rakai duduk di dekatnya, memperhatikan Thalita dan Eca mengerjakannya dengan tenang.
Rakai adalah bocah laki-laki yang tinggal di sebelah rumahnya, karena bertetangga dan Thalita adalah anak yang dewasa serta hangat, membuat Rakai suka padanya dan Thalita juga menganggap Rakai sebagai adiknya karena laki-laki itu seumuran dengan adiknya, kehadiran Rakai cukup menghiburnya. Keluarga mereka juga sangat dekat.
Setelah menyelesaikan tugas mereka, Thalita pulang bersama Rakai.
***
Sekelebat bayangan masa lalu muncul diingatan Thalita. Gadis itu menatap sosok di depannya masih dengan raut heran. Sosok Rakai yang ada di ingatannya dan Rakai yang berada di depannya saat ini memiliki fisik yang begitu berbeda.
Merasa di perhatikan, Rakai menatap gadis itu, lalu tersenyum manis.
Thalita balas tersenyum. "Enak?" tanyanya menatap piring Rakai yang ternyata sudah kosong.
Rakai mengangguk. "Enak banget. Boleh nambah?" tanyanya bersemangat.
Thalita menggigit bibir bawahnya menahan gemas. Tidak. Ada hal yang masih sama dari ingatannya. Tentang Rakai yang kekanak-kanakan dan menurut Thalita hal itu cukup manis. Karena adik laki-lakinya, bahkan sudah tidak pernah lagi mau memeluknya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rakai (END)
RomanceRakai, jika mengingat nama itu, Thalita membayangkan sosok adik laki-laki yang manja dan cengeng. Rakai saat kecil suka sekali melakukan dua hal itu dan Thalita yang pemikirannya terlalu dewasa di umurnya yang masih kecil menganggap tingkah laki-lak...