Thalita pagi itu terbangun dengan posisi sudah ada di kamar dan Rakai meletakan sebuah note di nakas di samping ranjangnya.
Aku bawa kakak ke kamar, ya, soalnya kasihan tidur di Sofa. Aku pulang dulu, ya, kak, pintunya aku kunci.
Btw, nyenyak banget tidurnya sampe nggak kebangun.
Thalita untuk pertama kalinya menyesal melakukannya. Bagaimana dia tidur malam tadi, ya? Ileran? Ngorok? Kenapa dia tidak bangun saat Rakai menggendongnya?
Sepertinya sejak kehadiran Rakai, Thalita jadi kurang waspada. Gadis itu segera bersiap-siap ke sekolah. Dan seperti biasanya, sejak tangan Rakai sakit dia yang membawa motor dengan tubuh besar Rakai di belakang.
"Maaf, ya, nggak sempat sarapan karena kakak telat bangun." ucapnya menjalankan motor.
Mata Rakai tampak merah. "Tau, kok. Gara-gara aku ajak bergadang. Tapi tenang aja, kak, aku pas balik ke rumah nyobain masak untuk sarapan kita. Kebetulan di rumah ada cordon bleu frozen, yaudah aku goreng dan masukin ke kotak nasi, terus aku bawa saos sebotol." ucapnya memberikan jempol.
Dari kaca spion Thalita melihat wajah mengantuk cowok itu. "Kamu nggak tidur, ya?" tanyanya.
"Kalau aku tidur nanti malah nggak bisa bangun pagi buat sekolah, aku ada ulangan sejarah hari ini." ucapnya membungkukkan kepalanya bersandar di bahu gadis itu.
"Pegang kakak, ya, takut jatuh." ucap Thalita dan Rakai memegang ujung seragam gadis itu.
Motor melaju menuju sekolah dan Rakai ikut ke dalan kelas gadis itu untuk makan. Masih ada sisa waktu lima belas menit lagi sebelum bel berbunyi.
"Wih enak, tuh!" ucap Queen melirik kotak bekal yang dua orang itu makan.
Rakai menariknya mendekat. "Ini di masak khusus untuk kak Thalita sama gue aja, khusus!" ucapnya.
"Idih dasar bocil!" ucap Queen.
Kelas semakin ramai dan Rakai dengan cepat melahap makanannya. "Enak, nggak, kak? Masakan pertama aku?" Rakai menatap Thalita yang menutup kotak makanannya.
Thalita diam sebentar. Sebenarnya yang dia makan itu semua hanya cordon bleu dan kentang frozen food. Yang rasanya ya, biasa saja. Tapi melihat tatapan berharap Rakai yang lucu Thalita memberikan jempolnya.
"Enak! Enak banget. Pintar, ya, kamu." pujinya dengan tulus sambil mengusap rambut cowok itu.
Rakai tampak senang.
"Udah jangan bucin! Guru mau masuk!" Vena melotot pada Rakai.
Rakai berdecih dan segera pergi. Nurul yang menunggu tempat duduknya kosong kini kembali duduk di samping Thalita.
***
"Thal, jujur gue udah bosan untuk tanya ini, tapi lo suka sama Rakai sebagai cowok nggak? Bukan sebagai adik, ya." tanya Queen saat jam istirahat. Mereka hari ini memutuskan makan di kantin. Menikmati bakso bu Darmi yang murah dan enak.
"Adik, kenapa?" tanya Thalita mengigit baksonya.
"Serius?" Nurul yang biasanya banyak diam tampak heran.
"Soalnya, nih, ya, Panji anak Ipa satu nanyain lo sama gue. Dia nanya lo udah punya pacar atau belum ya gue jawab aja belum, terus dia minta nomor lo. Katanya mau kenalan." ucapnya Vena.
"Aduh, jangan aneh-aneh, Ven, nanti itu bocah ngamuk." Queen yang tau bagaimana sifat Rakai berdecak.
Thalita juga tampak tidak setuju. Dia tidak bisa membayangkan semarah apa cowok itu nantinya. "Nggak mau, aku fokus sekolah dulu aja." balasnya.
Vena mengangkat tangannya, tersenyum miring saat cowok yang mereka bicarakan baru memasuki kantin. Rakai tampak berjalan dengan wajah sangar. Tapi tidak di pungkiri di balik itu semua dia juga memiliki wajah yang membuat para siswi memandangnya lama.
"Kakak," sapanya manis dan seketika ekspresinya berubah dengan cepat. "Aku juga mau bakso. Satu porsi lagi, ya, buk." pesannya dan duduk di samping Thalita.
Vena ingin menggoda Rakai. "Rakai, ada yang naksir Thalita, tuh." ucapnya.
Thalita tersedak, tampak panik. Mereka tidak tau semenakutkan apa rasa cemburu Rakai. "Tapi kakak nggak naksir kok, kakak mau jomblo aja." tambahnya buru-buru.
Rakai hanya diam, tidak berekspresi apapun, namun menatap Vena sebagai kode melanjutkan ucapannya.
"Angkatan kita, dia ganteng dan mantan ketua osis." tambahnya.
Rakai selanjutnya tersenyum manis, menatap Thalita yang takut-takut menunggu reaksi Rakai. "Terus? Kak Thalita juga nggak suka. Iya 'kan, kak?"
"Iya, aku nggak suka!" balas Thalita.
Vena sedikit kecewa dengan reaksi itu, namun dia tidak tau bahwa tangan Rakai sudah mengepal di bawah meja.
***
Rakai harus mengikuti pertemuan dengan anggota ekskul basketnya hari ini karena ada rapat, maka dari itu, Thalita pulang duluan.
Rakai baru tiba saat hari sudah gelap menggunakan taksi online. Cowok itu memilih ke rumah Thalita untuk makan malam dan ternyata gadis itu sudah menunggunya.
Namun, mata Thalita tertuju pada lengan Rakai yang masih di perban. "Kamu kenapa? Tadi ngapain? Kok berdarah lagi? Bukannya udah mau lepas jahitan, ya?" ucapnya panik melihat darah yang menembus perban.
Rakai melirik tangannya. "Nggak tau, tadi kayaknya nggak sengaja ke kena meja pas di ruang rapat." ucapnya.
"Kakak ganti perbannya, ya?" Thalita dengan cepat mengambil kotak obat.
Rakai menatapnya dalam diam. "Kak?"
"Ya, Rakai?" balasnya masih sibuk mengganti perban.
"Kapan kakak mau jadi pacarku?" tanyanya tiba-tiba.
Wajah Thalita perlahan terkejut. "Rakai? K-kakak udah bilang 'kan? Kamu adik kakak." ucapnya.
Rakai tersenyum miring. "Munafik." cowok itu mendekatkan wajahnya ke arah dada gadis itu. "Jantung kakak berdebar-debar lho." ucapnya.
"Rakai?" Thalita sedikit bingung ketika Rakai menarik rahangnya.
Mata Rakai menajam. "Aku mulai muak." tangannya mencengkeram rahang gadis itu terlalu kuat hingga membuat Thalita meringis.
"Rakai kamu-," Thalita hanya bisa membeku ketika Rakai menurunkan tubuhnya, mencium gadis itu dan mengigit bibir bawahnya. "S-sakit!" Rakai mengigitnya dengan kencang hingga berdarah.
Thalita mendorong Rakai dengan kuat dan secara reflek menamparnya, dia tampak terkejut. Sedangkan Rakai hanya tersenyum, tidak merasa bersalah sedikitpun. "Kakak punyaku." ucapnya mengusap bibirnya. Rakai kembali mendekatkan dirinya.
"Iya atau iya?" Rakai menyeringai lebar.
Thalita tidak bisa menjawab apapun. Tatapan Rakai tampak aneh dan membuatnya takut untuk beberapa saat.
"Kalau nggak jawab juga aku cium lagi."
Thalita menyipitkan matanya. "Nggak lucu, Rakai." balasnya. Dan ciuman lain datang di bibirnya. Darah di bibirnya mengenai bibir Rakai. Thalita menatap Rakai tidak habis pikir.
"Ya atau ya?" tanya Rakai lagi.
"Oke, kakak terima." Thalita merasa perlu menjawabnya untuk saat ini. Rakai tampak aneh.
Rakai langsung tersenyum lebar dan mengecup kening Thalita. "Aku sayang banget sama kakak. I love you so much." ucapnya mendekati Thalita dan memeluknya dengan satu tangan.
Thalita hanya diam, bingung harus merespon apa. Sedangkan Rakai, diam-diam tersenyum lebar.
***
Note :
200 komen for next chapter!
Masih ada promo potongan harga 30.000 di karyakarsa untuk paketan :
1. Arka
2. Cute, but Psycho
3. Bad Heaven
4. The Monster Wants MeCari akun monggosee dan masukan kode voucher : ramadan1
KAMU SEDANG MEMBACA
Rakai (END)
RomanceRakai, jika mengingat nama itu, Thalita membayangkan sosok adik laki-laki yang manja dan cengeng. Rakai saat kecil suka sekali melakukan dua hal itu dan Thalita yang pemikirannya terlalu dewasa di umurnya yang masih kecil menganggap tingkah laki-lak...