Rakai menatap Thalita yang kini mengobati tangannya dengan serius. Setelah mencoba menghindar, akhirnya Rakai dapat melihat gadis itu sedekat ini. Thalita seperti zat adiktif yang membuat candu. Aroma segar dari gadis itu, garis wajahnya yang begitu lembut dan tingkahnya yang begitu naif. Rakai menyukai semuanya.
Walaupun kejadian kemarin membuat Thalita menghindarinya, namun ketika melihat Rakai terluka dia jadi melupakan segalanya. Thalita memang sebaik itu. Atau sebodoh itu? Dia kembali membuat celah untuk Rakai.
"Ini kenapa? Kamu belum jawab." tanya Thalita kini mendongak menatap Rakai yang menatapnya.
Mereka langsung pulang dengan taksi karena Thalita melarangnya membawa motor, takut infeksi dan lukanya semakin besar. Motor cowok itu terpaksa di inabkan di sekolah.
"Kena seng berkas di dekat gudang." ucap Rakai santai.
"Kok bisa?" Thalita seperti tak puas dengan jawaban itu. "Ini lukanya besar, Rakai, kamu bisa aja kena tetanus. Ini nggak sakit? Kamu kok anteng? Mana tangan kanan, kamu mau makan apa sekarang? Kakak suapin, ya? Kamu udah sempat makan belum?" ucap gadis itu beruntun.
Rakai mengigit bibir bawahnya. Bukankah Thalita memang semenggemaskan itu? Dia mengkhawatirkannya begitu besar. "Kakak mau suapin? Janji, ya? Tangan aku sekarang rasanya sakit banget." Rakai berpura-pura kesakitan, sambil mendekat, bersandar pada bahu gadis itu. "Perih banget setelah di obatin, kak."
"Yaudah kamu-," Thalita terdiam beberapa detik. Kenapa rasanya dia baru saja dijebak laki-laki itu? Thalita berjanji akan menghindarinya. "K-kamu mau makan apa?" Thalita menghela nafas pasrah, dia juga kasihan dengan Rakai, luka robeknya besar sekali.
Rakai diam-diam menyeringai. "Makan kakak boleh?"
"Hah? Apa?"
Rakai mendongak, tersenyum. "Aku mau makan nasi padang, kak. Lagi pengen banget. Kita pesan aja, ya?"
"Oh, oke." Thalita tak bisa berbuat apa-apa. Kenapa dia begitu lemah? Thalita menghela nafas pelan. Rencananya menjauh dari laki-laki itu kini malah berakhir dengan Rakai yang tertidur di pahanya.
***
Thalita tidak terlalu sering berkomunikasi dengan Akbar. Dia baru sadar bahwa dia belum menjawab pertanyaan Akbar tempo hari setelah mendapatkan pesan dari laki-laki itu.
Akbar : Bisa ketemu hari ini nggak Thal?
Thalita terdiam beberapa detik, dia tengah menyuapi Rakai makan, tak sengaja melihat notifikasi chat tersebut. Gadis itu membalikkan ponselnya, entah kenapa waspada pada Rakai.
Rakai menopang dagunya, tersenyum. "Siapa?" tanyanya langsung.
Thalita balas tersenyum. "Obrolan di group chat sama teman-teman kakak." balasnya dan Rakai mengangguk.
"Rakai, kakak bisa minta kunci yang kakak kasih ke kamu nggak?" Thalita menyuapi Rakai.
Rakai terdiam, lalu cemberut. "Kenapa? Kakak risih? Kakak benci sama aku?"
Thalita segera menggeleng. "Bukan, bukan itu, tapi rasanya aneh aja. Boleh, ya?"
Rakai menggeleng. "Nggak mau." balasnya santai. "Aku nanti nggak bisa ke rumah kakak." ucapanya manja.
Thalita tak lagi memiliki argumen karena sejujurnya dia masih sangat menyayangi Rakai sebagai adiknya sendiri.
***
Rakai kini masuk ke dalam ekskul basket, membuat laki-laki itu memiliki kesibukan lain setelah selesai sekolah. Thalita beberapa kali mengikuti latihan Rakai karena laki-laki itu memintanya. Padahal baru beberapa hari lewat sejak tangannya terluka, namun Rakai sudah kembali beraktivitas.
Saat Thalita perhatikan, banyak penonton yang memuji fisik Rakai. Mereka tidak salah, Rakai memiliki tinggi semampai, badan berotot yang pas di tubuhnya serta wajahnya yang rupawan. Namun, di setiap latihannya, Rakai pasti menyempatkan untuk memberikan love sight dengan tangannya membuat orang-orang mulai berspekulasi tentang hubungan mereka.
Berita itu tersebar dari mulut ke mulut, membuat orang-orang mulai menganggap mereka sebagai pasangan kekasih.
Thalita selalu berkeinginan untuk menghindari Rakai, namun apa yang dia inginkan selalu gagal karena dirinya sendiri. Thalita terlalu lemah menolak keinginan Rakai.
"Lo udah pacaran sama Rakai, ya?" tanya Queen saat pagi itu teman dari kelas lain bertanya gosip yang sedang tersebar. Wajar saja orang berpikir seperti itu, menilai kedekatan mereka dan cara Rakai memperlakukan Thalita.
Thalita menghela nafas panjang, dia tau hal ini cepat atau lambat akan terjadi. "Nggak, serius. Aku masih belum bisa anggap Rakai selain adik."
"Tapi lo ladenin semua tingkah dia, Thalita. Akbar kemarin nanyain lo sama gue, lo lagi sibuk apa? Lo juga belum kasih kepastian sama dia? Kasihan, Thal, gimana kalau berita ini sampai ke telinga dia saat lo masih nungguin lo?" Vena tidak ingin ikut campur, tapi dia tidak ingin Thalita menyesal dengan sikapnya. Thalita baik, namun kelemahannya dia plin-plan dan mudah terbawa angin.
Thalita terdiam. Benar juga. Bukankah dia seharusnya sudah bisa mengatakan keputusannya pada Akbar karena dia sudah mengetahui jawabannya, namun Thalita melupakan segalanya karena terlalu fokus pada Rakai yang akhir-akhir mengusik hidupnya.
"Kamu benar, Ven, aku harus bilang secepatnya," Thalita segera membalas pesan dari Akbar untuk bertemu hari ini setelah pulang sekolah. "Tapi, aku mohon sembunyikan ini dari Rakai, ya, bilang kalau aku ada urusan atau belajar kelompok."
"Kalian beneran pacaran?" Nurul bertanya heran.
Vena menatap gadis itu. "Gue yakin itu anak cemburuan banget, oke. Nanti kami akalin." ucap Vena.
"Nggak ngerti gue hubungan lo sama Rakai, adik-kakak apaan yang begitu, Thal." ucap Queen tak habis pikir. "Aduh pusing gue sama temen gue. Pinter-pinter tapi masalah ginian lemot banget harus di ajarin terusss." ucap Queen frustasi.
Akbar : Oke, aku jemput pulang sekolah, ya.
***
Note :
200 komen untuk next chapter!
Bukan berarti udah 200 langsung update, ya, tapi memenuhi syarat buat update minggu depan, yakaliii nulis ini doang 😭
Bagi yang mau baca cerita Monggosee yang lain langsung cek karyakarsa : monggosee
KAMU SEDANG MEMBACA
Rakai (END)
RomanceRakai, jika mengingat nama itu, Thalita membayangkan sosok adik laki-laki yang manja dan cengeng. Rakai saat kecil suka sekali melakukan dua hal itu dan Thalita yang pemikirannya terlalu dewasa di umurnya yang masih kecil menganggap tingkah laki-lak...