"Kakak nggak nyangka kamu punya minuman kayak gitu." Thalita terbangun pagi hari di kamar asing yang dia ingat sebagai kamar Rakai. Gadis itu merasakan pusing begitu matanya terbuka.
"Aku udah usia legal, bukan hal baru lagi 'kan hal begitu?" Rakai menyerahkan pereda mabuk dan air putih pada gadis itu. "Minum ini, biar kepala kakak nggak pusing lagi."
Thalita menurut. Setelahnya, dia menatap Rakai yang berdiri di hadapannya. Rakai yang polos, cengeng dan manja yang dia kenal ternyata sudah berubah. Sebenarnya hal yang wajar. Mereka sudah beberapa tahun tidak bertemu, Thalita juga tidak tau bagaimana pergaulan Rakai dulu.
"Kakak marah sama aku?" Rakai berjongkok di depan Thalita, menatap gadis itu dengan mata membesar.
Thalita menggeleng. "Nggak, kakak nggak marah, cuman makin sadar, kamu bukan anak kecil lagi. Beberapa hari ini, kakak masih lihat kamu sebagai Rakai yang terakhit kakak ingat." ucapnya tersenyum tipis.
Rakai terdiam, matanya tak menunjukkan raut apapun. "Apa hal itu bikin kakak nggak tertarik sama aku lagi?"
Thalita terkejut. "Hah? Maksud kamu-," ucapan Thalita di potong Rakai dengan cepat.
"Aku nggak bakal minum aneh-aneh lagi, kalaupun iya, pasti aku kasih tau kakak, janji!" ucap Rakai sambil menarik salah satu tangan Thalita dan mengusapkan telapak tangan gadis itu ke pipinya.
Thalita tertawa kecil. "Nggak Rakai, kamu benar kok, kamu udah usia legal, apapun yang kamu lakukan itu hak kamu, asal kamu ingat, harus jaga kesehatan, minum-minum berakhol itu boleh, tapi jangan sering."
Rakai terusik dengan jawaban gadis itu. "Nggak, aku kadang nggak bisa mengontrol hobi minumku, jadi kakak harus selalu ingetin aku, yaa?"
"Yaudah, kamu harus jaga kesehatan, kakak bakal selalu pantau kamu!" Thalita mengusap rambut cowok itu gemas.
Rakai menundukkan kepalanya, menutup wajahnya yang tersenyum karena kesenangan.
***
"Hmm, lo sama Rakai bener-bener nggak pacaran?" tanya Vena saat mereka baru saja berpapasan dengan Rakai di lorong sekolah.
Rakai tampak bersemangat bertemu gadis itu dan Thalita langsung mengacak rambut cowok itu gemas karena tingkahnya yang lucu.
Anehnya, Rakai tak pernah marah saat rambutnya menjadi tak berbentuk lagi karena ulah gadis itu. Rakai malah tampak senang sambil tertawa.
"Nggak, Vena, udah berapa kali aku dikasih pertanyaan itu. Dia seusai sama Dava, adik aku, Ven, aku nganggap dia sama kaya Dava. Dia juga anggap aku kayak kakak kok." ucap Thalita.
Vena menyipitkan mata melihat temannya itu. Thalita secara pemikiran memang sangat dewasa, dia juga terlalu baik, sangking baiknya dia jadi terlalu naif.
"Rakai yang bilang secara langsung kalau dia anggap lo cuman kakak?" tanya Vena.
Pertanyaan Vena membuat Thalita terdiam.
"Coba deh lo tanya sama Queen ataupun Nurul, siapapun orang baru lihat pun pasti bakal tau cara Rakai natap lo itu bukan tatapan seorang adik lihat ke kakaknya."
"Ven, jangan aneh-aneh, nggak, Rakai itu sama kayak Dava. Dia adik aku." bantah Thalita.
Vena melipat tangannya di depan dada. "Thalita, jangan terlalu naif. Coba buka mata lo lebar-lebar, dengerin kata gue. Hubungan lo sama Rakai nggak kelihatan sedikit pun kayak adik dan kakak. Siapapun bakal bilang begitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rakai (END)
RomanceRakai, jika mengingat nama itu, Thalita membayangkan sosok adik laki-laki yang manja dan cengeng. Rakai saat kecil suka sekali melakukan dua hal itu dan Thalita yang pemikirannya terlalu dewasa di umurnya yang masih kecil menganggap tingkah laki-lak...