Ujian akhir sudah usai, tinggal menunggu hasil dari perjuangan mereka dan merayakan untuk perjuangan berikutnya lagi. Kehidupan remaja mereka telah usai.
Thalita menatap dari halaman rumah, bangunan di depannya. Rumah itu kini benar-benar sudah tidak berpenghuni lagi. Thalita berharap bahwa Rakai tiba-tiba muncul di sana, namun tentu saja itu sebuah kebodohan.
Saat melangkah ke depan pintu, gadis itu terkejut melihat pintunya sudah terbuka, ada kunci di balik pintu. Berarti ada yang masuk.
Jantungnya berdebar. Apakah Rakai? Kaki Thalita perlahan masuk, namun rasa semangatnya pudar ketika melihat koper dan tas berserakan di lantai ruang tamu. Belum lagi, sosok Ibunya yang kini tampak berdiri tak jauh di sana.
Thalita langsung melempar ransel miliknya, berlari mendekati wanita itu. "Ibu kenapa?" matanya menemukan lebam di wajah dan lengan Ibunya. "Ibu kenapa? Jawab aku!" wajah Thalita berubah panik.
Ibunya berusaha menenangkan. "Ibu nggak apa-apa nak, Ibu nggak apa-apa." lirihnya.
Tangis Thalita jatuh ketika menyibak lengan baju Ibunya ke atas. Luka lebam tersembunyi lebih mengerikan dari yang dia tau. "Ibu dipukul laki-laki itu 'kan?!" tanyanya dengan suara tinggi. "Ibu ayo jawab aku, Ibu!"
Kini wanita itu tak kuasa menahan tangis, lalu dia mengangguk. Dan hal itu telah membuat hatinya hancur. Dua perempuan itu kini merosot ke lantai, Thalita menangisi nasib menyedihkan Ibunya. Seharusnya dia bisa bersikeras sejak awal.
Dulu saat Ayah tirinya datang mencoba dekat dengannya, Thalita merasa ada sesuatu yang mengganjal dari laki-laki itu hingga dia tidak dapat menyukainya. Apalagi saat mereka masih serumah, Thalita selalu merasa tidak nyaman dengan tatapan pria itu, namun karena tidak enak pada Ibunya, Thalita tidak pernah mengatakannya dan memilih pindah ke rumah lama mereka.
Kesalahannya adalah tidak pernah mencoba melarang Ibunya untuk menikahi laki-laki seperti itu.
Thalita menangis sejadi-jadinya, benar, kata Rakai. Saat diusia remaja, kita tidak dapat melakukan banyak hal. Pilihan kita akan selalu diragukan, suara kita akan selalu disanggah. Begitulah porsi anak remaja dimata orang dewasa.
***
Setelah menenangkan diri dan mencoba berfikir, akhirnya Thalita memutuskan menelepon Ayah kandungnya dan Daffa.
Mereka datang beberapa jam karena harus menempuh perjalanan yang lumayan jauh dan langsung membawa Ibu ke rumah sakit terdekat.
Sudah lama Thalita tidak berkumpul bersama keluarganya seperti ini. Ayahnya memang terkenal dingin sejak dulu, namun, walaupun begitu, satu hal yang Thalita sadari dari Ayahnya. Pria itu tidak bisa menyembunyikan kepedulian dan kekhawatirannya pada Ibu mereka.
Satria Darma. Ayahnya menikah dengan Ibunya karena dijodohkan. Ekspetasi Ibunya terlalu tinggi pada sang Ayah. Mereka menikah dengan jarak umur sepuluh tahun satu sama lain. Ibunya terlalu naif dalam pernikahan, kesalahannya adalah tidak pernah mengatakan keinginannya pada sang Ayah terkait pernikahan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rakai (END)
RomanceRakai, jika mengingat nama itu, Thalita membayangkan sosok adik laki-laki yang manja dan cengeng. Rakai saat kecil suka sekali melakukan dua hal itu dan Thalita yang pemikirannya terlalu dewasa di umurnya yang masih kecil menganggap tingkah laki-lak...